LOGISTIKNEWS.ID -Sejumlah isu menjadi sorotan redaksi sepanjang pekan ini (2 s/d 7 September 2024) yang sekaligus mendapat perhatian pembaca redaksi Logistiknews.id.
Antara lain; Ekspor Impor via JICT Naik yang beimbas pada meningkatnya produktivitas bongkar muat peti kemas (throughput) di terminal peti kemas tersibuk di Indonesia itu.
Selain itu, mengenai desakan pengusaha truk logistik agar PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) mampu menginisiasi pemangkasan tarif Jalan Tol Cibitung Cilincing (JTCC) yang dinilai mahal oleh operator trucking.
Kemudian, Konektivitas Transportasi dan Logistik, yang Perlu Kolaborasi Pemerintah Darrah dan pemangku kepentingan terkait. Berikut selengkapnya:
Peti Kemas JICT Tumbuh 100 Ribuan TEUs
Arus peti kemas melalui Jakarta International Container Terminal (JICT) selama periode Januari hingga Agustus tahun 2024 telah mencapai 1.470.642 twenty foot equivalent units (Teus) atau setara 947.628 bok
Pencapaian arus peti kemas selama delapan bulan pertama 2024 di terminal peti kemas tersibuk di Indonesia itu naik sekitar 8% (lebih dari 100 ribu Teus) jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat 1.370.814 Teus atau setara 884.887 bok.
Berdasarkan informasi yang diperoleh redaksi logistiknews pada Selasa (4/9/2024), pencapaian throughput peti kemas JICT selama periode delapan bulan pertama di 2024 itu berasal dari impor 788.137 Teus atau 513.811 bok, sedangkan ekspor-nya 682.504 Teus (433.817 bok).
Adapun pada periode yang sama tahun 2023 lalu, peti kemas impor-nya tercatat 774.771 Teus atau setara 487.330 bok dan ekspor-nya 628.043 Teus (397.557 bok).
Sedangkan arus kunjungan kapal yang dilayani di JICT selama periode Januari s/d Agustus 2024 tercatat 777 unit, atau turun signifikan dibanding periode yang sama tahun 2023 lalu sebanyak 904 unit.
Berdasarkan data tersebut, arus kapal melalui JICT kini didominasi kapal berukuran besar (mother vessel) dengan volume muatan peti kemas lebih banyak.
Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, Adil Karim berharap performance dan layanan JICT ke customernya sebagai terminal peti kemas berstandar global bisa terus ditingkatkan●
Pelindo Agar Inisiasi Pemangkasan Tarif Tol JTCC
Pengusaha Truk logistik, mendesak evaluasi tarif Jalan Tol Cibitung-Cilincing (JTCC) yang kini telah tersambung penuh dengan lima ruas jalan tol dalam jaringan Jakarta Outer Ring Road (JORR) 2.
Adapun jalan tol itu dibangun dan dioperasikan oleh PT Pelindo Solusi Logistik (Pelindo Group) melalui PT Cibitung Tanjung Priok Port Tollways (PT CTP Tollways).
Wakil Ketua Umum Angktutan Barang Pelabuhan DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gagan Eryana Gartika, mengatakan, asosiasinya telah melakukan survey internal kepada perusahaan anggota bahwa tarif Tol tersebut mahal.
“Makanya trucking enggan masuk Tol JTCC itu, lantaran selisih tarifnya dengan jalan arteri atau tol eksisting (Japek) bisa lebih 50%. Olehkarenanya, Pelindo mesti bisa menginisiasi agar tarif Tol tersebut bisa lebih murah, sehingga lebih optimal dimanfaatkan truk angkutan barang dan peti kemas,” ujar Gagan, kepada Logistiknews.id, pada Jumat (6/9/2024).
Dia mengatakan, Aptrindo bersedia berdiskusi dengan stakeholders terkait untuk mengoptimalkan fasilitas Tol JTCC itu, sepanjang tarifnya nantinya bisa lebih murah dari yang saat ini berlaku.
“Kalau fasilitas Tol itu jarang dimasuki angkutan barang, itu kan sama saja tidak fasilitas tersebut belum manfaat untuk kelancaran dan efisiensi logostik,” tegas Gagan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo juga telah mengingatkan bahwa, pembangunan dan perbaikan fasilitas infrastruktur di berbagai daerah memiliki sejumlah tujuan penting.
“Salah satunya yakni dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian wilayah khususnya dalam meningkatkan efisiensi transportasi dan konektivitas antarwilayah,” ujar Presiden saat meresmikan fasilitas infrastruktur berupa Jembatan Citanduy, Kota Banjar, pada akhir Agustus lalu.
Senior Consultant Supply Chain Indonesia (SCI) Sugi Purnoto, juga pernah mengatakan tarif jalan tol yang lebih kompetitif diyakni bisa memberikan efisiensi pada layanan logistik.
