LOGISTIKNEWS.ID – Pelaku bisnis yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Provinsi Jambi dan Asosiasi Forwarder dan Logistik Indonesia (ALFI) Jambi, mendorong optimalisasi Sabak Port atau Pelabuhan Muara Sabak – Jambi dapat segera berperan melayani kegiatan peti kemas.
Namun, ALFI maupun APBMI Jambi mengemukakan layanan tersebut bisa direalisasikan jika tarif angkut pengapalan maupun tarif angkutan daratnya (trucking) lebih efisien ketimbang melalui pelabuhan Talang Duku-Jambi.
“Kalau freight-nya bisa lebih murah ketimbang di Pelabuhan Talang Duku, kemungkinan besar pemilik barang mengalihkan kegiatannya peti kemas-nya ke pelabuhan Muara Sabak,” ujar Ketua ALFI Provinsi Jambi, Yoga Adhitiya Kurniawan dan Ketua Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Provinsi Jambi, M. Ihsan Syafitri, saat ditemui di Jambi, pada Senin malam (25/11/2024).
Keduanya berpendapat untuk mendongkrak kinerja ekspor impor dan logistik di Jambi, maka diperlukan pelabuhan Samudera berkelas Internasional sebagai pintu ekspor impor Provinsi Jambi, dan hal ini hanya bisa diwujudkan melalui Muara Sabak.
ALFI maupun APBMI menilai, salah satu penyebab merosotnya aktivitas ekspor impor di pelabuhan Jambi saat ini lantaran ketatnya persaingan tarif angkut (freight) kapal pengangkut kargo/peti kemas dari dan ke Jambi yang lebih mahal ketimbang melalui pelabuhan Panjang Lampung, Palembang maupun Tanjung Priok Jakarta.
“Pelindo (Pelabuhan Indonesia) sebaiknya mulai memikirkan bagaimana memasang atau mendatangkan crane petikemas ke Muara Sabak,” ujar Ihsan.
Sedangkan Ketua ALFI Provinsi Jambi, Yoga Adhitiya Kurniawan, mengatakan tarif trucking dari dan ke Muara Sabak sudah pasti akan lebih mahal lantaran hinterland pendukung (industri maupun konsumsi) berada di Kota Jambi.
“Nah, agar Muara Sabak bisa efisien, maka untuk freight kapal mesti lebih murah karena volume peti kemas bisa diangkut lebih banyak menggunakan kapal ketimbang melalui Talang Duku yang hanya bisa menggunakan Tongkang akibat draft dan alurnya terbatas,” ujar Yoga.
Dia juga mengemukakan, salah satu penyebab lesunya ekspor via Jambi karena adanya kenaikan pajak ekspor terhadap salah satu komoditi yakni limbah sawit (turunan CPO) yang sebelumnya hanya 5% kini menjadi 40%.
Berdasarkan data IPC Terminal Peti Kemas (IPC TPK), pada Oktober 2024 tercatat kinerja IPC Terminal Petikemas Area Jambi sebesar 2.770 twenty foot equivalent units (TEUs), atau tumbuh 11% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar 2.490 TEUs.
Pencapaian arus petikemas pada Oktober 2024 itu lantaran meningkatnya volume petikemas Domestik pada komoditi Semen (175%), sejalan dengan peningkatan Pembangunan fasilitas public di kota Jambi (Mall dan Pusat Bisnis).
Selain itu, meningkatnya volume petikemas Internasional pada komoditi Coconut (221%) dan Palm Acid Oil (151%), dan adanya peningkatan permintaan Coconut dikarenakan permintaan dari China untuk diolah dijadikan tas dan permen sebagai souvenir.
Adapun kinerja IPC Terminal Petikemas Area Jambi selama Januari – Oktober 2024 tercatat sebesar 29.740 TEUs.
Akumulasi arus peti kemas selama 10 bulan pertama 2024 itu mengalami pertumbuhan 4,6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 28.430 TEUs.
Namun pencapaian throughput IPC TPK selama 10 bulan pertama tahun 2014 tersebut masih terdapat beberapa komoditas yang belum sesuai harapan seperti volume petikemas domestik pada komoditi Fertilizer (98%), Cement (87%) dan Rice (5%).
Kemudian, volume petikemas internasional pada komoditi Crumb Rubber (95%), Betelnut (86%), Wood Pellet (97%) dan Copra (40%). Selain itu, komoditi Wood Pellet dan Betelnut disebabkan kesulitan mendapatkan container dalam kondisi fisik yang baik.[am]