Ekspor Impor Lesu, Pelaku Logistik di DKI mulai Rasakan Ancaman Resesi Global

  • Share
Ketua Umum DPW ALFI DKI Jakarta, Adil Karim

LOGISTIKNEWS.ID – Penguatan perdagangan domestik perlu tetap dijaga supaya konsumsi dan daya beli masyarakat stabil. Selain itu, Pemerintah harus lebih serius turun tangan dalam pembinaan dan pemberian relaksasi terhadap usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang selama ini menjadi border ekonomi domestik.

Hal tersebut dikemukakan Ketua DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, Adil Karim kepada Logistiknews.id, pada Senin (17/10/2022), menanggapi adanya ancaman ketidakpastian perekonomian (resesi) global pada 2023.

“Untuk di DKI Jakarta, dan khususnya di pelabuhan Tanjung Priok yang merupakan pelabuhan tersibuk di Indonesia itu sudah ada indikasi penurunan ekspor maupun impor dalam dua bulan terakhir ini. Bahkan kami menerima laporan beberapa perusahaan anggota kami yang berkegiatan di Pelabuhan Tanjung Priok juga mengalami penurunan aktivitas. Istilahnya size impor maupun ekspornya terjadi penurunan per shipment, contohnya komoditi tekstil dan garment,” ujar Adil.

Dia mengungkapkan, penurunan ekspor impor nasional itu lantaran manufaktur mulai menurunkan kapasitas produksinya karena produksi tahun ini ditenggarai merupakan order tahun-tahun sebelumnya atau saat Pandemi Covid-19.

“Karenanya kami mengimbau kepada para pelaku usaha logistik anggota ALFI DKI Jakarta dapat melakukan inovasi bisnis agar bisa tetap survive pada saat resesi global 2023 benar-benar terjadi. Tetapi disisi lain kita juga harus tetap optimistis menghadapi segala kemungkinan-kemungkinan yang bakal dihadapi pada tahun depan,” ucap Adil.

Sebelumnya, Yukki Nugrahawan Hanafi, Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) mengemukakan, sekarang ini kalangan pelaku usaha termasuk disektor logistik sedang mencermati fenomena ancaman krisis global tersebut.

Bahkan, pelaku logistik di Indonesia juga mulai merasakan sinyal itu lantaran kegiatan perdagangan dunia yang mulai lesu dan biaya kontainer yang kembali pada titik semula. Apalagi, penurunan aktivitas ekspor-impor sudah mulai dirasakan sejak dua bulan lalu.

Oleh sebab itu, kata dia, guna mempertahankan kinerja sektor logistik perlu strategi yang jitu dengan memperhatikan indikator-indikator perekonomian global akibat ancaman resesi itu.

Ekspor Impor Turun

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, nilai ekspor Indonesia September 2022 mencapai US$24,80 miliar atau turun 10,99 persen dibanding ekspor Agustus 2022. Adapun ekspor nonmigas September 2022 mencapai US$23,48 miliar, atau turun 10,31 persen dibanding Agustus 2022,.

“Penurunan terbesar ekspor nonmigas September 2022 terhadap Agustus 2022 terjadi pada komoditas lemak dan minyak hewan/nabati sebesar US$1.425,4 juta (31,91 persen), sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada bijih logam, perak, dan abu sebesar US$238,1 juta (29,07 persen),” ujar Suhariyanto, Kepala BPS RI melalui keterangan resminya di Jakarta, pada Senin (17/10/202).

BPS juga mencatat, menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari–September 2022 berasal dari Jawa Barat dengan nilai US$29,37 miliar (13,39 persen), diikuti Kalimantan Timur sebesar US$26,76 miliar (12,20 persen) dan Jawa Timur sebesar US$18,95 miliar (8,64 persen).

IMPOR

Sedangkan nilai impor Indonesia September 2022 mencapai US$19,81 miliar, turun 10,58 persen dibanding Agustus 2022.

Impor migas September 2022 senilai US$3,43 miliar, turun 7,44 persen dibanding Agustus 2022. Impor nonmigas September 2022 senilai US$16,38 miliar, turun 11,21 persen dibanding Agustus 2022.

Penurunan impor golongan barang nonmigas terbesar September 2022 dibanding Agustus 2022 adalah besi dan baja senilai US$342,2 juta (25,57 persen), sedangkan peningkatan terbesar adalah logam mulia dan perhiasan/permata senilai US$182,5 juta (50,37 persen).

Tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari–September 2022 adalah Tiongkok senilai US$50,29 miliar (33,88 persen), Jepang senilai US$12,65 miliar (8,52 persen), dan Thailand senilai US$8,52 miliar (5,74 persen). Impor nonmigas dari ASEAN senilai US$25,37 miliar (17,09 persen) dan Uni Eropa senilai US$8,40 miliar (5,66 persen).

“Kendati begitu, Neraca perdagangan Indonesia September 2022 mengalami surplus US$4,99 miliar, terutama berasal dari sektor nonmigas senilai US$7,09 miliar, tetapi tereduksi oleh defisit sektor migas senilai US$2,10 miliar,” ujar Suhariyanto.[am]

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *