LOGISTIKNEWS.ID – PT Jakarta International Container Terminal (JICT) meminta pengguna jasa maupun perusahaan logistik untuk melakukan uji coba implementasi terminal booking system (TBS) di terminal peti kemas tersibuk di pelabuhan Tanjung Priok itu.
Permintaan JICT itu telah dituangkan melalui Surat Edaran Dirut JICT Ade Hartono No:HM.608/1/5/JICT-2023 pada Kamis 2 Februari 2023 yang disampaikan kepada stakholders terkait maupun asosiasi pengguna jasa di pelabuhan Tanjung Priok, antara lain; Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, BPD Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) DKI Jakarta, Gabungan Perusahaan Eksportir Indonesia (GPEI) DKI Jakarta, Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) DKI Jakarta, Organda Angkutan Khusus Pelabuhan (Angsuspel) DKI Jakarta, dan Klub Logindo.
Program TBS merupakan salah satu program penataan di pelabuhan Tanjung Priok supaya performance pelabuhan tersebut lebih baik lagi.
Adapun ujicoba atau pilotting TBS di JICT sudah dilaksanakan sejak 2 Januari 2023 terhadap beberapa perusahaan/pengguna jasa yang melakukan transaksi ekspor impor di terminal peti kemas itu.
JICT juga mengingatkan agar perusahaan logistik atau pengguna jasa yang hendak melakukan uji coba TBS dapat terlebih dahulu melakukan konfirmasi kepada Customer Service PT JICT.
Setelah konfirmasi, dapat segera melakukan transaksi ekspor impor di sistem billing JICT dengan mandatory booking time sebelum melakukan pembayaran dan mandatory saat melakukan tapping single truck identity document (STID) dan melakukab scan e-Ticket di gate JICT.
Untuk mendapatkan informasi lebih detail terkait uji coba TBS tersebut JICT, Tim Pengembangan Bisnis maupun Customer Service perusahaan telah menyiapkan layanan telpon 24 jam yang dapat diakses oleh pengguna jasa.
Sebelumnya, Ketua DPW ALFI DKI Jakarta Adil Karim, mengatakan TBS di JICT masih membutuhkan dukungan fasilitas buffer sebagai tempat menungu trucking sebelum masuk ke dalam terminal peti kemas yang telah terkoneksi dengan sistem TBS.
Pasalnya, kata Adil, jka tidak ada buffer yang mumpuni dalam mendukung TBS itu maka trucking logistik masih bisa terjebak kemacetan atau berputar-putar disekitar pelabuhan lantaran menunggu jadwal masuk yang sudah di booking di terminal.
“Jadi TBS itu mutlak memerlukan buffer truck. Saat ini hanya ada buffer di sisi barat pelabuhan Priok yakni di lapangan eks Inggom Jln Martadinata. Namun yang disisi timur belum ada buffernya. Padahal 60-70% pergerakan trucking dari dan ke Priok berasal dari sisi Timur seperti hinterland di Bekasi, Karawang, Cibitung, Cikampek, Bandung Jawa Barat dan Sekitarnya,” ujar Adil.
Dia menegaskan, bahwa fasilitas buffer yang disiapkan tersebut untuk menunggu sementara trcking yang dokumen ekspor-impornya yang belum siap sementara waktu. Buffer juga sebagai sarana untuk mengurai kemacetan.
“Di buffer tersebut ada informasi juga secara real time mana yang sudah masuk atau belum ke dalam terminal sehingga semuanya transparan. Pasalnya, ada konsekuensi kalau trucking telat masuk ada demurage yang ditanggung pemilik barang.Makanya soal TBS juga bicarakanlah dengan pemilik barang, karena trucking hanya sebagai pengangkut jika dikasih order oleh pemilik barang,” tegasnya
Konektivitas
Adil juga megatakan, konektivitas TBS harus menyeluruh dengan sistem digital berbasis website maupun Apps yang bisa di akses secara transparan oleh pengelola terminal peti kemas, pemilik barang, perusahaan truck maupun pihak industri (hinterland).
“TBS juga bisa melihat bagaimana service level agreement dan service level guaranted (SLA/SLG) diterminal peti kemas sehingga layanannya lebih terukur,” papar Adil.
Karena itu, imbuhnya, integrasi sistem TBS secara menyeluruh itu juga hendaknya diterapkan terhadap layanan peti kemas domestik, bukan hanya peti kemas internasional.[am]