LOGISTIKNEWS.ID- Badan Pusat Statistik (BPS) telah menerbitkan aturan terbaru yakni Peraturan BPS No 7 Tahun 2025 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI).
Beleid yang di tandatangani Kepala BPS Amalia Adiningar pada 17 Desember 2025 itu, sekaligus menegaskan bahwa memberikan waktu selama enam bulan kepada badan usaha untuk melakukan penyesuaian dengan KBLI 2025, setelah peraturan tersebut berlaku. Dengan begitu KBLI tahun 2020 juga telah dinyatakan tidak berlaku lagi.
Namun kalangan pelaku usaha logistik justru resah dan menyoroti beleid KBLI 2025 terbaru itu, lantaran perubahan kebijakan terkait peraturan ini juga tidak pernah melibatkan pelaku usaha yang bergerak di industrinya, termasuk sektor logistik.
Pasalnya, dengan adanya aturan KBLI terbaru dari BPS itu maka jasa pengurusan transportasi atau JPT berubah KBLI-nya dari 52291 menjadi 52311, sementara KBLI Multimoda dari 52295 menjadi 52291.
Selain itu, pengelompokan KBLI di peraturan baru ini juga dinilai akan semakin mempersulit kegiatan layanan logistik terpadu (integrated logistics service) bagi pelaku lokal.
“Hal ini akan berdampak bagi badan usaha untuk melakukan penyesuaian perijinan usaha dan kegiatan usahanya, sangat tidak tepat dalam situasi saat ini dimana pemerintah sedang mendorong pertumbuhan kinerja pemerintah dan swasta,” ujar Sekjen DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Trismawan Sanjaya, kepada Logistiknews.id, pada Selasa (23/12/2025).
ALFI juga melihat bahwa KBLI 2025 yang dirilis BPS tersebut juga akan berdampak semakin berat terhadap daya saing pelaku nasional dengan pelaku usaha asing.
Trismawaan mengungkapkan, selama ini KBLI 52291 dianggap beresiko tinggi sehingga terkena aturan single purpose license (perijinan usaha KBLI tunggal) dan terbuka 100% investasi asing di KBLI ini maka dengan peralihan kebijakan baru peraturan BPS No. 7 tahun 2025 tentang klasifikasi baku bidang usaha, bahwa semakin terbuka lebar bagi pelaku asing untuk kuasai pasar logistik dalam negeri.
Lemahkan Logistik Lokal & UMKM
Oleh karenanya ALFI berharap pemerintah dapat lebih bijaksana untuk menerapkan kebijakan peraturan ini agar tidak semakin melemahkan pelaku lokal dan mematikan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) Logistik dan Forwarder di daerah daerah seluruh wilayah Indonesia.
“Kebijakan terkait peraturan KBLI 2025 ini juga tidak melibatkan pelaku usaha yang bergerak di industrinya. Sedangkan disisi lain, bahwa peraturan teknis untuk melakukan kegiatan multimoda saat ini sangat memberatkan bagi pelaku usaha secara umum, sehingga didominasi oleh perusahaan besar dan asing saja,” ucap Trismawan.
Dia juga mengatakan, untuk bisa melakukan penyesuaian KBLI 2025 hanya bisa dilakukan dengan cara melakukan perubahan Pasal 3 Anggaran Dasar Perseroan mengenai Maksud dan Tujuan, dan perubahan tersebut dilakukan di Notaris yang kemudian di input di Sistem Layanan Administrasi Hukum Umum (AHU) dan OSS.
OSS adalah singkatan dari Online Single Submission, yaitu sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik di Indonesia untuk mempermudah pelaku usaha mengurus berbagai izin usaha dari pemerintah pusat dan daerah dalam satu platform tunggal secara online.
Adapun dampak terhadap perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (JPT) dengan adanya KBLI 2025 ialah perubahan kode KBLI dari semula 52291 menjadi 52311.
Namun, ungkap Trismawan, sampai dengan saat ini belum ada pengumuman resmi dari Kementerian Hukum maupun Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengenai perubahan KBLI 2025 pada sistem AHU dan OSS.
Tetapi, ujarnya, sistem AHU dan OSS sampai dengan hari ini masih belum mengupdate KBLI 2025, jadi pada sistem mereka masih menggunakan KBLI yang lama yakni KBLI 2020.
“Akibatnya, untuk melakukan penyesuaian KBLI 2025, Perseroan atau badan usaha masih harus menunggu sampai ada pengumuman resmi dari Kementerian Hukum dan BKPM mengenai perubahan Kbli 2025 pada sistem AHU dan OSS tersebut,” ucap Trismawan.[am]













