LOGISTIKNEWS.ID- Dewan Pemakai Jasa Angkutan Indonesia (Depalindo) dan Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) menyoal aturan pembatasan atau larangan operasional angkutan barang dan logistik terutama terhadap ekspor menjelang dan pasca Lebaran 2025/Idul Fitri 1446 Hijriah.
Selain kontraproduktif dengan semangat dalam mendukung pertumbuhan perekonomian nasional yang dicanangkan Pemerintahan Prabowo-Gibran sebesar 7-8%, aturan yang dituangkan melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) itu juga berpotensi melemahkan kinerja ekspor nasional dan menimbulkan high cost logistik.
Ketua Umum Depalindo yang juga Sekjen DPP GPEI Toto Dirgantoro, menyayangkan adanya SKB itu sekaligus mendesak instansi terkait untuk merevisinya atau meninjau ulang lantaran aktivitas logistik lainnya seperti pelabuhan, hinterland (industri)-nya tetap berkegiatan.
“SKB itu kami sayangkan karena kontraproduktif dengan target pertumbuhan ekonomi nasional yang telah dicanangkan Presiden Prabowo yakni 7-8%. Sebelumnya, Depalindo dan GPEI juga sudah secara resmi memberikan masukan agar jangan sampai ada hambatan pada aktivitas logistik terutama ekspor yang notabene menghasilkan devisa negara,” ujar Toto, melalui keterangan resmi-nya yang diterima Logistiknews.id, pada Selasa malam (11/3/2025).
Dia menegaskan jika aturan pembatasan operasional sesuai SKB itu tetap dipaksakan justru akan memunculkan praktik bisnis kurang sehat seperti permohonan pengajuan dispensasi dilapangan yang pada akhirnya pengangkutan muatan ekspor dari pabrik ke pelabuhan mesti memenuhi berbagai persyaratan tertentu, seperti memakai jasa kawalan yang ujung-ujungnya bisa mendongkrak biaya logistik ekspor.
“Mumpung masih ada waktu, karenanya Depalindo meminta SKB itu ditinjau ulang demi kelancaran arus barang dan logistik saat libur Lebaran. Jikalaupun ada pembatasan/larangan angkutan barang cukup bisa dilakukan pada H-1 hingga H+2 Lebaran,” tegas Toto.
Adapun beleid pembatasan operasional angkutan barang itu tertuang dalam Keputusan Bersama (SKB) antara Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Dirjen Perhubungan Laut, Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Direktur Jenderal Bina Marga yang ditandatangani pada 6 Maret 2025 tentang Pengaturan Lalu Lintas Jalan serta Penyeberangan Selama Masa Arus Mudik dan Arus Balik Angkutan Lebaran Tahun 2025/1446 Hijriah.
Sebagaimana SKB itu, bahwa mobil barang dengan tiga sumbu atau lebih, kereta tempelan atau kereta gandengan, serta mobil barang yang digunakan untuk pengangkutan hasil galian (tanah,pasir,batu) dan hasil tambang dan bahan bangunan seperti besi, semen, kayu, dibatasi operasionalnya pada musim Lebaran/Idul Fitri tahun ini.
Dalam aturan tersebut, ditegaskan Pembatasan Angkutan Barang mulai sejak 24 Maret s/d 8 April 2025, atau sekitar dua pekan.
Namun aturan tersebut dikecualikan terhadap angkutan barang yang mengangkut Hantaran Uang, Logistik Pemilu, Pakan Ternak, BBM atau BBG, Sepeda Motor Mudik dan Balik Gratis, Keperluan Penanganan Bencana Alam, Pupuk.
Selain itu, terhadap bahan kebutuhan pokok seperti beras; tepung terigu/tepung gandum/tepung tapioka; jagung; gula; sayur dan buah–buahan; daging; ikan; daging unggas; minyak goreng dan mentega; susu; telur; garam; kedelai; bawang; dan cabai.
Clossing Time Ekspor
Toto mengungkapkan, disisi lain pada periode itu kegiatan pelabuhan atau sisi laut-nya seperti aktivitas layanan kapal dan bongkar muat barang tetap berjalan.
Maka dari itu, imbuhnya, kegiatan sisi daratnya (angkutan) juga idealnya tetap bisa beroperasi untuk menghindari eksportir terkena batas akhir waktu pengapalan atau closing time, juga mengingat kondisi industri nasional yang sedang berat, serta mengingat target peningkatan ekspor sesuai harapan Pemerintah.
Toto mengatakan, mestinya diberikan solusi agar kegiatan ekspor tetap berjalan serta tidak dibatasi dan tetap di ijinkan, dan hanya di atur rute jalan-nya saja serta jam operasionalnya meskipun tidak melalui akses tol tetapi tetap bisa lewat akses arteri atau alternatif.
Apalagi, kata dia, area hinterland (industri pemdukungnya) dari suatu pelabuhan umumnya tidak terlalu jauh jaraknya. Seperti halnya Pelabuhan Tanjung Priok yang selama ini didominasi hinterland Tanggerang, Bogor dan Bekasi (Jabodetabek), maupun Jawa Barat dan sekitarnya.
“Jadi mari sama-sama kita peduli terhadap kelangsungan dan pertumbuhan bisnis untuk menopang pertumbuhan ekonomi nasional tidak bertambah kritis, namun tetap memerhatikan (lewat harmoniasi regulasi) demi kenyamanan angkutan penumpang Lebaran atau Idul Fitri,” harap Toto.[am]