Mengintip Metode Survei LPI yang Kini Tuai Polemik dan Bikin Luhut Geram

  • Share
Pelabuhan Pontianak Kalimantan Barat

LOGISTIKNEWS.ID – Selama dekade ini, sejumlah negara dengan pendapatan tinggi menempati posisi teratas rangking logistics performance index (LPI) yang dirilis World Bank atau Bank Dunia.

Terdapat 12 negara pada posisi teratas dengan nilai LPI 4 ke atas, yang mengalami peningkatan sebelumnya dari 11 negara pada LPI 2018.

Ke 12 negara itu yakni; Singapura, Finlandia, Denmark, Jerman, Belanda, Swiss, Austria, Belgia, Kanada, Hongkong (China), Swedia dan Uni Emirat Arab. Negara-negata ini mendominasi supply chain network.

Negara-negara yang dilakukan penilaian LPI oleh World Bank tersebut dikelompokkan menjadi empat grup utama dalam penilaian LPI, antara lain; Poor Logistic Performers, Partial Performers, Consistent Performers, dan Logistic Freindly. Sedangkan Indonesia dengan skor LPI 3.0  masuk dalam group ‘Partial Performers’.

Survei yang dilakukan di kalangan pelaku usaha profesional logistik itu juga menggunakan skala Likert untuk memproses informasi yang telah diperoleh. Artinya, jika responden berpendapat sangat buruk maka skor 1 diberikan, namun apabila sangat baik skornya adalah 5.

Poor Logistic Performers, yaitu negara dengan kendala logistik yang parah, seperti di negara-negara kategori kurang berkembang.

Partial Performers, yakni negara dengan tingkat kendala logistik, paling banyak terlihat di negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Adapun Consistent Performers, merupakan negara dengan kinerja logistik lebih baik dari pada kebanyakan negara lain dan merupakan negara berpendapatan menengah ke atas.

Sedangkan Logistic Freindly, bisa dianalogikan sebagai negara-negara yang telah sangat konsen dan ramah dengan logistik.

Terbitan LPI oleh World Bank yang dirilis 21 April 2023 itu merupakan penyajian data yang dikumpulkan dari 139 negara pada paruh kedua tahun 2022, atau lebih sedikit ketimbang LPI tahun 2018 yang mencapai 160 negara. Namun pada tahun 2020, Bank Dunia tidak merilis LPI.

Sejak diluncurkan pada 2007, LPI telah melakukan penilaian sederhana terkait logitik oleh sumber-sumber profesional tentang seberapa mudahnya mengekspor ke negara tujuan dalam hal kualitas infrastruktur, kualitas ketersediaan layanan logistik, dan hambatan sektor publik.

Seperti diketahui, pada 2023, World Bank telah melaporkan LPI Indonesia menempati peringkat ke 63 dari total 139 negara yang dikaji dengan skor LPI 3,0. Catatan tersebut mengalami penurunan 17 peringkat dibandingkan pada 2018 saat Indonesia menduduki urutan ke-46 dengan skor LPI 3,15.

Kinerja LPI itu dihitung berdasarkan enam dimensi, yakni customs, infrastructure, international shipments, logistics competence and quality, timelines, dan tracking & tracing.

Minta Klarifikasi

Merespon rilis LPI itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan angkat bicara dan berencana memanggil Bank Dunia (World Bank) untuk membahas laporan tersebut

Luhut mengatakan dia ingin menanyakan kepada Bank Dunia terkait aspek-aspek yang menjadi kelemahan Indonesia sehingga kinerja logistik nasional melemah.

“Nanti saya akan panggil (Bank Dunia), kita harus tahu di mana kekurangannya dan harus transparan,” tegas Luhut saat menjadi pembicara kunci saat menjadi pembicara kunci dalam diskusi Stranas PK “Kok Bisa Rapor Logistik Turun Saat Pelabuhan di Indonesia 20 Besar Terbaik di Dunia” di Gedung Juang KPK, awal pekan ini.

Di sisi lain, Menko Marvest menyebut penilaian terhadap kinerja logistik di Indonesia tidak adil jika dibandingkan dengan negara lain seperti Singapura. Pasalnya, jumlah dan tingkat pelayanan pada pelabuhan-pelabuhan Indonesia berbeda dibandingkan dengan Singapura.

