JAKARTA – Untuk mengurai kemacetan dari dan ke pelabuhan Tanjung Priok, IPC/Pelindo II dan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) telah melakukan kordinasi guna menyiapkan lahan buffer trucking di sisi Timur Pelabuhan Priok.
Buffer yang berada di fasilitas KBN Cakung tersebut nantinya juga dijadikan sebagai areal konsolidasi ekspor lantaran arealnya cukup luas dan bisa terkoneksi langsung dengan akses Tol ke pelabuhan Tanjung Priok.
“Fasilitas buffer itu selain untuk mengurangi kemacetan di jalur distribusi Priok, juga mendorong percepatan layanan pelabuhan Priok dan kelancaran arus barang eksport,” ujar Direktur Keuangan PT KBN (Persero) Ari Henryanto, saat ditemui di kantornya pada Jumat (4/6/2021).
Kendati begitu, imbuhnya, pihak yang menjadi leading pada program tersebut yakni IPC sedangkan KBN hanya sebagai supporting.
Dia menegaskan apabila program itu sustainable maka KBN berkomitmen segera menggelontorkan investasi untuk penyiapan lahan maupun aksesnya.
Ketua Umum Asosiasi Depo Kontainer Indonesia (Asdeki), Muslan AR mengapresiasi rencana kolaborasi IPC dan KBN untuk menyiapkan buffer truk logistik maupun fasilitas konsolidasi ekspor di lahan KBN Cakung Cilincing tersebut untuk mengurangi kemacetan di wilayah Tanjung Priok.
Hal itu, imbuhnya, juga sejalan dengan upaya yang kini sedang dilakukan Pemerintah dan Asdeki dalam menata zonasi fasilitas di depo yang ada di DKI Jakarta.
“Kedepan zonasi usaha depo peti kemas harus sesuai dengan peruntukkannya, termasuk mempertimbangkan akses jalannya supaya tidak menimbulkan kemacetan,” ucapnya saat bertemu dengan Direktur Keuangan KBN Ari Henryanto, pada Jumat (4/6/2021).
Upaya IPC
Sebagaimana diketahui, bukan cuma regulator dan stakehorders, kemacetan yang kerap terjadi pada akses dari dan ke pelabuhan Tanjung Priok juga bikin pusing para pebisnis logistik.
Meskipun, berbagai jurus antisipasi guna mengurai kemacetan di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu-pun sudah diupayakan.
Bahkan, manajemen IPC/Pelindo II cabang Tanjung Priok telah menyiapkan buffer (areal parkir) Trucking di sisi Barat yakni tepatnya di jalan Martadinata, Ancol Jakarta Utara.
Pelabuhan Priok juga telah memfungsikan fasilitas lapangan eks-Terminal 2 Jakarta International Container Terminal (JICT) sebagai upaya contingency plan dalam meminimalisir kemacetan trucking di dalam pelabuhan itu.
Namun sayangnya, upaya-upaya tersebut belumlah cukup meredam sepenuhnya imbas kepadatan arus trucking dari dan ke pelabuhan. Bahkan pada jam-jam tertentu jalan-jalan di kawasan pelabuhan itu dipadati truk yang hendak masuk gate terminal peti kemas ekspor impor.
IPC Tanjung Priok diketahui telah menyiapkan buffer trucking disisi barat. Namun hingga kini buffer disisi timur-nya belum tersedia.
Padahal, berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) DKI Jakarta, pergerakan truk dari sisi Timur lebih mendominasi yakni mencapai sekitar 69%, kemudian sisanya dari arah Barat 12% serta dari Pusat 19%.
Sisi Timur selama ini memang menjadi jalur seksi pergerakan trucking lantaran hinterland atau wilayah penyangga industri untuk Pelabuhan Tanjung Priok- mayoritas atau lebih dari 60 persen-nya berada di wilayah Bekasi, Cikarang, Cikampek, Bandung, maupun Jawa Barat dan sekitarnya.
Melihat fenomena tak berimbangnya sebaran pergerakan trucking dari dan ke Priok itu, Aptrindo dan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) juga pernah bertemu sekaligus berdiskusi soal penyiapan buffer di sisi Timur pelabuhan Tanjung Priok tersebut.
Menurut Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan, persoalan kesemerawutan logistik yang sesungguhnya itu berasal dari keterbatasan fasilitas pendukung atau buffer di luar pelabuhan.
Diapun mengilustrasikan terhadap kegiatan di pelabuhan Tanjung Priok. Sebagai pelabuhan yang melayani lebih dari 65% aktivitas ekspor impor maupun antarpulau, buffer atau areal pendukung kegiatan di luar pelabuhan Priok tidak sebanding dengan pertumbuhan arus barang yang terjadi di dalam pelabuhan tersebut.