JAKARTA – Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menyatakan prihatin lantaran penanganan perbaikan Sistem Customs-Excise Information System and Automation (CEISA) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu, memakan waktu yang cukup lama, yakni hampir sepekan.
“Kita prihatin masalah penanganannya bisa sampe berlarut-larut padahal kalau saya perhatikan dan beberapa pendapat pelaku IT biasanya mitigasinya sekitar 30 menitan dan paling lama hanya 2 s/d 3 hari. Namun soal CEISA ini sudah hampir sepekan, apalagi alasan hanya perpindahan data DC/DRC,” ujar Ketua DPW ALFI DKI Jakarta, Adil Karim melalui keterangannya, pada Kamis (15/7/2021).
Kondisi ini, membuatnya semakin yakin bahwa akibat perpindahan dari CEISA ke web based CEISA 4.0 tapi infrastrukturnya belum firm atau memadai sehingga masih banyak tantangannya. Apalagi, imbuhnya, Ceisa Command Centre (CCC) mengeluarkan pengumuman berkali-kali bahwa hal itu masih dalam penanganan namun tidak ada kepastian kapan selesai.
“Seharusnya, dibuatkan backup data dulu yang benar baru lakukan upgrade sistem sehingga kalau terjadi sesuatu penangannya tidak lama. Dan pengumuman CCC tersebut memang mengatakan dapat dilakukan secara manual di kantor pelayanan masing-masing tetapi sekarang ini masa pandemi dan PPKM darurat, sehingga berpotensi membuat cluster baru Covid,” paparnya.
Adil mengatakan, pada kantor Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok telah melakukan layanan secara manual untuk itu, namun sayangnya hanya pemberitahuan ekspor barang (PEB) dan manifest saja.
Itupun, kata dia, layanannya tidak lancar karena ada pemeriksaan dokumen satu persatu sedangkan di Pelabuhan Priok, jumlah dokumen yang diajukan bisa ratusan bahkan bisa ribuan dokumen setiap harinya mengingat Tanjung Priok merupakan pelabuhan terbesar di indonesia dan pergerakan prekonomian indonesia lebih kurang 65% ada di Jakarta.
Koordinasi
ALFI DKI Jakarta, kata Adil terus melakukan komunikasi dengan kepala KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok sebagai upaya mencari solusi kelancaran pelayanan manual.
“Tetapi memang tidak mudah, sehingga untuk PEB kita sepakati diutamakan yang akan clossing kapal dahulu. Dan saya sangat mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh kepala KPU Bea Cukai Tanjung Priok begitu juga dengan kepala KPU Cengkareng dalam mencari solusi hal ini,” ucapnya.
Adil mengatakan hingga saat ini, bahwa terhadap layanan manual untuk pemberitahuan impor barang (PIB) di KPU Bea Cukai Tanjung Priok belum dapat dilakukan karena instansi itu menyatakan perlu kehati-hatian sebab menyangkut hak-hak (pemasukan) negara dan jika terkait dengan aturan barang-barang larangan pembatasan (Lartas).
Kondisi inilah yang menyebabkan ribuan kontainer impor menumpuk di pelabuhan Tanjung Priok belum bisa diselesaikan akibat sistem CIESA belum selesai pengendalian pasca terjadi down sistem sejak Kamis pekan lalu.
“Sudah pasti hal ini meimbulkan kerugian besar pengguna jasa baik forwarder maupun cargo owner (pemilik barang) akibat terkena demmurage dipelayaran dan storage, sedangkan barangnya yang mudah rusak paling tidak kwalitas berkurang atau bisa membusuk. Termasuk barang alat kesehatan (Alkes) tentunya saat ini sangat dibutuhkan pada masa Pandemi saat ini,” paparnya.
Adil Karim mengatakan, ALFI DKI Jakarta sudah membuat surat kepada seluruh Terminal Operator Pelabuhan Priok dan ditembuskan ke Pelindo II/IPC untuk tidak mengenakan tarif progresif penumpukan (storage) terhadap kegiatan importasi selama CEISA down. Begitupun terhadap fasilitas pergudangan yang ada di Bandara Soeta.
“Hal ini kita lakukan supaya tidak semakin terpuruk akibat dari CEISA down. ALFI tetap mendesak masalah ini harus segera diantisipasi supaya tidak terjadi kongesti arus logistik di pelabuhan Priok,” sergah Adil.(am)