LOGISTIKNEWS.ID – Pembenahan infrastruktur pelabuhan di Indonesia terus dilakukan oleh Pemerintah melalui instansi terkait. Tujuannya selain mempercepat layanan juga mewujudkan efisiensi biaya logistik.
Bahkan pada tahun 2023 mendatang, disebut-sebut untuk semua fasilitas Terminal Peti Kemas di Pelabuhan atau tempat penimbunan sementara (TPS) lini 1 di pelabuhan bakal diwajibkan memiliki atau mengoperasikan alat pemindai peti kemas atau X-ray guna mendeteksi barang impor maupun ekspor.
Wakil Ketua Bidang Logistik dan Transportasi KADIN DKI Jakarta, Widijanto mengemukakan, penggunaan alat pemindai peti kemas ekspor impor berbasis IT (informasi dan teknologi) merupakan langkah maju dalam sistem layanan pelabuhan di Indonesia.
“Namun tentunya juga harus memerhatikan kecepatan layanannya, jangan sampai barang mengantre untuk dilakukan X-ray. Dan yang paling penting adalah itu sifatnya service (pelayanan) demi meningkatkan performance pelabuhan atau terminal peti kemas sehingga tidak berbayar,” ujar Widijanto yang juga Wakil Ketua Umum DPP ALFI bidang Kepabeanan dan Kepelabuhanan itu, kepada Logistiknews.id, pada Selasa (22/11/2022).
Widijanto juga mengingatkan penggunaan alat X-ray untuk pemindai peti kemas juga harus mempertimbangan kepentingan pengguna jasa, terutama jika layanan itu menimbukkan biaya tambahan.
Dia mengemukakan, sesuai aturan yang ada bahwa pemeriksaan fisik peti kemas saat ini hanya dilakukan terhadap peti kemas impor kategori jalur merah (behandle).
Diketahui, bahwa mulai terhitung 25 April 2022, kriteria jalur kuning dalam pemeriksaan barang impor ditiadakan.
Hal itu sebagaimana diatur melalui Perdirjen Bea Cukai No. PER-02/BC/2022 tanggal 21 April 2022. Beleid yang ditandatangani Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu, Askaloni itu mulai diberlakukan pada 25 April 2022.
Widijanto menegaskan, sesuai beleid itu, sekaligus menegaskan bahwa tidak ada lagi penetapan jalur kuning dalam pemeriksaan fisik barang impor, tetapi hanya dua kategori jalur yakni, Jalur Merah dan Hijau.
Adapun kategori importasi jalur hijau yakni proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan tidak dilakukan penelitian dokumen oleh pejabat dan tidak dilakukan pemeriksaan fisik (behandle) sebelum Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
Sedangkan importasi jalur merah adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik (behandle) serta penelitian dokumen sebelum penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
Perdirjen Bea Cukai No.PER-02/BC/2022 itu merupakan perubahan kelima atas Perdirjen-16/BC/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai.
Dalam aturan itu, khususnya pada pasal 24 ayat 2 disebutkan jalur pengeluaran barang impor yakni jalur Merah dan jalur Hijau.
Ekspor Impor
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) nilai ekspor Indonesia pada Oktober 2022 mencapai US$24,81 miliar atau naik 0,13 persen dibanding ekspor September 2022. Dibanding Oktober 2021 nilai ekspor naik sebesar 12,30 persen.[am]
Adapun ekspor nonmigas Oktober 2022 mencapai US$23,43 miliar, turun 0,14 persen dibanding September 2022, sementara itu naik 11,45 persen jika dibanding ekspor nonmigas Oktober 2021.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–Oktober 2022 mencapai US$244,14 miliar atau naik 30,97 persen dibanding periode yang sama tahun 2021. Sementara ekspor nonmigas mencapai US$230,62 miliar atau naik 30,61 persen.
BPS juga mencatat, nilai impor Indonesia Oktober 2022 mencapai US$19,13 miliar, turun 3,40 persen dibandingkan September 2022 atau naik 17,44 persen dibandingkan Oktober 2021.[am]