Namun sebaliknya, imbuhnya, tarif tol yang mahal justru mengerek biaya transportasi yang ujung-ujungnya membebani cost logistik.
Sugi mengatakan, JTCC sudah ditunggu banyak pihak cukup lama, termasuk industri transportasi dan logistik.
Sebab, imbuhnya, konektivitas jalan tol itu berdampak penting untuk aliran logistik, terutama untuk pengiriman ke wilayah selatan Jakarta sampai Bogor, Cianjur, Ciawi, dan Sukabumi yang selama ini tersentralisasi di akses simpang susun Cikunir dan JORR atau akses Halim, Cawang, dan Tol Jagorawi.
“Akses tol ini dapat mengurangi waktu tempuh antara 30-60 menit jika dibandingkan akses Cikunir dan Cawang. Jika tarif tol-nya kompetitif, maka efisiensi transportasi logistik bisa mencapai 30-50%,” ujar Sugi.
Dia memaparkan, efisiensi yang diperoleh jika tarif tol kompetitif yakni berasar dari penurunan biaya operasional, biaya perawatan (maintenance), utilisasi aset, serta peningkatan kecepatan (lead time) pengiriman dan penurunan risiko kecelakaan.
Disisi lain, bagi industri manufaktur, jalan tol tersebut akan memperlancar dan mempercepat proses pengiriman bahan baku (inbound), baik dari pelabuhan maupun pemasok lokal, juga pengiriman produk ke perusahaan-perusahaan pelanggan.
“Peningkatan akses dengan jalan tol itu, juga akan mendorong pembangunan dan pengembangan kawasan industri di dekat jalan tol dengan akses khusus,” paparnya.
Beberapa ruas tol telah mendukung keberadaan sejumlah kawasan industri seperti jalan tol Japek, Jagorawi, Jakarta-Tangerang, Jakarta-Merak, Surabaya-Malang, dan lain-lain.
Sugi mengungkapkan, bagi industri transportasi dan logistik, keberadaan jalan tol berpotensi meningkatkan utilisasi armada, karena waktu tempuh (lead time) pengiriman menjadi lebih cepat antara 30-50%.
“Biaya operasional dan biaya pemeliharaan armada-pun menjadi lebih efisien, karena akses tol memungkinkan armada berjalan dalam kondisi yang konstan dalam kisaran kecepatan 60-80 km/jam,” ucapnya.
Secara nasional, kata Sugi, keberadaan jalan tol akan mengurangi kepadatan lalu lintas di jalan nasional atau jalan arteri, seperti jalan pantura, jalan arteri Cikopo-Padalarang, dan jalan lintas Sumatra. Hal ini juga berdampak terhadap pengurangan biaya pemeliharaan jalan nasional.
Penggunaan jalan tol juga berpotensi menurunkan risiko kecelakaan karena pengurangan kontak armada transportasi dengan kendaraan roda dua dan lainnya.
“Karenanya, SCI mengusulkan tarif JTCC untuk semua golongan maksimal 20-30% lebih tinggi dari tol JORR,” tegasnya●
Konektivitas Transportasi dan Logistik, Kolaborasi Pemda & Stakeholders
Untuk mencapai pengembangan sistem transportasi dan logistik yang efektif dan terintegrasi diperlukan sinergi dan kolaborasi antar seluruh daerah maupun stakeholders.
Hal itu supaya terwujud konektivitas yang mampu menjangkau seluruh pelosok tanah air, bukan cuma di perkotaan, namun juga di pedesaan, pesisir, lembah dan pegunungan.
Demikian dikatakan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dalam acara Hub Talks “Paradigma Transportasi Online: Terintegrasi dan Berbasis Online”, yang menjadi salah satu rangkaian acara Hub Space 2024, di JIEXPO Kemayoran, Jakarta, pada Jumat (6/9/2024).
Untuk membangun transportasi di seluruh wilayah tanah air, lanjut Menhub, tentunya dibutuhkan kolaborasi dan kerja sama antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah serta seluruh pemangku kepentingan penyelenggara transportasi nasional.
Menhub berharap koordinasi ini dapat menjadi bagian dari keseharian yang dilakukan mulai dari tingkat kabupaten, kota, hingga ke pusat.
“Untuk itu, seluruh pemerintah daerah dan pusat perlu konsisten untuk menjalin sinergi yang baik,” ucap Menhub.
Dia menjelaskan, dalam 10 tahun terakhir ini, pembangunan transportasi sudah kental dengan Indonesia sentris.
“Kami diinstruksikan oleh Bapak Presiden Joko Widodo untuk tidak Jawa sentris, tapi melakukan pembangunan yang Indonesia sentris. Karena itu, mari seluruh Pemda turut berperan dalam pembangunan ini,” ajak Menhub.[redaksi@logistiknews.id]