Demi Kepastian Dunia Usaha, Perlu Sinergi Merespon Isu Penumpukan Kontainer di Pelabuhan

  • Share
Tumpukan Peti Kemas di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta (Photo:Logistiknews.id)

LOGISTIKNEWS.ID – Kalangan Pelaku usaha menanggapi serius isu penumpukan kontainer barang impor yang terjadi di pelabuhan selama beberapa waktu terakhir.

Situasi ini telah menimbulkan berbagai dampak negatif, baik bagi alur logistik maupun kelancaran distribusi barang di dalam negeri.

Para pengusaha memahami bahwa penumpukan kontainer yang terjadi bukan semata-mata kesalahan kebijakan pemerintah. Sebaliknya, hal ini juga dipengaruhi oleh kesiapan pelaku usaha dalam memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh kebijakan pemerintah tersebut.

Oleh karena itu, diperlukan sinergi yang lebih baik antara pemerintah dan pelaku usaha untuk mengatasi masalah ini.

Namun, langkah pemerintah untuk membebaskan kontainer yang tertahan dengan mengubah kembali kebijakan, dalam hal ini Peraturan Menteri Perdagangan, justru menimbulkan kebingungan bagi pelaku usaha.

Perubahan kebijakan yang terlalu sering dilakukan terhadap regulasi impor juga berpotensi menciptakan ketidakpastian dan kesulitan bagi pelaku usaha dalam menyesuaikan diri dengan peraturan yang berlaku.

Padahal sesuai regulasi, barang-barang yang masuk tanpa dokumen perizinan yang ditetapkan ,seharusnya di-reekspor sebagai langkah yang lebih tepat.

Lebih dari itu, pembebasan kontainer yang dilakukan tersebut menimbulkan pertanyaan bagi pelaku usaha yang selama ini telah mematuhi (comply) semua persyaratan impor yang diberlakukan oleh pemerintah. Ketidakadilan ini dirasakan karena pelaku usaha yang taat aturan seolah tidak mendapatkan perlakuan yang adil dibandingkan dengan mereka yang tidak memenuhi persyaratan.

Ketua bidang Transportasi dan Logistik KADIN DKI Jakarta, Widijanto mengatakan, karenanya, Pelaku usaha berharap pemerintah dapat mengambil langkah yang lebih konsisten dan adil dalam menegakkan peraturan impor, serta menciptakan lingkungan bisnis yang lebih stabil dan terpercaya.

“Dengan demikian, diharapkan terjadi peningkatan efisiensi dalam distribusi barang dan terciptanya kepercayaan antara pelaku usaha dan pemerintah,” ujarnya, Selasa (21/5/2024).

Widijanto mengingatkan, apapun aturan yang telah diterbitkan Pemerintah, selain harus tersosialisasi dengan baik juga mesti mudah difahami pelaku usaha.

“Jadi mestinya aturan apapun itu, jangan abu-abu,” ucap Widijanto, kepada Logistiknews.id, pada Selasa (21/5/2024).

Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia( ALFI) M.Akbar Djohan mengemukakan, terjadinya kasus seperti itu mengindikasikan adanya kebuntuan menyangkut ekosistem logistik atau rantai pasok/supply chain dimana pelabuhan merupakan salah satu dari sistem supply chain itu.

“Dalam supply chain, semua saling terkait dan terhubung seperti ‘rantai’ kalau ada yang rusak akan berimbas pada yang lainnya. Nah, karena kontainer-kontainer itu faktanya berada di pelabuhan seolah-olah penyebabnya di situ. Padahal dalam supply chain semuanya terkait satu sama lain. Jadi semua entitas didalamnya juga bertanggung jawab kalau ada hambatan dalam proses rangkaian supply chain tersebut,” ucap Akbar, kepada Logistiknews.id, pada Selasa (21/5/2024).

Kepala Badan Logistik dan Rantai Pasok KADIN Indonesia itu juga menegaskan, pembenahan dini untuk mengurangi hambatan di supply chain itu yakni peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) baik di pelaku usahanya maupun di regulator.

“Kalau pemahaman SDM regulator-nya kurang maka output regulasinya akan kontra produktif,” ujarnya.

Disisi lain, Akbar Djohan menegaskan bahwa pihak swasta (pelaku usaha) seperti agen kapal dan forwarder tentu tidak mesti beroperasi 24/7 seperti operasi pelabuhan yang memang tiap hari ada jadwal kapal yang masuk.

Namun untuk mengakomodir kepentingan stakeholders, bisa di optimalkan digitaliasi, seperti melalui sistem National Logistic Ecosystem atau NLE.

“Yang tak kalah penting adalah soal regulasi yang diterbitkan Pemerintah mesti dipastikan bahwa aturan-aturan tersebut harus dikordinasikan dengan seluruh pelaku usaha terkait. Sosialisasinya juga mesti mateng dan waktunya cukup sebelum di implementasikan,” paparnya.

Akbar menegaskan, untuk mengurai benang kusut yang masih terjadi pada supply chain di Indonesia itu, ALFI maupun KADIN mengusulkan agar dibentuk Badan Logistik Nasional, yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.[redaksi@logistiknews.id]

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *