LOGISTIKNEWS.ID – Presiden Jokowi meminta pemerintah daerah untuk mengintervensi transportasi pangan di wilayahnya masing-masing untuk meredam inflasi (12/9). Hal ini disampaikan Presiden saat memimpin Rapat Pembahasan Pengendalian Inflasi di Istana Negara, Jakarta, Senin (12/9/2022).
Semua kepala daerah diinstruksikan untuk segera menggunakan 2% dari dana transfer umum dalam menangkal inflasi. Selain dalam bentuk subsidi langsung lewat bansos, dana transfer umum dapat digunakan dalam bentuk subsidi untuk barang dan jasa. Dana itu bisa untuk menutup biaya transportasi logistik khususnya pada sektor pangan.
Supply Chain Indonesia (SCI) menyatakan perlu dilakukan antisipasi atas dampak kenaikan BBM terhadap biaya transportasi logistik itu. Pada 3 September lalu, pemerintah menaikkan antara lain harga BBM bersubsidi jenis Bio Solar sebesar 32 persen, yaitu dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800.
Biaya transportasi berkontribusi sekitar 70 persen dari biaya logistik. Biaya logistik itu secara keseluruhan diperkirakan berkontribusi rata-rata sebesar 15-20% dari penjualan perusahaan manufaktur.
Chairman SCI Setijadi mendorong sinergi para pihak untuk meningkatkan efisiensi sektor logistik dalam upaya meredam inflasi tersebut. Sinergi diperlukan karena kenaikan harga produk dan komoditas sebagai pemicu inflasi sangat dipengaruhi kinerja sektor logistik yang multisektoral.
Secara nasional, Pemerintah perlu segera merevisi Sislognas (Perpres 26/2012) untuk menyesuaikannya dengan berbagai perkembangan dalam 10 tahun terakhir. Dalam revisi itu, berbagai program kementerian terkait sektor logistik harus diintegrasikan secara sinergis.
Ditingkat daerah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota perlu mengembangkan sistem logistik daerah (sislogda) masing-masing yang akan mendorong efisiensi logistik wilayah. Sinergi antara sislognas dan sislogda diperlukan untuk mendorong peningkatan ketersediaan produk dan komoditas dengan biaya logistik yang efisien.
“Sinergi juga diperlukan antara pemerintah daerah dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) maupun Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) dengan melakukan pemetaan rantai pasok di masing-masing wilayah karena barang atau komoditas penyebab inflasi di masing-masing wilayah itu berbeda,” ujar Setijadi.
Dia mengatakan, perbaikan penanganan logistik pangan harus dilakukan pada setiap tahapan dalam rantai pasok dari proses produksi, panen, pascapanen, pengolahan, pengemasan, penyimpanan, distribusi, dan pemasaran.
Pemerintah pusat dan daerah perlu bersinergi termasuk dalam penyiapan infrastruktur untuk menunjang konektivitas antar wilayah. Infrastruktur penunjang distribusi pangan perlu disiapkan dengan berbasis komoditas untuk memacu daya saing komoditas setiap wilayah.
“Selain dengan merancang sistem hub & spoke yang tepat, pemerintah daerah perlu mengaktifkan dan mengoptimalkan berbagai fasilitas logistik seperti subterminal agribisnis di wilayahnya masing-masing,” ucapnya.[am]