LOGISTIKNEWS.ID – Pelaku usaha truk logistik berkeyakinan dan optimistis bahwa bisnis trucking pada tahun 2024 masih ke arah positif dan muatan-pun masih cenderung aman.
Kendati begitu, prospek usaha truk logistik di tahun 2024 atau tahun yang bershio Naga Kayu itu, dinilai para pengusaha truk masih akan dinamis di kuartal pertama tahun depan mengingat kondisi perpolitikan nasional adanya Pemilu yang berlangsung pada Februari mendatang. Selain itu, pelaku usaha juga berharap berbagai regulasi yang tidak berpihak pada kelancaran arus barang mesti dipangkas karena bisa mengkebiri kelangsungan sektor logistik.
“Namun melihat dinamika kampanye yang cenderung kondusif sampai hari ini, maka kami optimistis bahwa pada kuartal pertama 2024 bisnis trucking masih ke arah positif, muatan-pun masih cenderung aman,” ujar Wakil Sekjen DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Agus Pratiknyo, kepada Logistiknews.id, pada Sabtu (30/12/2023).
Baca Juga : Aptrindo Tuding BPH Migas Tak Becus Urus BBM Truk Logistik, Kenapa ?
Menurutnya, sejumlah kekhawatiiran para pengusaha trucking di tahun 2024, justru lantaran masih dibayangi Kebijakan Program Zero ODOL (over dimension dan over load) yang semakin tidak jelas.
Dalam kaitan program Zero ODOL ini, imbuhnya, Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sepertinya semakin ingin lari dari tanggung jawabnya atas Program yang digaungkannya itu, karena tidak berdaya melakukan penindakan kepada pemilik barang (di hulunya).
Agus menjelaskan, isue lain di tahun 2024 adalah masalah perijinan OSS RBA (Risk Based Approach) yang terverifikasi, dimana perijinan angkutan barang umum (KBLI 49431) Terverifikasi menjadi persyaratan utama baik untuk kegiatan usaha maupun dalam mengurus surat-surat kendaraan.
“Imbas simpang siurnya soal perizinan itu, para pengusaha di beberapa daerah mengalami kesulitan dalam mengurusnya. Hal ini secara tidak langsung tentunya akan berdampak pada lesunya para pengusaha untuk berinvestasi lebih optimal pada sektor usaha angkutan barang,” tegas Agus.
Selain itu, yang paling menjadi momok bagi pengusaha truk di 2024 jika melihat sepak terjang Kemenhub khususnya melalui kebijakan yang diterbitkan Ditjen Perhubungan Darat di 2023, dimana adanya Kebijakan Larangan Truk Angkutan Barang Beroperasi di Hari-hari Besar seperti Nataru (Natal dan Tahun Baru), bukan hanya Lebaran atau Idul Fitri saja.
Pasalnya, kebijakan larangan atau pembatasan operasional trucking yang diambil Ditjen Darat Kemenhub pada saat Nataru itu tanpa berdiskusi komprehensif dengan para pelaku usaha/asosiasi terkait.
“Multiplier efeknya kebijakan seperti itu sangat merugikan, bukan hanya Pengusaha Truk tetapi para sopir dan pelaku usaha lain. Dan tentunya hal ini akan berdampak pada naiknya biaya logistik,” ucap Agus Pratiknyo.
Baca Juga : Bikin Performance Logistik RI Makin Jeblok, Aptrindo Minta tak Ada Pembatasan Trucking Saat Nataru
Sebagai pengurus Aptrindo, Agus juga prihatin dengan berbagai regulasi Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub yang justru bertolak belakang dengan target dan upaya Pemerintah saat ini dalam menekan cost logistik nasional sehingga performance logistik Indonesia bisa membaik.
Sebagaimana diketahui, Bank Dunia atau World Bank telah merilis bahwa logistics performance index (LPI) Indonesia menempati peringkat ke 63 dari total 139 negara yang dikaji dengan skor LPI 3,0. Catatan tersebut mengalami penurunan 17 peringkat dibandingkan pada 2018 saat Indonesia menduduki urutan ke-46 dengan skor LPI 3,15.
Kinerja LPI itu dihitung berdasarkan enam dimensi, yakni customs, infrastructure, international shipments, logistics competence and quality, timelines, dan tracking & tracing.
Terbitan LPI oleh World Bank yang dirilis pada April 2023 itu merupakan penyajian data yang dikumpulkan dari 139 negara pada paruh kedua tahun 2022, atau lebih sedikit ketimbang LPI tahun 2018 yang mencapai 160 negara. Namun pada tahun 2020, Bank Dunia tidak merilis LPI.
Sejak diluncurkan pada 2007, LPI telah melakukan penilaian sederhana terkait logistik oleh sumber-sumber profesional tentang seberapa mudahnya mengekspor ke negara tujuan dalam hal kualitas infrastruktur, kualitas ketersediaan layanan logistik, dan hambatan sektor publik.[redaksi@logistiknews.id]