JAKARTA,Logistiknews – Pebisnis logistik menyampaikan persoalan eksportasi RI yang dipicu kelangkaan (shortage) kontainer sekarang ini tidak lagi menjadi isu sentral, namun lebih dipengaruhi keterbatasan space kapal di pelayaran global (MLO) yang terjadi sejak Oktober tahun lalu hingga kini.
Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi, mengatakan akibat keterbatasan space kapal (mother vessel) tujuan berbagai pelabuhan utama dunia itu menjadi salah satu variable fluktuasi ongkos angkut pengapalan atau freight.
“Saat ini yang sangat terkena akan kenaikkan freight itu untuk ekspor kita seperti komoditi furniture, tekstil, makanan minuman, sedangkan untuk automotif dan elektronik relatif masih aman. Hal itu berdasarkan hasil survey kegiatan ekspor di beberapa negara di ASEAN untuk tujuan Amerika Serikat dan Europe sama,” ujar Yukki kepada Logistiknews.id, pada Minggu (16/1/2022).
Oleh karena itu, imbuhnya, perlu di dorong polanya ke CIF atau Cost, Insurance, and Freight dalam melakukan kegiatan ekspor. CIF menjadi salah satu metode pembayaran dagang internasional saat para pelaku bisnis internasional melakukan transaksi ekspor impor.
Meskipun demikian, kata Yukki, ALFI mencatat telah terjadi kenaikkan eksportasi nasional pada tahun lalu (2021) khususnya terhadap tiga jenis komoditi tersebut dan indikator ini dapat terlihat di tiga Pelabuhan Utama di pulau Jawa yakni Tanjung Priok Jakarta, Tajung Mas Semarang Jawa Tengah dan Tanjung Perak Surabaya Jawa Timur.
Selain fluktuasi freight ekspor tujuan Amerika Serikat, hal yang sama juga masih dialami untuk tujuan Shanghai, Tiongkok dan bahkan diprediksi masih akan terjadi sampai dengan Chinese New Year.
“Fluktuasi freight ekspor kedua negara tujuan itu saat ini cenderung menjadi harga patokan. Dan yang paling dikhawatirkan dengan fluktuasi freight untuk tujuan AS ini tidak kompetitifnya produk ekspor kita. Namun hal ini dirasakan bukan oleh Indonesia saja tetapi hampir seluruh negara di dunia yang bisa berdampak pada kontraksi ekonomi global, ditambah hantaman belum berakhirnya Pandemi Covid-19 saat ini lantaran varian baru Omicron,” jelas Yukki.
Kendati begitu, Yukki mengatakan persoalan keterbatasan space kapal petikemas ini harus terus dicarikan solusinya karena telah mendorong fluktuasi freight yang sangat ekstrim pada sejumlah rute pengiriman internasional dan mengakibatkan kenaikan harga logistik.
“Pemberian subsidi kepada eksportir perlu dilakukan oleh Pemerintah RI, khususnya terhadap komoditas yang memiliki daya saing tinggi sehingga mampu mengubah cara pembayaran ekspor dari FOB menjadi CIF dan memiliki bargaining terhadap buyer di luar negeri. Selain itu mendorong main line operator (MLO) secara berkesinambungan melakukan repositioning (repo) kontainer kosong yang masih tertahan pada beberapa tempat di pelabuhan luar negeri,” ungkap Yukki.
Komitmen Pelayaran
Sementara itu, perusahaan pelayaran global, Mediterranean Shipping Company (MSC) berkomitmen untuk selalu menyediakan kontainer bagi kebutuhan para eksportir di Indonesia.
Hal tersebut diungkapkan Managing Director Mediterranean Shipping Company (MSC) Indonesia Dhany Novianto saat dimintai pendapatnya menyusul masuknya ribuan boks kontainer kosong atau empty melalui pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, baru-baru ini.
“Namun mengenai ongkos angkut pengapalan atau freight-nya saya tidak bisa berspekulasi karena masih banyak faktor antara lain kongesti di pelabuhan utama di dunia masih berlangsung,” ujar Danny.
Dia menjelaskan, persoalan kelangkaan kontainer seharusnya sudah tidak lagi menjadi issue lantaran persoalan utamanya adalah bukan kelangkaan kontainer melainkan kongesti di beberapa pelabuhan utama di sejumlah negara di dunia imbas Pandemi Covid-19 saat ini.
Danny juga pernah menyampaikan bahwa tidak ada masalah dengan kelangkaan kontainer di Indonesia saat ini. “Kontainer ada di Indonesia, justru yang masalah adalah ruang kapal (spacenya) di mother vessel,” ucapnya.
MV MSC Tianshan
Sebagaimana diberitakan, Pelabuhan Tanjung Priok kedatangan kapal terbesar MV MSC Tianshan yang sandar di Terminal 3, IPC Terminal Petikemas, pada Kamis (13/1/2022)
Kapal Terbesar, dengan LOA 334 Meter tersebut diageni oleh PT Perusahaan Pelabuhan Nusantara Panurjwan, dan membongkar 1.702 boxes atau sekitar 3.394 Twenty Foot Equivalent Units (TEUs) dan akan memuat 103 boxes atau sekitar 2.442 Tonase.
Kapal MV MSC Tianshan bertolak dari Umm Qasr Port, Irak dengan tujuan Qingdao, China.
Menurut Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, Capt Wisnu Handoko, ship call MV. Tianshan bisa menjawab kondisi kelangkaan kontainer yang terjadi akhir-akhir ini.
Wisnu berharap agar para eksportir dapat memanfaatkan ketersediaan kontainer ini dengan baik untuk melakukan pengiriman muatan.
“Disisi lain, bagi pihak pelayaran untuk menjaga biaya freight tetap kompetitif sehingga tidak menambah beban biaya logistik serta bisa menarik minat para shipper,” ujar Capt Wisnu.(am)