JAKARTA – Biaya tambahan atau surcharges pada umumnya dikenakan akibat kondisi dan situasi tertentu pada suatu pelayanan.
Kondisi kemacetan di wilayah Tanjung Priok yang seringkali menghantui para operator trucking, direspon pihak Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) dengan akan membebankan surcharge kepada pengguna jasa akibat kerugian yang mesti ditanggung operator truk lantaran kemacetan di pelabuhan Priok maupun pada fasilitas depo peti kemas diluar pelabuhan itu.
Ketua Umum DPP Aptrindo, Gemilang Tarigan mengaku sering dipusingkan dengan kemacetan yang terjadi di Priok karena frekuensinya yang sering terjadi.
Oleh karena itu, Aptrindo akan membuat list ranking kemacetan atau monitoring melalui tehnologi global positioning system (GPS) di setiap fasilitas depo peti kemas yang berada diluar pelabuhan secara rutin.
“Berdasarkan hasil monitoring GPS itu nantinya akan muncul list rangking dimana saja fasilitas depo yang macet itu (termasuk berapa lama kemacetan terjadi). Semakin lama waktu kemacetan terjadi di depo maka sebakin besar surcharges yang akan dikenakan,” ujar Gemilang kepada logistiknews.id pada Kamis (15/4/2021).
Dia mengatakan, Aptrindo akan memberitahukan kepada semua anggotanya terhadap hasil monitoring kemacetan yang terjadi di depo. Hal ini supaya operator trucking dapat membetitahukann kepada pengguna jasanya (pemilik barang/consigne) besaran surcharges-nya.
“Surcharges ini juga sifatnya business to business (b to b) supaya eksportir dan importir juga bilang ke pelayarannya untui tidak menggunakan fasilitas depo yang macet,” ucapnya.
Gemilang mengungkapkan, pengusaha truk Aptrindo lebih memilih mengenakan surcharges ketimbang harus melakukan boikot akibat kemacetan di pelabuhan Priok maupun di depo diluar pelabuhan.
“Kita tetap menjalankan angkutan barang tetapi kalau dilokasi yang dituju terjadi kemacetan yang tidak bisa ditoleransi waktunya maka akan kami kenakan surcharges. Intinya begitu,” tandasnya.
Menurutnya, kemacetan pasti terjadi di jam dan tempat tertentu seperti Jalan Cakung – Cilincing menuju depo serta di Pelabuhan ketika peak season.
Akibat kemacetan tersebut, kerugian yang mesti ditanggung pelaku dari sisi nominal menjadi tak terelakkan. Utamanya karena terkait dengan turunnya aktivitas ritase secara drastis hingga separuh dibandingkan dengan pada kondisi normal.
“Sekarang ini ritase Trukcing tinggal separuhnya, sekitar 10-15 ritase. Normalnya kalau satu hari satu ritase berarti sebulan bisa 30 ritase,” ujar Gemilang.