LOGISTIKNEWS.ID – Pergerakan arus barang dan logistik dari dan ke pelabuhan Tanjung Priok selalu dinamis. Penataan untuk mendongkrak performance pelabuhan tersibuk di Indonesia itu juga terus dilakukan lewat berbagai regulasi program oleh Pemerintah melalui Otoritas Pelabuhan setempat.
Setelah sukses dengan penerapan Single Truck Identity Document (STID), Pelabuhan yang menjadi pintu gerbang ekonomi nasional dalam mendukung kegiatan ekspor impor dan domestik itu bakal menerapkan Terminal Booking System (TBS).
Disisi lain, kalangan usaha logistik menyakini bahwa TBS memberikan manfaat positif terhadap aktivitas logistik di pelabuhan Tanjung Priok. Pasalnya, TBS akan dapat mengatur kedatangan Truck secara terencana/terjadwal dari dan ke terminal pelabuhan (lini satu).
Multiplier efeknya, selain mewujudkan keteraturan layanan truk di dalam pelabuhan juga mengurangi kemacetan ke dan dari Pelabuhan serta mengurangi emisi. Harapannya dengan TBS, pihak Terminal di pelabuhan juga dapat mengelola volume truk lebih baik dan memastikan waktu penyelesaian layanan trucking sesuai service level agreement/service level guaranted (SLA/SLG).
Lalu apakah program TBS tersebut bisa mendorong biaya logistik lebih efesien, layanan yang efektif sehingga kinerja Pelabuhan Tanjung Priok akan semakin baik dimasa-masa mendatang ?.
Logistiknews.id berkesempatan mewawancarai Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, Capt Wisnu Handoko (WH), di kantornya pada Kamis pagi (20/10/2022). Berikut petikannya:
Apakabar Capt ? Baru Pulang Umroh ya, Semoga Ibadahnya Mabrur..
WH : Alhamdulillah kabar baik dan sehat walafiat. Terimakasih atas doanya.
Bisa dijelaskan soal progres TBS ?
WH : Kami OP Tanjung Priok tetap fokus dan komitmen bahwa Terminal Booking System (TBS) hingga kini terus berprogres dan rencananya pada minggu ini OP Priok dan manajemen JICT masih memfinalisasi secara prudent Surat Keputusan (SK) OP Tanjung Priok prihal Penerapan TBS tersebut. Insha Allah masih sesuai schedule rencana pemberlakuannya, yakni antara November-Desember tahun ini.
Konsolidasi kargo sisi hinterlandnya, seperti apa dengan adanya TBS itu ?
WH : Kita ketahui bahwa dalam mengkonsolidasi kargo itu perlu perhatian yang matang karena kalau kegiatan pengepakan barang kedalam kontainer (stufing) di pabrik sampai mengatur delivery-nya ke pelabuhan itu rentetan waktunya panjang dan perlu diperhitungkan. Jadi TBS ini bukan sekedar menyangkut persiapan terminal atau pelabuhan tetapi juga bagaimana kesiapan hinterland menyesuaikan. Anda bisa bayangkan kalau hinterlandnya misalkan di Tangerang, Cikarang, Bekasi atau Jawa Barat dsb, itu mulai dari stuffing hingga delivery butuh waktu dan persiapan. Jadi intinya hinterlandnya juga harus siap menyiapkan kargonya untuk bisa diangkut menyesuaikan dengan TBS itu.
Apakah ada kendala ?
WH : Kita sudah diskusi panjang dengan stakeholders terkait di pelabuhan Priok seperti Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), Gabungan Perusahaan Eksportir Indonesia (GPEI), Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), Organda dan Klub Logindo. Termasuk dalam diskusi-diskusi itu juga kita bahas bagaimana kalau ownersnya (pemilik barang/industri) tidak siap dengan alasan tenaga bongkar muatnya yang di pabrik kadang-kadang kerjanya belum 24 jam. Sementata pelabuhuan sudah 24/7. Hal-hal seperti ini juga sudah kita diskusikan dan coba dicarikan solusinya. Karena dalam suply chain itu, begitu kargo nangkring di atas trucking kontainer berarti biaya sudah berjalan terus termasuk hingga ke depo.
Systemnya TBS sudah ready, lalu sosialisaainya seperti apa ?
WH : Kita akan terus sosialisasikan, makanya ada yang namanya nanti pinalti jika dibuktikan ada keterlambatan jika sudah terlanjur submit dalam TBS. Bentuknya kemungkinan berupa denda tetapi tidak besar, dan itu nanti terhadap truk kontainer yang terlambat masuk sesuai jadwal yang telah disubmit di TBS akan disiapkan buffernya di sekitar pelabuhan. Makanya perlu dicatat soal denda atau sanksi itu perlu hati-hati, fairnes dan bertahap. Pada tahap awal tidak akan terkena sanksi/denda dulu.
