Bukan Pelabuhan, Ini Entitas Yang Justru Bikin Ruwet Arus Barang & Belum 24/7

  • Share
Gate JICT

LOGISTIKNEWS – Pemerintah perlu melibatkan pengguna jasa langsung melalui asosiasi terkait guna menyelesaikan berbagai persoalan kelancaran arus barang dan logistik impor.

Ketua Umum BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), Capt Subandi mengemukakan, kerumitan proses imporasi itu bukan terjadi di pelabuhan tetapi di instansi atau lembaga terkait, atau entitas bisnis di luar pelabuhan.

Bahkan,ungkap Subandi, hingga kini masih ada diantaranya yang tidak melayani 24/7.

“Jadi yang tidak bekerja 24/7 itu bukan pelabuhan tapi instansi atau entitas bisnis di luar pelabuhan seperti keagenan pelayaran/kapal, serta beberapa operator depo empty, termasuk Kementerian yang terkait perizinan (Kemenperin, Kemendag, Kemenhub, Kemenkeu, Kementan dan beberapa Lembaga),” ujarnya melalui keterangan resminya pada Minggu (19/5/2024).

Subandi menjelaskan, syarat importir bisa mengeluarkan atau mengambil kontainer di pelabuhan adalah harus memiliki DO(Delivery Order) yang di keluarkan keagenan kapal/shiping line.

Persyaratan tersebut bukan atas inisiatif  pihak operator Pelabuhan melainkan syarat dari Pelayaran kepada Pelabuhan, sementara perusahan keagenan pelayaran (agen kapal) pada umumnya beroperasi atau kerja hanya dari Senin sampai Jum’at dan jam kerjanya belum 24/7.

Begitu juga dengan syarat importir untuk mengambil kontainer di pelabuhan harus memiliki Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).

“Nah, SPPB ini yang mengeluarkan adalah Bea Cukai di pelabuhan setempat. Sebab, Bea Cukai mempersyaratkan kepada pelabuhan agar kontainer yang keluar pelabuhan harus telah mengantongi SPPB. Belum lagi soal ijin importasi yang harus di urus di Kementerian dan Lembaga,” ucap Capt Subandi.

Ketua Umum BPP GINSI, Capt Subandi.

Karenanya, Ketum GINSI meminta, Pemerintah  jangan langsung menjustifikasi bahwa keruwetan-keruwetan importasi itu terjadi lantaran layanan di pelabuhan.

Semestinya, kata dia, Pemerintah mengajak dialog pelaku usaha importasi atau asosiasi yang mewadahinya supaya Pemerintah mendapatkan informasi yang benar soal itu.

Sebab, apabila informasi yang di dapat oleh Pejabat di Kementerian/Lembaga itu salah, maka akan keliru mengambil kebijakan.

“Dan akhirnya bukan menyelesaikan masalah tetapi malah menambah masalah. Jadi para Menteri itu hendaknya jangan cuma dengar bisikan dari anak buah saja tanpa menanyakan pada pemilik barang langsung atau asosiasi yang menaungi persoalan importasi itu,” ucap Capt Subandi.

Layanan 24/7

Sebelumnya, Menko bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan agar Kementerian/Lembaga terkait untuk ikut  mendukung upaya percepatan penyelesaian permasalahan perizinan impor tersebut seperti mendorong percepatan penerbitan Persetujuan Impor dan percepatan penyelesaian Pertimbangan Teknis.

“Saya juga meminta seluruh jajaran Pelabuhan Bea Cukai yang ada di pelabuhan, Kepala Kantor Pelayanan Utama, Direktur Layanan Industri Sucofindo, Surveyor Indonesia, Pimpinan JICT untuk bekerja seperti  kapal Saturday, Sunday, holiday included sehingga semua kerjaan 24 jam mengeluarkan barang 17 ribu sampai barang ini selesai. Arahan Bapak Presiden barang ini supaya segera dapat dikeluarkan,” ucap Menko Airlangga saat melakukan peninjauan langsung pemberlakuan kebijakan relaksasi impor di Jakarta International Container Terminal, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Sabtu (18/5/2024).

Dia menyampaikan hal itu, merespons kendala dan hambatan yang dihadapi terkait dengan proses importasi barang saat ini, dan Pemerintah telah memutuskan untuk melakukan pengaturan kembali terhadap Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 jo. 3 Tahun 2024 jo. 7 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, serta menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan yang menetapkan kembali Daftar Barang yang Terkena Larangan Pembatasan Impor.

Pasalnya, pengetatan impor dan penambahan persyaratan perizinan impor berupa Pertimbangan Teknis telah menimbulkan hambatan pada proses perizinan impor serta mengakibatkan terjadinya penumpukan kontainer di sejumlah pelabuhan utama, termasuk Pelabuhan Tanjung Priok.

Hingga saat ini paling tidak terdapat 17.304 kontainer yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok karena belum dapat mengajukan dokumen impor serta belum diterbitkan Persetujuan Impor dan Pertimbangan Teknis.

Adapun Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 yang mulai diberlakukan mulai tanggal 17 Mei 2024 memuat sejumlah pokok-pokok kebijakan yang diantaranya yakni relaksasi perizinan impor terhadap 7 kelompok barang yang sebelumnya dilakukan pengetatan impor seperti elektronik, alas kaki, pakaian jadi, aksesoris, kosmetik dan perbekalan rumah tangga, tas, hingga katup.[redaksi@logistiknews.id]

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *