JAKARTA – Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu mendukung penuh gerak cepat Jaksa Agung ST Burhanuddin memberantas mafia pelabuhan, yang merugikan perekonomian nasional.
“Kami mendorong dan mendukung penuh gerak cepat Jaksa Agung memberantas mafia pelabuhan. Ini sejalan dengan visi dan misi Presiden Jokowi dalam membangun perekonomian nasional yang efisien dan berdaya saing,” kata Ketua Umum FSP BUMN Bersatu Arief Poyuono, Sabtu (13/11/2021).
Dia mengatakan, mafia pelabuhan harus disikat habis karena selama ini menjadi penyakit kanker bagi perekonomian Indonesia.
“Mafia pelabuhan menyebabkan aktivitas ekspor impor di Indonesia dibebani ekonomi biaya tinggi, membuat panjang proses dwelling time di pelabuhan sehingga produk Indonesia tidak dapat bersaing di pasar internasional akibat ekonomi biaya tinggi,” ujarnya.
Menurut Arief, para mafia pelabuhan dalam menjalankan pratiknya di pelabuhan banyak bekerja sama dengan oknum CIQ (Custom, Imigration dan Qurantine) serta oknum Operator Pelabuhan. Ulah mereka menimbulkan biaya ekstra bagi eksportir dan importir serta merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Dia mengatakan gerak cepat Jaksa Agung saat ini patut diapresiasi karena tidak hanya fokus melakukan pemberantasan korupsi, tapi juga semakin menunjukkan penegakan hukum dalam pemberantasan mafia pelabuhan.
Jaksa Agung Burhanuddin telah memerintahkan jajaran Kejaksaan yang wilayah hukumnya terdapat fasilitas pelabuhan segera bergerak melakukan operasi intelijen guna pemberantasan mafia pelabuhan.
“Tindak tegas jika ada indikasi oknum aparat yang terlibat dan menjadi mem-backing para mafia pelabuhan,” katanya saat memberikan pengarahan dalam kunjungan kerjanya di wilayah Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Jumat (12/11).
Pernyataan Jaksa Agung itu merespons pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Panjaitan tentang pemberantasan mafia pelabuhan.
Burhanuddin menegaskan Kejaksaan saat ini juga fokus pada pemberantasan mafia pelabuhan.
“Mafia pelabuhan telah menyebabkan tingginya biaya logistik di pelabuhan, hal ini dapat menghambat proses bisnis dan investasi serta memiliki efek domino yaitu minat investor menjadi rendah, sehingga lapangan pekerjaan berkurang dan menekan daya beli masyarakat,” ujarnya.
Menurut Burhanuddin, biaya logistik di pelabuhan Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan biaya logistik di pelabuhan China sekitar 15% dan Malaysia yang hanya 13%.
Tingginya biaya logistik tersebut tidak terlepas dari faktor belum efektifnya kegiatan sistem bongkar muat di pelabuhan serta adanya indikasi mafia pelabuhan yang semakin mempekeruh keadaan.
“Pemerintah Pusat meminta kepada Kejaksaan untuk memonitor dan menindak tegas para mafia pelabuhan,” kata Jaksa Agung.(am)