Jika dibandingkan dengan negara di kawasan Asia Tenggara, yang masuk dalam laporan ini, peringkat pertama ditempati oleh Singapura dengan skor LPI mencapai 4,3, disusul oleh Malaysia yang berada di peringkat 31 secara global, dengan skor LPI 3,6.

Sayangnya, Indonesia masih tertinggal dari Thailand yang berada di urutan ke-37 secara global, dengan skor LPI 3,5. Sementara itu, Filipina dan Vietnam masing-masing berada di urutan ke-47 dan 50 dengan nilai LPI sama yaitu 3,3.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengomentari kinerja logistik Indonesia yang secara umum menurun berdasarkan LPI 2023 yang dilaporkan bank dunia tahun ini.

Dia menyebut LPI Indonesia masih perlu diperbaiki terutama pada empat indikator yang mengalami penurunan, yaitu international shipments, logistics competence and quality, timelines, serta tracking and tracing.

“Kinerja logistik bergantung pada koordinasi antar Kementerian dan Lembaga (K/L) dalam menyederhanakan setiap prosesnya, sehingga upaya terus menerus memperbaiki sinergi K/L dalam rangka menyederhanakan pelayanan itu menjadi salah satu keharusan,” ujar Menkeu saat peluncuran Sistem Indonesia National Single Window (SINSW) Generasi Kedua di Jakarta pada awal Juni lalu.

Sementara itu, Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) juga kerap bersuara lantang soal LPI versi World Bank yang rutin terbit setiap dua tahun sekali itu.

ALI-pun selalu menanyakan metoda survey-nya yang dilakukan World Bank dan meminta untuk diperbaiki agar sesuai dengan kondisi geography Indonesia.

“Lagi pula, LPI itu lebih melihat croos border logistics. Alasannya supaya bisa dibandingkan dengan negara lain, termasuk yang disebut sebagai infrastruktur dalam LPI tersebut, adalah yang menuju pelabuhan-pelabuhan laut internasional di masing,-masing negara, dan World Bank selalu berargumentasi agar bisa diperbandingkan antar negara,” ucap Ketua ALI Mahendra Rianto kepada logistiknews.id, Rabu (19/7/2023).

Untuk itulah, menurut ALI, kita tidak usah risau, jika kita mengetahui apa yang  di survey oleh World Bank itu tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Justru, sebaiknya segera membuat/survey  index versi domestik yang sangat geography Indonesia. Kemudian melakukan action konkrit jangka pendek, menengah dan panjang untuk menurunkan rasio nya karena kita sudah mengetahuu ukurannya.

“Dengan begitu, pada akhirnya kita punya daya sanggah terhadap LPI versi World Bank itu,” tegas Mahendra.

Dihubungi terpisah, Dirut Pelindo Arif Suhartono enggan menanggapi soal report LPI 2023 oleh World Bank itu.

Namun, Bos Pelindo itu memastikan pihaknya bisa mengkomparasi data secara valid, bahwa sampai kini kinerja atau produktivitas Pelabuhan Tanjung Priok jauh lebih bagus dari pelabuhan-pelabuhan yang lainnya di Indonesia.

Diungkapkannya, bicara port performance index dan dari data yang ada bahwa Tanjung Priok jauh lebih bagus dari pelabuhan-pelabuhan yang lainnya.

‘Jadi, gampang bagi saya untuk mengkomparasi hal itu lantaran bicara port performance yakni merujuk pada produktivitas dan port stay. Namun portstay juga dipengaruhi oleh ukuran kapal yang dilayani,” ucap Arif, pada Rabu (19/7/2023).

Seperti diketahui, di pelabuhan Tanjung Priok saat ini terdapat lima fasilitas terminal peti kemas yang melayani kegiatan internasional yakni Jakarta International Container Terminal (JICT), TPK Koja, New Priok Container Terminal One (NPCT-1), Terminal 3 Priok dan terminal Mustika Alam Lestari/NPH.

Pertanyaannya kini, apakah dengan polemik yang terjadi saat ini, report LPI Indonesia yang kadung dirilis World Bank itu mungkinkah dianulir Bagaimana menurut anda….?[redaksi@logistiknews.id]

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *