LOGISTIKNEWS.ID – Memaksimalkan digitalisasi, pengelola Cikarang Dry Port (CDP) akan menutup pelayanan loket manual secara fisik di faslitas CDP mulai awal 2024 menyusul telah tersedianya platform My CDP yang merupakan aplikasi berbasis IT untuk melayani pengguna jasanya.
Hal itu diungkapkan General Manager Operasional CDP Agus Utomo saat menjadi nara sumber pada diskusi yang diselenggarakan secara virtual pada Rabu (15/11/2023) diikuti para praktisi logistik, akademisi, maupun operator Pelabuhan.
Nara sumber lainnya yakni: Tanaka Budiman (Ketua Dewan Pakar Asosiasi Logistik Indonesia/ALI), dan Temmy Wikaningrum (Dosen Teknologi Lingkungan dari President University) dengan tema ‘Implementasi Smart Techhnology di Industri Logistik: Mendukung Keberlanjutan Lingkungan’.
“Rencananya, kita akan tutup loket fisik CDP di tahun depan dan mengalihkan semua layanan dokumen melalui digitalisasi lewat platform My CDP. Saat ini masuk masa transisi untuk hal itu,” ucap Agus.
Dia menjelaskan, dengan pemanfaatan smart technology di CDP saat ini, bisa menekan cost pengguna jasa hingga 40%, termasuk dari sisi angkutan truckingnya lebih efisien lantaran round trip truck bisa lebih optimal. Adapun saat ini throughput atau produktivitas CDP perharinya rerata mencapai 200-300 boks kontainer.
Agus Utomo menyampaikan, Smart Technology yang di implementasikan CDP sangat menopang kegiatan rantai pasok atau supply chain, sehingga transaksi lebih nyaman karena pergerakan logistik bisa di pantau real time dan tentunya mendukung keberlanjutan aspek lingkungan.
“Digitalisasi yang kami lakukan dengan tehnologi yang smart. Bagaimana meminimalisasi manual entry data. Misalnya kontainer yang masuk dari port of loading shanghai ketika di CDP data tidak perlu diinput lagi (pertukaran data) dan sudah interkoneksi antarsistem. Intinya semua inovasi digitalisasi yang kami lakukan juga berujung pada keberlanjutan lingkungan,” paparnya.
Agus mengungkapkan saat ini sudah lebih dari 20 shipping line yang terkoneksi system digital dengan CDP, termasuk juga lima operator terminal peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Selain itu terintegrasi dengan 200-an armada trucking yang bisa dilacak secara real time keberadaannya termasuk juga bisa memantau kelakuan drivernya.
Dia mengatakan Platform My CDP juga akan dikembangkan mengakomodir kepentingan para pemilik barang, gudang dan depo empty saat pihak importir telah selesai mendelivery kontainernya ke gudang. “ Saat importir sudah deliver kargonya ke gudang mereka, maka kontainernya statusnya menjadi empty container dan jika hendak ada yang menggunakan kembali container tersebut maka ada layanan lift 0n dan lift off (Lo-Lo). Disinilah perlu adanya komunikasi antara pemilik barang (pengguna container), shipping line dan Depo. Melalui platform My CDP itu maka komunikasi tersebut akan terhubung,” jelas GM Operasional CDP.
Green Logistik
Pada kesempatan yang sama, Tanaka Budiman (Ketua Dewan Pakar Asosiasi Logistik Indonesia/ALI), dan Temmy Wikaningrum (Dosen Teknologi Lingkungan dari President University) menjelaskan bahwa implementasi Smart Tehnologi pada Industri Logistik tidak bisa dihindari dalam untuk menghasilkan layanan logistik yang ramah lingkungan. Namun, penggunaan smart tehnologi mesti berdampak pada produktivititas layanan logistik yang lebih baik.
“Bagaimana tanggung jawab kita mengubah hasil kegiatan logistik menjadi ramah lingkungan karena rata-rata industri besar telah mengembangkan tehnologi inhouse nya sendiri,” ujar Tanaka.
Dia mengatakan, pemanfaatan tehnologi sudah sangat advance saat ini tetapi penerapan tehnologi untuk kegiatan logistik menggunakan smart tecdhnologi masih minim, bahkan masih banyak yang gunakan padat karya.
“Masih banyak trucking penyumbang polusi yang beroperasi di jalan, dan gudang penyimpan logistik yang cenderung semerawut dan tidak laik pakai, kotor dan sebagainya. Kondisinya tidak perhatikan keakurasian dan sangat manual sekali seperi di layanan pasar tradisional,’ tegasnya.
Karenanya, untuk menyongsong green logistik, imbuh Tanaka, banyak hal yang bisa dimulai yakni terhadap kegiatan gudang, shipping dan lainnya, termasuk memulai lakukan aadaptasi dengan SDM yang mumpuni atau melek IT.
“Juga diperlukan kompetensi SDM yang mau belajar dan inovatif. Penting juga bagaimana upaya kita mereduksi kegiatan-kegiatan yang tidak membuat nilai tambah, serta memangkas birokrasi/aturan yang tak sesuai,” jelasnya.
Disisi lain, Tanaka mengakui bahwa penyedia platform digital untuk memperoleh biaya logistik yang lebih murah saat ini, cukup banyak yang mengarah pada smart logistic, just in time dan sebagainya.
Sedangkan, Temmy Wikaningrum menyoroti implementasi smart technologi yang pada penggunaannya harus berdampak pada produktivititas serta sustainable logistic.
“Kalau dari sisi lingungan ada dua pendekatan terkait kegiatan industri logistik, yakni manajemen dan ennginering. Sebagaimana kita tahu sustainable atau keberlanjutan sangat penting termasuk di sektor logistik. Kalau projek ekonominya bagus tetapi tidak diterima secara sosial kemasyarakatan (lingkungannya) maka kegiatan logistik itupun berpotensi menjadi masalah,’ ucapnya.
Temmy mengatakan, green logistic juga mesti mempertimbangkan dampak lingkungan sekaligus mempertimbangkan efisiensi biaya.
“Misalnya, dengan tehnologi pengangkutan yang lebih singkat dan hemat biaya. Kemudian pemilihan moda transportasi yang tepat apakah via darat, laut atau udara dengan mempertimbangan jarak dan tujuan. Lalu evaluasi disisi pergudangannya maupun soal kompetensi SDM logistik serta sopir truk logistiknya agar penggunaan armadanya optimal dan tidak boros bahan bakar saat operasional,” ujar Temmy.[redaksi@logistiknews.id]