Angsur Peti Kemas kudu Behandle Lelet, Pebisnis Desak Optimalkan X-Ray

  • Share
Truk Logistik Pengangkut Peti Kemas saat melintasi Alat Pemindai Kontainer yang di operasikan Bea dan Cukai Tanjung Priok di fasilitas TPFT Graha Segara.-photo:Logistiknews.id/Akhmad Mabrori

LOGISTIKNEWS.ID- Pebisnis mengeluhkan lambannya kegiatan angsur peti kemas impor kategori jalur merah yang wajib dilakukan pemeriksaan fisik dilokasi TPFT pelabuhan Tanjung Priok, meskipun dokumen yang diterbitkan oleh Bea dan Cukai setempat kini justru sudah cepat.

“Untuk menunggu angsur (relokasi) peti kemas jalur merah yang mesti di periksa fisik itu bisa memakan waktu lebih dari 7 hari. Kondisi ini menyebabkan pemilik barang impor harus menangung biaya storage dan demurage tambahan,” ujar Ketua Bidang Transportasi dan Logistik Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Widijanto, kepada Logistiknews.id, disela-sela mengikuti Musyawarah Provinsi KADIN DKI Jakarta, pada Senin (12/8/2024).

Dia menjelaskan, berdasarkan informasi yang diperolehnya bahwa lambanya kegiatan angsur peti kemas kategori jalur merah itu, disebabkan terbatasnya armada truk untuk kegiatan relokasi tersebut, hingga ketidaksiapan longroom pemeriksaan barang.

Untuk itu, KADIN DKI Jakarta mendesak agar penggunaan alat pemindai peti kemas atau Hi-Co Scan (X-Ray) peti kemas di maksimalkan, dan jika kondisi di tempat pemeriksaan fisik terpadu (TPFT) padat, maka pengelola terminal peti kemas (lini satu pelabuhan) dapat menyediakan areal khusus untuk pemeriksaan peti kemas jalur merah tersebut.

“Kalau gak mau pakai Hi-Co Scan yang tersedia, bisa di behandle di tempat asal dan terminal peti kemas mesti siapkan area kosong. Kita dukung Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok untuk melakukan itu,” ucap Widijanto.

Menurutnya, meskipun proses dokumen yang diterbitkan Bea dan Cukai saat ini relatif sudah lebih cepat, tetapi jika angsur peti kemas-nya ke lokasi pemeriksaan lambat, maka kondisi di terminal peti kemas akan alami kepadatan dan berpotensi stagnasi.

“Yang mau Saya tegaskan disini, bahwa kegiatan ini tidak hanya mengandalkan kecepatan yang dilakukan oleh Bea dan Cukai saja, namun tentunya di lapangan juga perlu kesiapan longroom-ya, truk khusus untuk kegiatan penarikan (angsur petikemas), hingga tempat pemeriksaan barangnya di TPFT seperti apa,” papar Widijanto.

Ketua bidang Transportasi dan Logistik Kadin DKI Jakarta, Widijanto.

Dia juga menegaskan, pelaku usaha tidak keberatan jika harus membayar biaya untuk penggunaan Hi-Co Scan atau X-Ray peti kemas adalah untuk akselerasi layanan pengeluaran peti kemas impor, ketimbang terkena biaya storage, demorage dan lain-nya lantaran peti kemas lebih lama di pelabuhan.

Penyiapan HI-Co Scan atau X-Ray Peti Kemas ini sejalan dengan amanat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2020 Tahun 2020 tentang Kawasan Pabean dan Teknologi di sektor logistik dan pabean.

Bahkan, demi optimalisasi pemeriksaan barang dengan mengunakan alat itu juga telah diamanatkan melalui keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu nomor Kep-99/BC/2003 dan tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan/PMK No: 109/04/ tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.04/2017 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian atau Kesepakatan Internasional.

Widijanto mengatakan, penggunaan X-Ray untuk peti kemas impor jalur merah diyakini bisa lebih cepat ketimbang dilakukan secara manual, lantaran bisa lebih menghemat biaya dan waktu pemilik barang.

“Kami mendorong penggunaan X-Ray tersebut di optimalkan saja oleh regulator (Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok maupun Bea dan Cukai Tanjung Priok), karena secara tehnologi dan tehnis pengoperasiannya dilapangan kami lihat dan nilai sudah memadai sesuai dengan kondisi yang sekarang dibutuhkan oleh pemilik barang impor di pelabuhan Priok,” ucapnya.

Widijanto mengungkapkan, alat X-Ray tersebut juga dapat mengukur berat kendaraan dalam kondisi bergerak dan dilengkapi sensor, CCTV, lampu penerangan LED, dan lampu isyarat. Bahkan radiasi alat ini juga sangat terukur untuk setiap kontainer yang masuk ke alat tersebut.

“Apalagi alat seperti ini baru ada di Pelabuhan Tanjung Priok dan merupakan satu-satunya yang ada di Indonesia. Dengan penggunaan X-Ray itu maka keamanan masyarakat menjadi prioritas untuk dilindungi atas masuknya barang larangan dan pembatasan atau,” ujar Widijanto.

Berdasarkan catatan Redaksi, pada pertengahan Juli 2022, telah tersedia alat pemindai (X Ray) peti kemas pada tempat pemeriksan fisik terpadu atau TPFT Graha Segara, di kawasan  pabean Pelabuhan Tanjung Priok.

Penggunaan dan Pemanfaatan Alat Pemaindai Cargo Scanning Versi 1.4.0, itu hanya untuk percepatan layanan peti kemas importasi jalur merah.[redaksi@logistiknews.id]

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *