JAKARTA – Pelaku usaha logistik mendukung upaya Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok melakukan percepatan layanan pemeriksaan peti kemas impor jalur merah yang wajib diperiksa fisik.
Wakil Ketua Bidang Transportasi, Logistik dan Kepelabuhanan Kadin DKI Jakarta, Widijanto yang juga menjabat Wakil Ketua Umum bidang Kepabeanan DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) mengungkapkan, saat ini layanan pemeriksaan fisik importasi jalur merah, lambat.
Kondisi tersebut selain menyebabkan biaya logistik melalui pelabuhan Tanjung Priok membengkak juga menurunkan daya saing ekonomi nasional lantaran biaya importasi menjadi lebih mahal akibat terkena demurage dan storage yang lebih lama di pelabuhan.
Widijanto mengusulkan, hendaknya biaya penumpukan atau storage peti kemas kategori jalur merah tidak diberlakukan tarif progresif seperti yang diberlakukan terhadap peti kemas impor yang terkena nota hasil intelijen (NHI) oleh Bea dan Cukai.
“Harus ada solusi untuk mempercepat kegiatan layanan pemeriksaan fisik jalur merah terhadap peti kemas impor tersebut. Bila perlu dilakukan pemeriksaan di terminal peti kemas asal saja,” ujar Widijanto, kepada logistiknews.id, pada Kamis (3/6/2021).
Dia mengatakan telah menyampaikan masalah tersebut kepada Bea dan Cukai Tanjung Priok namun belum ada solusi efektif untuk mempercepat layanan peti kemas impor jalur merah itu.
Widijanto mengatakan, berdasarkan informasi yang diterimanya, Bea dan Cukai Priok akan menggunakan diskresi tunjuk manual untuk menyelaraskan antara peti kemas yang disiapkan di tempat penimbunan sementara (TPS) dengan penunjukkan petugas pemeriksa guna mengurai antrean penumpukan peti kemas impor yang wajib diperiksa fisik.
“Kita dukung Bea Cukai Priok untuk melakukan diskresi sesuai kewenangannya untuk mempercepat layanan tersebut,” tuturnya.
Widijanto mengatakan, pihaknya juga telah menerima penjelasan bahwa Bea dan Cukai Priok sejak dua pekan tetakhir ini sudah menambah jumlah petugas pemeriksa peti kemas jalur merah sesuai kebutuhan sehingga dari pagi hingga jam istirahat sudah mampu terselesaikan sekitar 220-an pemeriksaan jalur merah (PJM).
Namun, ungkapnya, sayangnya hingga kini hal itu belum mampu mengurai antrean peti kemas impor kategori jalur merah yang hendak diperiksa di pelabuhan Priok dilokasi pemeriksaan.
“Masih kami rasakan adanya keterlambatan mengenai pemeriksaan fisik tersebut dan berdampak pada tambahan biaya-biaya yang timbul yang harus ditanggung oleh importir kini bisa mencapai dua kali lipat,” paparnya.
Widijanto mengatakan, untuk itu pihaknya memohon agar instansi terkait bisa mencarikan solusinya untuk mempercepat pemeriksaan fisik peti kemas didalam pelabuhan.
“Otoritas Pelabuhan Priok juga perlu peka terhadap kondisi-kondisi dilapangan seperti ini, sebab sebagai instansi yang bertanggung jawab atas kelancaran arus barang di pelabuhan,” ujarnya.