JAKARTA,Logistiknews – Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), mengungkapkan upaya Pemerintah RI melalui Kementerian terkait dalam menekan laju importasi baja, sudah cukup efektif.
Upaya Pemerintah itu juga didorong melalui langkah strategis program substitusi impor yang bertujuan meningkatkan produktivitas dan daya saing industri di tanah sehingga dapat menumbuhkan perekonomian nasional.
“Target substitusi impor di sektor industri logam kami nilai saat ini dapat tercapai dengan dukungan instrumen kebijakan dan program pendukung yang efektif dari Kementerian Perindustrian,” ujar Wakil Ketua Umum BPP GINSI bidang Kepelabuhanan dan Logistik, Erwin Taufan, pada Jumat (21/1/2022).
Dia mengungkapkan, saat ini aktivitas sektor industri baja nasional mulai bangkit kembali bahkan pada tahun 2021 utilisasi industri logam didalam negeri mengalami pemulihan.
Taufan mengatakan berdasarkan data Direktorat Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian, target substitusi impor di sektor industri logam saat ini dapat tercapai. Bahkan target penurunan nilai impor pada tahun 2021 sebesar 22% dapat dicapai. Realisasi penurunannya adalah 24,98% (dari baseline tahun 2019).
Dengan berdasarkan data tersebut, imbuh Taufan, pencapai atau success story pada tahun 2021, selain kenaikan investasi, substitusi impor, dan adanya pertumbuhan sektor industri logam di dalam negeri.
“Jadi kalau ada pihak-pihak apalagi perusahaan plat merah yang selama ini telah memperoleh berbagai kemudahan fasilitas ekspor logam maupun besi dari negara, namun industrinya tidak bisa berkembang optimal seharusnya janganlah mencari kambing hitam. Sebab industri swasta nasional yang lainnya juga mau bangkit dan berkembang,” ucapnya.
Ekspansif
Meskipun tantangan covid 19 masih belum berakhir, dibanding tahun 2020 kinerja industri nasional cukup menggembirakan dengan indikasi rata-rata Purchasing Manager Index (PMI) selama 2021 menunjukkan angka ekspansif diatas 50.
Hal ini juga ditunjukkan dengan kinerja sektor industri logam dan baja yang juga mengalami pertumbuhan positif selama tahun 2021.
BPS mencatat di kuartal III sektor industri logam dengan HS 72-73 ini mampu tumbuh diatas 9,82 persen.
Kinerja ini juga didukung ekspor produk baja hingga November 2021 mencapai 19,6 USD dan surplus 6,1 Miliar USD dibanding jumlah impor baja di Indonesia.
Menurut Budi Susanto, Direktur Industri Logam, Ditjen ILMATE Kemenperin, pertumbuhan positif sektor baja akibat upaya pengendalian yang dilakukan Pemerintah dengan smart supply demand yang diterapkan dengan berpihak ke industri baja nasional dari hulu, antara hingga hilir, meskipun di bulan November-Desember terjadi penyesuaian tata cara importasi yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan yaitu Permendag 20/2021 melalui single windows INSW.
Budi juga menyampaikan peningkatan kebutuhan baja ini didukung kebijakan PPnBM otomotif yang juga tumbuh hingga 27% di kuartal III tahun 2021 namun membutuhkan baja khusus untuk sektor otomotif yang belum bisa dipenuhi oleh pabrikan dalam negeri.
Pengaturan ini menjadi penting agar produk-produk yang sudah diproduksi di dalam negeri dapat dimaksimalkan dan hampir semua impor yang ada merupakan bahan baku untuk berbagai jenis industri.(am)