JAKARTA – Saat ini, bisnis angkutan barang mengalami banyak tantangan yang dinamis, seiring dengan kebijakan larangan truk obesitas atau over dimension dan over load (ODOL).
Kondisi infrastruktur jalan yang semakin banyak dan bagus khususnya jalan Tol, juga berdampak pada produktivitas bisnis jasa angkutan Truk.
Olehkarenanya, para pelaku usaha Truk harus merubah orientasi jasa angkutan dari daya angkut banyak kepada orientasi kecepatan pengiriman barang yang cepat (speed).
Namun sayangnya, biaya di ruas-ruas Tol tertentu yang menjadi penopang jalur distribusi barang justru dianggap mahal ketimbang melalui jalur arteri biasa lantaran selisih biayanya dianggap terlampau besar.
Salah satu yang disoroti oleh pengusaha truk adalah pada ruas jalan Tol Jakarta-Pasuruan.
Pasalnya, jika harus melewati jalan Tol untuk angkutan barang (kendaraan golongan II), maka kocek yang mesti dikeluarkan setiap Truk mencapai Rp.2.646.750 dengan rincian biaya Bahan Bakar Minyak (BBM) Rp.1.622.250 dan biaya Tol Rp.1.024.500. Sedangkan jika melalui jalur Arteri/biasa, operasional Truk hanya merogoh kocek Rp.2.255.700 per sekali jalan.
“Ini artinya, biaya operasional Truk via Tol lebih mahal Rp. 391.050, jika dibandingkan via Arteri,” ujar Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan, pada Minggu (21/3/2021).
Oleh sebab itu, kata dia, asosiasinya merekomendasikan kepada pihak terkait dan pengelola jalan Tol di ruas tersebut untuk menurunkan biaya Tol lantaran Truk akan masuk TOL apabila tarif Tol maksimal sama dengan selisih biaya BBM (Arteri-Tol).
Sedangkan untuk kendaraan golongan III pada ruas Tol Jakarta-Pasuruan juga terdapat selisih biaya signifikan jika Truk melintasi jalan Arteri yakni Rp.389.150,-(lihat tabel).
Gemilang mengatakan, sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan mahalnya biaya logistik di Indonesia, dan salah satunya adalah biaya operasional trucking via Tol.(Lognews)
