JAKARTA – Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) meminta Pemerintah RI melalui Kementerian terkait dapat mengawasi serta memberikan perlakuan dan kesempatan yang sama terhadap kegiatan importasi baja.
Wakil Ketua Umum BPP GINSI Erwin Taufan mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa peningkatan impor baja yang terjadi pada Semester pertama tahun 2021 merupakan fenomena yang perlu dicermati berbagai pihak.
“Oleh karenanya GINSI meminta Pemerintah agar importir nasional diberikan kesempatan yang sama seperti fasilitas importasi yang diberikan kepada industri-industri besar itu. Disisi lain yang besar-besar itu juga harus diawasi,” ujar Taufan, kepada pers pada Selasa (14/9/2021).
Dia mengatakan, perlakuan yang adil bagi importir nasional perlu dilakukan oleh Pemerintah guna menjamin kelangsungan usaha demi mendorong pertumbuhan perekonomian nasional.
“Jangan sampai ada yang diketatin sementara dipihak lain justru ada yang bermain di fasilitasnya yang tidak mudah juga untuk dikontrol,” ucap Taufan.
Berdasarkan data BPS, impor baja pada Semester 1 tahun 2021 sebesar 6,5 juta ton, meningkat 12,7% dari Semester 1 tahun 2020 (5,8 juta ton). Jika dilihat dari nilai, impor meningkat sebesar 51,6% (USD 5,3 miliar pada Semester 1 tahun 2021, dari USD 3,5 miliar pada Semester 1 tahun 2020).
BPS menyebutkan, kenaikan impor secara nilai terutama disebabkan kenaikan harga baja dunia secara signifikan yang terjadi mulai pertengahan tahun 2020 hingga saat ini.
Bahkan kata Taufan, fenomena kenaikan importasi baja saat ini justru juga tidak terlepas dari kegiatan import yang dilakukan oleh pihak produsen.
“Fenomena ini juga dirasakan dan dialami mayoritas anggota GINSI. Makanya kami meminta pemerintah bersikap adil,” ucap Taufan.
Taufan mengatakan, mengutip kajian lembaga Research Oriented Development Analysis Institut, bahwa sebanyak 50,6 persen impor baja dilakukan oleh produsen yang memiliki fasilitas tersebut.
Di sisi lain peningkatan impor besi dan baja juga diiringi peningkatan ekspor yang cukup signifikan, sehingga neraca perdagangan produk intermediate baja yang berada pada Pos HS 7208-7229 surplus sebesar 1,7 miliar dolar AS.
Jika ditambahkan oleh neraca perdagangan produk turunan baja yang berada pada HS 73, neraca tersebut mengalami surplus sebesar 2,7 miliar dolar AS atau meningkat lebih dari 1.500 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu sebesar 177 ribu dolar AS.(am)