LOGISTIKNEWS.ID-Pelaku usaha pelayaran nasional yang tergabung dalam Indonesia National Shipowners Association Jakarta Raya (INSA Jaya) mengusulkan evaluasi penetapan Yard Occupancy Ratio (YOR) sebesar 65% yang digunakan sebagai ambang batas operasional terminal di pelabuhan Tanjung Priok.
Pasalnya, kebijakan ini, meskipun bertujuan mencegah kepadatan yang berdampak kemacetan, dalam praktiknya justru akan menimbulkan antrean kapal, keterlambatan sandar, hingga beban tambahan biaya bagi Perusahaan pelayaran.
“Ambang batas YOR 65%, perlu penyesuaian dengan realitas di lapangan,” ujar Sekretaris DPC INSA Jaya Mohamad Erwin Y. Zubir, melalui keterangan tertulis.yamg diterima Logistiknews.id, pada Kamis (15/5/2025).
Sebagaimana diketahui, batasan YOR 65% itu, sebelumnya sebagai upaya kontingensi plan KSOP Tanjung Priok guna menghindari terulangnya kemacetan luar biasa yang terjadi di kawasan pelabuhan tersibuk di Indonesia itu, belum lama ini
Namun, INSA Jaya memandang bahwa kebijakan ini perlu dikaji ulang, bukan untuk dihapuskan, tetapi disesuaikan dengan kondisi faktual pelabuhan secara holistik antara sisi laut dan sisi darat supaya tidak terjadi hambatan yang akan menimbulkan permasalahan baru.
Untuk itu, ujar Erwin, asosiasinya menyampaikan sejumlah rekomendasi antaralain; Revisi peran YOR menjadi alat evaluasi internal terminal, bukan batasan pelayanan kapal. Selain itu, YOR terupdate dari Pelabuhan Tanjung Priok karena data YOR terakhir diterbitkan oleh Dirjen Hubla pada tahun 2016.
Kemudian, membentuk tim evaluasi bersama dengan dukungan otoritas pusat dan stakeholder lokal. Serta, implementasi sistem digital YOR & slot sandar real-time, yang dapat digunakan bersama untuk perencanaan operasional dan kebijakan pelabuhan.
“Kami (INSA Jaya) juga akan menyerahkan rekomendasi resmi kepada DPP INSA dan Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub untuk menyesuaikan regulasi YOR secara nasional,” ucap Erwin.
Dia menyebutkan, usulan evaluasi batasan YOR di Terminal Pelabuhan Tanjug Priok itu, merupakan.salah satu point pembahasan Rapat Koordinasi dan Evaluasi yang digagas oleh Dewan Pengurus Cabang Indonesian National Shipowners’ Association (DPC INSA) Jaya, yang turut dihadiri berbagai pemangku kepentingan strategis, termasuk Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Tanjung Priok, Manajemen Pelindo, Bea dan Cukai Tankug Priok.
Selain itu diikuti manajemen Teminal IPC TPK, TPK Koja, Jakarta International Container Teeminal (JICT), Adipurusa, Tangguh Samudera Jaya (TSJ), Mustika Alam Lestari (MAL), Perusahaan Pelayaran, dan Pengurus DPC Insa Jaya.
“Selain pembatasan pelayanan kapal akibat kebijakan Yard Occupancy Ratio (YOR) 65%. Juga terkait kontainer longstay. Sebab, dua isue itu telah berdampak langsung terhadap kelancaran arus logistik nasional dan operasional industri pelayaran domestik maupun internasional,” ucap Erwin.
Dia mengatakan, ketika kontainer kategori longstay ini terus tertahan, dampaknya menyebar luas seperti bottleneck distribusi barang, naiknya biaya logistik, keterlambatan distribusi, hingga terganggunya jadwal kapal dan pengiriman barang ke konsumen akhir.
Kolaboratif
Karenanya, INSA Jaya memandang penyelesaian dua isu ini tidak dapat dilakukan secara sektoral. Dibutuhkan pendekatan kolaboratif, responsif, dan berbasis data.
Kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, operator pelabuhan, dan masyarakat logistik adalah kunci utama dalam membangun pelabuhan yang modern, adaptif, dan efisien.
“Kami percaya bahwa Tanjung Priok bukan hanya pelabuhan, tapi simbol dari kekuatan logistik nasional. Bila kita berhasil mengatasi hambatan di sini, itu akan menjadi fondasi kuat untuk memperbaiki rantai pasok Indonesia secara keseluruhan,” jelas Erwin.[am]