LOGISTIKNEWS.ID- Pelaku usaha logistik di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta mendesak pembenahan yang lebih komprehensif menyangkut tatakelola pelayanan, operasional dan infrastruktur fisik maupun non fisik (termasuk informasi dan tehnologi) untuk meminimalisir terulangnya kemacetan horor di NPCT-1, yang merupakan salah satu terminal petikemas di kawasan pelabuhan Tanjung Priok.
Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jakarta, Adil Karim, mengemukakan, kemacetatan horor yang terjadi selama dua hari (16-17 April 2025) di kawasan Tanjung Priok itu sangat merugikan semua pihak, termasuk pelaku usaha terkait maupun masyarakat pengguna jalan.
Disisi lain, akibat dari adanya ketidakmampuan kapasitas salah satu pelabuhan/terminal dalam hal ini New Priok Container Terminal One (NPCT-1) yang pada akhirnya menimbulkan keruwetan dan kemacetan horor itu, maka Kemenhub melalui Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Tanjung Priok perlu turun tangan, untuk segera mengkaji ulang dan mapping seluruh terminal petikemas yang ada di pelabuhan Tanjung Priok supaya sesuai kapasitasnya masing-masing.
“Sehingga jangan memaksakan menjadi over kapasitas terminal supaya R/D (receiving dan delivery) tidak terganggu. Misalnya kalau kapasitas hanya bisa melakukan bongkar muat perminggu hanya 21.000 twenty foot equuvalent units (TEUs) maka jangan ditambah lagi kunjungan atau layanan vessel-nya (kapal) di dermaga terminal tersebut,” ucap Adil Karim kepada Logistiknews.id, pada Minggu siang (20/4/2025).
Dia juga menegaskan agar jangan terjadi praktik tarik menarik market layanan kapal dari satu terminal ke terminal lainnya walaupun itu sifatnya business to business (B to B) agar iklim bisnis pelabuhan kondusif.
Adapun saat ini di pelabuhan Tanjung Priok terdapat lima fasilitas terminal peti kemas yang layani ekspor impor yakni; Jakarta International Container Terminal (JICT), TPK Koja, New Priok Container Terminal One (NPCT-1), Terminal Mustika Alam Lestari (MAL) dan Terminal 3 Tanjung Priok yang dikelola IPC-TPK.
“Praktik tarik menarik (rebutan) market layanan kapal antar terminal peti kemas pelabuhan Tanjung Priok yang notabene kini ada 5 terminal peti kemas di pelabuhan itu justru menandakan tatakelola pelabuhan yang kurang baik. Padahalkan semua itu under Pelindo kan ?,” tanya Adil.
ALFI juga menyarankan supaya seluruh pengelola terminal peti kemas tersebut harus melapor setiap ada kelebihan kapasitas layanan kepada KSOP setempat.
Untuk itu, kata Adil, ALFI Jakarta mengusulkan empat langkah strategis sebagai rekomendasi kepada operator pelabuhan, regulator dan stakeholders terkait.
Pertama, untuk kelancaran arus barang dari dan ke pelabuhan sudah perlu di implementasikan terminal boking system atau TBS dengan buffer-nya di dua sisi yakni sisi barat pelabuhan maupun sisi timur pelabuhan yang terintegrasi ke seluruh terminal maupun KSOP dan melibatkan asosiasi terkait. Ketimbang pihak NPCT-1 kini memberlakukan sistem kuota (terbatas) pengurusan TILA impor yang bisa berdampak merugikan dunia usaha dari sisi beban demurage.
Kedua, perlu dilakukan percepatan pembangunan pelabuhan Pantimban di Subang Jawa Barat untuk layanan kontainer yang notabene bisa menampung arus kontainer dari area timur Pelabuhan Tanjung Priok sehingga beban ke Pelabuhan Priok berkurang.
Ketiga, Pelindo sebagai holding Pelabuhan harus memikirkan akibat keterlambatan R/D dan kemacetan luar biasa tersebut serta harus memikirkan kompensasinya minimal storage dan biaya clossing serta biaya lainnya yang muncul.
Keempat, kebijakan Pemerintah (Kemenhub) dengan adanya SKB Libur selama 16 hari saat Lebaran tahun ini perlu dikaji ulang untuk kedepannya, karena salah satu penyebabnya adalah secara bersamaan manufaktur mengejar ekspor produknya yang tertunda maupun impor yang harus keluar untuk produksi ataupun distribusi ke tujuan masing-masing.
Apalagi, pasca Libur Lebaran, para pekerja, industri dan termasuk Sopir truk logistik sudah mulai berkegiatan seperti biasa dan kegiatan ekspor impor juga secara bersamaan dan lebih masif dimulai.
“Yang terpenting juga adalah sebelum membuat keputusan SKB Pembatasan Truk Angkutan Lebaran kedepan harus benar-benar terukur, mendengar masukan asosiasi pelaku usaha terkait agar tidak menghambat kegiatan logistik dan merugikan perekonomian nasional,” jelas Adil.[am]