LOGISTIKNEWS.ID- Optimalisasi penggunaan alat pemindai peti kemas atau X-Ray untuk percepatan pemeriksaan fisik peti kemas kategori jalur merah di wilayah pabean pelabuhan Tanjung Priok, perlu mendapat atensi serius dari Bea dan Cukai setempat.
Pasalnya, kegiatan pengeluaran kemas impor kategori jalur merah yang wajib dilakukan pemeriksaan fisik di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu memakan waktu yang tidak sebentar, meskipun dokumen yang diterbitkan oleh Bea dan Cukai setempat kini justru sudah cepat.
Praktisi Forwarder di pelabuhan Tanjung Priok, Widijanto, mengungkapkan dengan penggunaan X-Ray peti kemas impor jalur merah, maka peti kemas impor tidak perlu antre terlalu lama untuk diperiksa fisik.
“Kami mohon Bea dan Cukai Tanjung Priok bisa proaktif mendorong pemanfaatan X-Ray untuk behandle peti kemas impor dari terminal peti kemas (JICT, TPK Koja maupun NPCT-1),” ujar Widijanto, kepada Logistiknews.id, pada Rabu (11/9/2024).
Dia mengatakan, saat ini kegiatan behandle peti kemas impor jalur merah di JICT dan TPK Koja dilakukan lokasi TPTF Graha Segara. Sedangkan di NPCT-1 dilakukan di fasilitas terminal tersebut melalui PT MTI.
“Kalau sudah tersedia alat X-Ray untuk behandle, kami minta di optimalkan supaya kinerja pelabuhan lebih efisien,” ucap Widijanto.
Sebelumnya, Widijanto juga mengungkapkan, untuk menunggu angsur (relokasi) peti kemas jalur merah yang mesti di periksa fisik itu bisa memakan waktu lebih dari 7 hari. Kondisi ini menyebabkan pemilik barang impor harus menangung biaya storage dan demurage tambahan.
Untuk itu, agar penggunaan alat pemindai peti kemas atau Hi-Co Scan atau X-Ray peti kemas di maksimalkan, dan jika kondisi di tempat pemeriksaan fisik terpadu (TPFT) padat, maka pengelola terminal peti kemas (lini satu pelabuhan) dapat menyediakan areal khusus untuk pemeriksaan peti kemas jalur merah tersebut.
“Kalau gak mau pakai Hi-Co Scan yang tersedia, bisa di behandle di tempat asal dan terminal peti kemas mesti siapkan area kosong. Kita dukung Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok untuk melakukan itu,” ucap Widijanto.
Dia juga menegaskan, pelaku usaha tidak keberatan jika harus membayar biaya untuk penggunaan Hi-Co Scan atau X-Ray peti kemas adalah untuk akselerasi layanan pengeluaran peti kemas impor, ketimbang terkena biaya storage, demorage dan lain-nya lantaran peti kemas lebih lama memgendap di pelabuhan.
Penyiapan HI-Co Scan atau X-Ray Peti Kemas ini sejalan dengan amanat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2020 Tahun 2020 tentang Kawasan Pabean dan Teknologi di sektor logistik dan pabean.
Bahkan, demi optimalisasi pemeriksaan barang dengan mengunakan alat itu juga telah diamanatkan melalui keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu nomor Kep-99/BC/2003 dan tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan/PMK No: 109/04/ tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.04/2017 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian atau Kesepakatan Internasional.
Widijanto mengatakan, penggunaan X-Ray untuk peti kemas impor jalur merah diyakini bisa lebih cepat ketimbang dilakukan secara manual, bahkan bisa lebih menghemat biaya dan waktu pemilik barang.
Penggunaan dan Pemanfaatan Alat Pemaindai Cargo Scanning Versi 1.4.0, itu untuk percepatan layanan peti kemas impor jalur merah.[redaksi@logistiknews.id]