LOGISTIKNEWS.ID – Lembaga internasional memprediksi ancaman resesi global pada 2023. Pemerintah RI juga telah memberikan sinyal soal ancaman ketidakpastian perekonomian global tersebut.
Bahkan, pelaku usaha logistik di Indonesia juga mulai merasakan sinyal itu lantaran kegiatan perdagangan dunia yang mulai lesu dan biaya kontainer yang kembali pada titik semula. Apalagi, penurunan aktivitas ekspor-impor sudah mulai dirasakan para pelaku logistik sejak dua bulan lalu.
Padahal saat dunia dipusingkan dengan persoalan Covid-19, melambungnya biaya pengapalan kontainer (freight) dan kesulitan space kapal dan untuk mendapatkan kontainer, tidak bisa dihindari.
Lalu seperti apa kondisi perdagangan global dan ekspor-impor RI di tengah prediksi ancaman resesi dan lesunya perdagangan dunia itu, termasuk apa imbasnya terhadap kinerja logistik ?, Berikut pandangan Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi (YNH):
Apakabar Pak Yukki ?
YNH : Alhamdulillah kabar baik dan sehat walafiat.
Soal ancaman resesi global itu seperti apa menurut praktisi logistik di tanah air ?
YNH : Yang pasti kita semua saat ini juga sedang dan terus mencermati kondisi tersebut.
Saat pandemi Covid 19, kontainer sempat langka, bagaimana kondisi kontainer dalam fase endemi hingga pemulihan ekonomi sekarang ?
YNH: Saat pandemi memang kita rasakan ketersediaan space kapal dan kontainer cukup sulit. Namun, pasca pandemi ketersediaan kontainer dan space kapal berangsur membaik, bahkan freight saat ini hampir mencapai level sebelum pandemi. Akan tetapi kita tetap perlu curigai bahwa penurunan harga freight ini akibat faktor makro di level dunia yang disebabkan pertumbuhan ekonomi global akibat geopolitik di Europe yang ternyata berdampak dan mempengaruhi secara massive trend ekonomi di semester ke 2 tahun 2022 dan proyeksi tahun 2023. Kondisi ekonomi akan sangat mempengaruhi pergerakan barang dan pada akhirnya berimbas pada freight dan keseimbangan ketersediaan kontainer. Info terakhir yang saya dapatkan, pelayaran besar seperti MSC dam Maersk sudah mulai mengurangi kapal mereka di Asia akibat turunnya volume pergerakan barang dan harga freight.
Sekarang ini freight sudah normal ?
YNH : Harga freight kembali normal itu sesuai perkiraan dari sejak enam bulan lalu dan penurunan sudah dirasakan sejak dua bulan terakhir ini. Tetapi perlu dicatat bahwa penurunan freight itu bukan saja di sea freight tetapi juga di air freight.
Di tengah kondisi RI yang sedang giat ekspor dan surplus neraca dagang, bagaimana dampaknya ?
YNH: Alhamdulillah, indonesia masih surplus neraca dengan peningkatan volume ekspor, hanya saja jenis komoditas primadona penyumbang devisa ini adalah jenis barang yang sebagian besar tidak menggunakan kontainer dalam pengirimannya (CPO, hasil tambang, dan lainnya). Itu pula yang menyebabkan kita terus naik (ekspor) meskipun kondisi ketersediaan kontainer pada saat itu sangat minim.
Sektor yang menjadi penyumbang terbesar?
YNH: CPO, Batubara, Nikel dan Migas.
Saat ini penurunan harga sewa kontainer terjadi dihampir semua pelabuhan utama dunia, bagaimana dengan Indonesia ?
YNH: UntukĀ rute internasional tentunya akan menyesuaikan. Akan tetapi faktor supply and demand tetap berlaku. Seandainya kinerja ekspor menggunakan kontainer kita naik drastis, bisa jadi harga juga ikut terkerek.
China dan Amerika menjadi dua negara ekspor terbesar indonesia pada tahun 2021. Saat ini ekonomi kedua negara tengah lesu, bagaimana kondisi ekspor ke negara tersebut sekarang? Apakah volumenya berkurang ?
YNH: Berdasarkan data statistik di trimester ketiga masih konsisten, tapi dengan release proyeksi pertumbuhan ekonomi di tahun 2023 yang disampaikan IMF, kita perlu bersiap-siap untuk terjadinya koreksi permintaan dari kedua negara ini.
Sejumlah lembaga internasional memprediksi akan terjadi resesi 2023, seperti apa strategi sektor logistik? agar kasus seperti lockdown tidak terulang ?
YNH: Kasus lockdown saya pikir tidak akan terjadi, karena bukan status pandemi seperti saat Covid-19 kemarin. Namun strategi logistik perlu diantisipasi.
Pemerintah RI juga sudah berikan sinyal soal ancamanĀ resesi global tersebut, tanggapannya ?
YNH : Peringatan Pemerintah memang beralasan, yang mengingatkan bahwa resesi global ditandai dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi dunia, melandainya permintaan dari negara maju, melemahnya harga komoditas, dan terjadinya arus pembalikan modal atau capital reserval. Untuk itu kami di ALFI selalu mengingatkan kepada teman-teman pelaku logistik agar kita perlu lebih bijak menyikapinya supaya bisa lebih siap dalam mengantisipasi jika kondisi ketidakpastian ekonomi akibat resesi global itu terjadi. Sebab semua negara termasuk Indonesia pastinya terimbas jika resesi sudah melanda dunia.
Masih optimis ?
YNH : Kalau soal itu para pelaku logistik selalu tetap merasakan optimisme. Kita semua berharap dan berusaha kondisi akan berangsur membaik. Sama halnya saat Pandemi Covid-19 berlangsung, sektor logistik menjadi salah satu sektor yang optimis mampu bertahan, bahkan sebagian diantaranya malah tumbuh.
Konkretnya, pesan yang ingin disampaikan ?
YNH : Kita perlu menjaga optimisme tersebut. Dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,4 %, maka konsumsi masyarakat perlu di jaga. Sementara investasi didorong tetap tumbuh yang pada akhirnya juga meningkatkan lapangan pekerjaan. Selain itu, kita ketahui bahwa inflasi dibandingkan banyak negara lainnya, kondisi kita jauh lebih baik (5,8%) dan dasar Inilah yang membuat kita tetap optimistis walau perlu kehatian-hatian menghadapi ekonomi tahun depan. Makanya, kita perlu kerja keras dengan seluruh potensi yang ada saat ini.[am]