LOGISTIKNEWS.ID – Pegiat dan praktisi logistik mendukung kewajiban sertifikasi halal pada layanan logistik komoditi makanan dan minuman (pangan) mulai Oktober 2024 mendatang.
Hal itu sesuai aturan yang berlaku, yakni Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).
Namun proses atau birokrasi untuk bisa comply pada persyaratan tersebut jangan sampai memberatkan pelaku usaha disektor logistik wabilkhusus yang termasuk kategori usaha mikro kecil dan menengah atau UMKM.
“Pelaku logistik nasional mesti siap dalam hal mematuhi regulasi layanan Logistik Halal komoditi Pangan ini. Sebab jika tidak siap, maka kita akan tergerus oleh yang besar-besar itu (multinasional) yang sudah banyak masuk ke Indonesia,” ujar Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Rianto, kepada Logistiknews, pada Rabu (26/6/2024).
Menurutnya, jika perusahaan logistik nasional tak mampu beradaptasi dengan beleid itu, maka peluang bisnis layanan Logistik Pangan tersebut berpotensi dikuasai pemain besar atau asing.
“Namun untuk UMKM mesti diberi keringanan. Pemerintah bantulah atau subsidilah mereka dalam hal ini,” harap Mahendra.
Dia mengilustrasikan, di sejumlah negara seperti Jepang, Thailand dan Malaysia, meskipun belum ada regulasi resmi soal ‘Layanan Halal’ dari Pemerintahnya namun implementasinya kini sudah berjalan masif.
“Di Jepang sudah buat Halal Tourism, sedangkan di Thailand mendeklair Halal Hub Logistik, dan Malaysia Halal Logistik untuk layanan Middle East (timur tengah). Namun, meski di negara tersebut layanan itu belum dimandatorikan melalui UU tetapi bisa dijalankan karena melihat potensi market dan permintaan (demand) yang terus tumbuh,” ucap Mahendra.
Melihat fenomena ini, ALI menyakini jika Indonesia mengimlementasikan hal yang sama untuk layanan logistik halal komoditi pangan, maka potensi market lokal maupun global bisa diraih apalagi cukup banyak ekspor komoditi pangan dari Indonesia.
Mahendra mengungkapkan, disisi lain bahwa Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) telah berlaku 10 tahun terakhir, namun cenderung tidak bisa optimal.
Karenanya, diperlukan komitmen berupa ketegasan Pemerintah mengawasi implementasinya, apalagi kalangan investor juga menanyakan standard-nya seperti apa inplementasi beleid itu.
“Pemerintah juga menyosialisasikan secara masif tentang pentingnya produk halal dan turunannya serta layanan logistik halal pangan tersebut. Lembaga apapun yang ditugasi mengawasinya mesti fairnes dalam implementasinya di lapangan. Dan kalau bisa, untuk memperoleh sertifikasi halal bagi perusahaan logistik nasional itu mesti berbiaya murah atau terjangkau,” papar Mahendra.
Dia menceritakan sudah cukup banyak menerima laporan dari perusahaan logistik (transportasi/trucking maupun warehouse) yang tidak dipilih oleh mitranya dalam hal ini pemilik barang ataupun pabrikan yang telah comply sertifikasi halal komoditi pangan.
“Hal itu lantaran perusahaan logistik mitranya itu belum comply layanan logistik halal untuk komoditi pangan. Padahal dalam supply chain (rantai pasok) jika kita bicara layanan komoditi halal disektor itu maka semuanya terintegrasi mulai dari hulu ke hilirnya, atau mulai proses produksi (industri), packaging, pergudangan hingga alat transportasi (saat pendistribusiannya),” jelasnya.
Mulai Oktober 2024
Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI), menyatakan kegiatan jasa logistik yang berhubungan dengan komoditi makanan dan minuman (pangan) wajib tersertifikasi Halal pada Oktober 2024.
Direktur Utama LPPOM-MUI, Muti Arintawati menegaskan kedepannya, kewajiban sertifikasi halal di berbagai sektor, dari hulu ke hilir, tidak hanya pada makanan dan minuman saja.
“Namun untuk kegiatan jasa atau perusahaan logistik yang berkegiatan terkait penanganan makanan dan minuman, mesti comply dengan sertifikasi halal mulai Oktober 2024,” ujar Muti kepada Logistiknews, pada Rabu (26/6/2024).
Sertifikasi halal itu tidak hanya makanannya saja, tetapi juga bahan baku maupun bahan penolong hingga kemasan yang kontak langsung dengan makanan tersebut. Bahkan, jasa logistik yang mendistribusikan bahan pangan pun itu seharusnya tersertifikasi halal. Sebab jasa logistik seharusnya menjamin bahwa produk yang ia kirim tidak dicampuradukkan dengan bahan non-halal.
Sedangkan, jasa logistik termasuk kategori yang wajib melakukan sertifikasi halal karena menjadi bagian dari rantai pasok suatu barang. Kewajiban ini sebagaimana telah diamanatkan dalam UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
“Jadi, kewajiban sertifikasi halal terhadap jasa logistik penahapannya mengikuti produk yang ditangani,” ucap Muti.[redaksi@logistiknews.id]