LOGISTIKNEWS.ID – Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Rianto menyatakan diperlukan keberpihakan pemerintah terhadap arah kebijakan logistik nasional yang berorientasi kepada penurunan biaya rantai pasok dan logistik nasional yang didalamnya juga meliputi Transport, Pergudangan, Penyimpanan, SDM dan Informasi Teknologi.
Jika Indonesia diproyeksikan bakal menjadi negara industri terbesar ke-4 didunia di tahun 2045 dengan adanya bonus demografi, maka pemerintah wajib mendorong world class logistics local player.
Hal itu disampaikan Mahendra saat Media Briefing 2024 Growth Opportunities : Navigating Indonesia’s Supply Chain and Logistics Landscape Frost & Sullivan dan Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), pada Selasa (16/1/2024).
Dia mengusulkan adanya dukungan pemerintah untuk mendorong world class logistics local player itu dengan cara antara lain, mewajibkan setiap pengurusan international trade menggunakan / bekerja sama dengan penyedia jasa logistic local, dan mewajibkan menggunakan term of trades (INCOTERM), dimana untuk Importasi = Ex-Work (EXW), dan Exportasi = Delivered Duty Paid (DDP) / Delivered at place Unloaded (DPU).
“Pemerintah juga perlu mewajibkan Penyedia jasa logistic local meningkatkan kompetensinya agar bisa mengambil peran dalam proses importasi PMA,” ujar Mahendra.
Dengan volume pasar logistik yang menjanjikan ini, ujarnya, didorong oleh 14,29% kontribusi rantai pasok dan biaya logistik terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Ukuran pasar yang besar ini harus diberikan kepada perusahaan logistik pihak ketiga lokal yang segera menjadi pemain lokal kelas dunia.
“Jadi sekarang kita fokus pada pengurangan biaya dan kemajuan dalam ekonomi digital telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan sektor logistik. Untuk itu dapat memberikan peluang yang lebih besar bagi para pelaku bisnis yang terlibat,” ujar Mahendra.
Disisi lain, imbuhnya, Pemerintah agar mampu meningkatkan efisiensi dan kemudahan berbisnis di Indonesia, dengan beberapa regulasi seperti; Short Sea Shipping dan Kereta Api untuk mengurangi beban jalan raya dan biaya Transportasi bagi industri, serta adanya kepastian terhadap perizinan terutama dalam Impor.
Mahendra mengungkapkan, rasio biaya logistic memiliki keterkaitan cukup sensitif terhadap harga produk, dan jika cenderung untuk meningkat, maka pada akhirnya akan mengurangi pangsa pasar karena menurunnya indeks daya beli masyarakat.
Berdasarkan Laporan World Bank, rasio biaya logistik di Indonesia terhadap PDB di tahun 2022 adalah 14,29%, atau naik dari PDB di tahun 2021. Angka ini menunjukkan menuju proses normalisasi pre-Covid-19 di sebelum tahun 2019, yaitu di angka sekitar 16-17%.
Adapun kontributor masing-masing sektor, terhadap PDB untuk Transportasi 45.3%, Persediaan 22.5%, Pergudangan 14.6 %, serta Admin, SDM & IT mencapai 17.6 %.
Pada kesempatan itu, ALI juga memaparkan soal pandangan atau outlook 2024 terkait Seafreight Internasional, yakni dimana kapasitas dan harga akan mendekati normal kecuali untuk rute yang melewati Kawasan Timur Tengah, dengan terus bergejolaknya situasi keterlibatan negara-negara di sekitar jalur GAZA.
ALI-pun mendorong agar adanya perbaikan atas ketidakpastian perijinan yang menyulitkan importir. Untuk itu, Pemerintah dapat memberikan kepastian perijinan untuk meningkatkan efisiensi proses importasi.
Sedangkan untuk penyiapan dan aktivitas Pergudangan Go Green, Gudang bertingkat di Jabodetabek dan Pengembangan gudang di Jawa Tengah, Mahendra memproyeksikan akan semakin meningkat pada 2024. Hal ini juga merujuk pada realisasi penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) di kuartal 3 tahun 2023, untuk sektor transportasi, gudang dan telekomunikasi yang telah mencapai Rp 40,9 triliun.
Mahendra mengungkapkan, beberapa pabrikan besar juga telah memindahkan pusat logistiknya ke Kawasan Kedungsepur (Kendal, Semarang, Salatiga, Demak dan Grobogan), Kawasan Purwomanggung (Purworejo, Wonosobo, Magelang dan Temanggung) dan Kawasan Bergasmalang (Brebes, Tegal dan Pemalang).
Alasannya, para pelaku pusat logistik itu merasakan bahwa biaya tenaga kerja yang sangat kompetitif serta kondisi keamanan lingkungan yang relatif stabil di Jawa Tengah.
Sedangkan untuk pertumbuhan e-commerce pada 2024, diprediksi meningkat hingga 189,6 juta pengguna. Namun hal ini tidak diprediksi setinggi tahun sebelumnya menyusul adanya penutupan berbagai fasilitas gudang e-commerce saat ini antara lain; Gudang JD.id di Marunda, tanihub di Cikarang, Bandung dan Bali, serta ULA di Bandung atau GOTOKO di Jakarta dan sekitarnya.[redaksi@logistiknews.id]