Sosialisasi ke Publik bagaimana ?
WH : Kalau sosialisasinya kita akan juga lakukan ke ekosistem logistik di Priok termasuk hinterlandnya. Kita sudah diskusi ini hampir enam bulan. Tetapi sosialisasi ke publik belum. Nanti kalau sosialisasi ke Publik pasti kita undang wartawan dalam hal ini.
Masukan dari stakeholders seperti apa?
WH : OP Tanjung Priok juga sudah minta masukan ke asosiasi terkait. Karena pemberlakukan ini di tunggu Stranas PK, dan pihak Asosiasi juga menunggu implementasi ini. Dalam sosialisasinya juga kita sampaikan bagaimana mengedukasi cargo owners ketika petugasnya meng-enter (submit) jadwal maka kargonya sudah stuffing dan siap bergerak masuk ke pelabuhan sesuai schedule di TBS.
Baru JICT yang siap ?
WH : Sebelum akhir tahun TBS sudah berlaku. Minimal pilotting dulu dan dalam TBS itu baru Jakarta International Container Terminal (JICT) yang siap. Namun, IPC TPK juga sudah menyiapkan sistem itu tetapi belum disampaikan ke OP Priok.
Standarisasi sistemnya bagaimana ?
WH : Dalam hal ini tidak bisa semuanya langsug di standarisasi ditahap awal ini. Nanti kalau sudah berjalan dan ada perbaikan/kekurangan bisa diperbaiki sesuai standar yang kita inginkan sepetti apa bersama sesuai SLA/SLG nya. Pelabuhan Belawan dan Makassar juga sudah menanyakan ke kami mungkin mau bencmark soal TBS di Priok. Namun kita belum bisa sampaikan karena standarisasinya masih berprogres setelah TBS diimplemetasikan. Kalau sudah berjalan dan sesuai standard, seperti STID, maka TBS bisa juga jadi benchmark dan nanti terminal yang lain di Priok bisa ikut, termasuk bisa dicontoh oleh pelabuhan-pelabuhan lainnya. Jadi memang TBS ini harus di mulai dulu, baru nanti jika ada kekuarangan-kekurangan bisa langsung diperbaiki.
TBS Priok bisa jadi bencmark ya ?
WH : Harapannya seperti itu, mudah-mudahan apa yang berjalan di STID bisa kita tetapkan juga di TBS. Karena TBS itu juga nanti ada pengembangannya seperti komptensi dan identitas sopir truk atau Driver ID.
Sebagai solusi atasi kemacetan, TBS ini efektif ?
WH : Kami optimistis. sebab solusi macet tidak hanya diukur dari satu faktor saja. Kalau TBS bisa disebut sebagai salah satu untuk upaya mengurai kemacetan di pelabuhan Priok. Namun semua mesti lakukan upaya paralel, selain pembenahan infrastruktur dan sistem. Jadi Infrastruktur ya, sistem juga iya, termasuk digitalisasi layanan.
Kedepan apa lagi yang mesti disiapkan ?
WH : Kita belajar dari apa yang sering tetjadi soal kemacetan di akses Priok. Barusan kami juga lakukan shraring soal enegry listtik /power supply untuk di Pelabuhan Priok. Kalau kita lihat di negara lain seperti Jepang, tiap pelabuhan itu ada power supply atau pembangkit listriknya secara mandiri termasuk penataan jaringan dan kabel-kabelnya juga tersusun rapi. Kami harapkan pelabuhan Priok juga nantinya bisa mengadopsi hal-hal seperti itu. Jangan sampai lagi terjadi, kegiatan diterminal terpaksa terganggu akibat suply energi listriknya shutdown.
Harapan lainnya seperti apa ?
WH : Dimasa mendatang kecelakaan kerja di pelabuhan Priok harus bisa terus di minimalkan. Saya juga mencatat setelah adanya task force dengan keterlibatan sejumlah stakeholders termasuk Polres Pelabuhan Priok, bahwa isue kemacetan didalam pelabuhan kini bisa berkurang. Lalu pihak terminal saat ini juga sudah melaporkan secara realtime apabila tetjadi kemacetan di area pelabuhan. Pihak OP Priok juga memonitor terus hal itu dan kedepannya pelabuhan Tanjung Priok bisa semakin terdigitalisasi.(**)