LOGISTIKNEWS.ID- Rangkaian Musyawarah Nasional (Munas) Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) ke IX yang gelar di Semarang Jawa Tengah (Jateng) pada 9-10 Desember 2024, secara aklamasi, kembali memilih Benny Soetrisno ssbagai Ketua Umum DPP GPEI periode 2024-2029, didampingi Toto Dirgantoro sebagai Sekjen.
Hal tersebut sesuai Surat Keputusan Munas ke IX GPEI No: 05/MUNAS-GPEI/12/2024 tentang Pengesahan Ketua Umum dan Skretaris Jenderal (Sekjen) DPP GPEI Masa Bakti 2024-2029 yang ditetapkan di Semarang Jawa Tengah pada 10 Desember 2024 yang ditandatangani oleh Pimpinan Sidang Pleno Munas IX GPEI Tahun 2024 Muhammad Hamzah (Ketua, Arief Pabettinggi (Sekretaris), dan Hendrik H Sitompul (Anggota)
Sebelum dlaksanakan Munas yang diikuti seluruh unsur DPD GPEI daerah, GPEI juga mengadakan Pra-Munas GPEI ke IX tahun 2024 dan Rakernas ke-1 ditempat yang sama pada Sabtu 7 Desember 2024 melalui kegiatan sosialisasi pelatihan ekspor untuk usaha mikro, kecil dan menengah atau UMKM di Jawa Tengah dan sekitarnya.
Sekitar 100 UMKM binaan di Jawa Tengah turut mengikuti sosialisasi pelatihan ekspor tersebut sekaligus dilaksanakan Pameran Produk UMKM dan business matching dengan buyer dari Amerika Serikat.
Kegiatan sosialisasi itu dibuka langsung Direktur Pengembangan Pasar dan Informasi Ekspor (P2IE) Kemendag Arief Wibisono.
“GPEI akan terus berupaya mengakselerasi pengembangan UMKM agar berorientasi ekspor dan berdaya saing global,” ujar Toto Dirgantoro.
Kemudian, pada Senin 9 Desember 2024 dilaksanakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) DPP GPEI yang didahului dialog interaktif dengan menghadirkan sejumlah narasumber kompeten antara lain; Dirut Subholding Pelindo Terminal Peti Kemas (SPTP) M Adji, serta dari Instansi Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu, Badan Karantina, dan HIMKI, dengan moderator DPD GPEI Kalimantan Timur.
Selain itu, dihadiri para kalangan eksportir dan undangan lainnya dan sejumlah instansi tetkait di Jawa Tengah.
Saat ini, Kepengurusan GPEI meliputi DPD GPEI DKI Jakarta, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Barat, Banten, Lampung, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulteng, Sulselbar, dan Papua.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, nilai ekspor impor pada Oktober 2024 mengalami kenaikan, dibanding bulan sebelumnya.
Nilai ekspor pada Oktober 2024 mencapai US$24,41 miliar, atau naik 10,69 persen dibanding September dan Impor Oktober 2024 senilai US$21,94 miliar, naik 16,54 persen dibanding September 2024.
Adapun ekspor nonmigas pada Oktober 2024 mencapai US$23,07 miliar, naik 10,35 persen dibanding September 2024 dan naik 11,04 persen jika dibanding ekspor nonmigas Oktober 2023.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–Oktober 2024 mencapai US$217,24 miliar atau naik 1,33 persen dibanding periode yang sama tahun 2023. Sejalan dengan total ekspor, nilai ekspor nonmigas yang mencapai US$204,21 miliar juga naik 1,48 persen.
Dari sepuluh komoditas dengan nilai ekspor nonmigas terbesar pada Oktober 2024, sebagian besar komoditas mengalami peningkatan, dengan peningkatan terbesar pada lemak dan minyak hewani/nabati sebesar US$1.046,5 juta (52,67 persen).
Sementara yang mengalami penurunan adalah logam mulia dan perhiasan/permata sebesar US$102,0 juta (14,46 persen).
Menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari–Oktober 2024 naik 3,75 persen dibanding periode yang sama tahun 2023, demikian juga ekspor hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan naik 23,78 persen, sedangkan ekspor hasil pertambangan dan lainnya turun 8,65 persen.
Ekspor nonmigas Oktober 2024 terbesar adalah ke Tiongkok yaitu US$5,66 miliar, disusul Amerika Serikat US$2,34 miliar, dan India US$2,02 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 43,49 persen. Sementara ekspor ke ASEAN dan Uni Eropa (27 negara) masing-masing sebesar US$4,32 miliar dan US$1,59 miliar.
BPS juga mencatat, menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari–Oktober 2024 berasal dari Provinsi Jawa Barat dengan nilai US$31,52 miliar (14,51 persen), diikuti Jawa Timur US$21,44 miliar (9,87 persen) dan Kalimantan Timur US$20,86 miliar (9,60 persen).[am]