LOGISTIKNEWS.ID- Dewan Pemakai Jasa Angkutan Laut Indonesia (Depalindo) mempertanyakan rencana Pemerintah yang akan memindahkan pintu masuk pelabuhan impor atau entry point untuk sejumlah komoditas industri tertentu ke wilayah Indonesia timur.
Adapun tiga titik yang ditetapkan untuk pelabuhan impor yakni Pelabuhan Sorong di Papua Barat Daya, Pelabuhan Bitung di Sulawesi Utara dan Pelabuhan Kupang di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Menurut Ketua Umum Depalindo, Toto Dirgantoro, rencana tersebut belum tentu efektif dalam menekan praktik penyelundupan sepanjang pengawasan instansi terkait dalam urusan importasi tidak tegas dan memakai sistem IT yang mumpuni.
“Inti masalahnya bukan pada dimana pintu masuknya impor. Sekarang bagaimana sistem pengawasannya dan penegakkan aturannya yang setegas-tegasnya. Sebab kalau pengawasanya lemah, mau dipindahkan dimanapun tetap saja ada potensi praktik penyelelundupan itu bisa lolos. Kalau sudah seperti itu, enggak efektif,” ujar Toto kepada Logistiknews.id, pada Senin Malam (4/11/2024).
Depalindo, imbuhnya, sangat memahami rencana pemindahan pintu masuk importasi tersebut yakni semangatnya untuk menekan penyelundupan atas masuknya barang-barang murah guna melindungi industri dalam negeri.
Diapun mencontohkan, salah satu permasalahan yang dialami Perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman (SRIL) atau Sritex yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang beberapa waktu lalu, yang salah satu penyebabnya lantaran tidak bisa bersaing dengan gempuran atau banjirnya produk impor di industri padat karya seperti tekstil.
Contoh lainnya, ketika importasi komoditi buah tidak lagi di perkenankan masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta namun melalui Tanjung Perak Surabaya sejak beberapa waktu lalu.
Fenomena ini, imbuhnya, juga justru membuat cost logistik melonjak, lantaran dari Surabaya diantarpulaukan lagi ke Jakarta. Sementara disisi lain, Jakarta merupakan salah satu konsumen terbesar buah-buahan.
“Jadi ini soal pengawasan yang mesti tegas, termasuk pengawasannya yang diluar pelabuhan, termasuk mengawasi aktivitas impor yang diantarpulaukan. Apalagi, sudah ada aturan larangan pembatasan (lartas) soal importasi,” ucapnya.
Depalindo juga mempertanyakan, apakah rencana pemindahan pintu masuk impor sejumlah komoditi tertentu ke kawasan timur Indonesia itu sudah melalui pengkajian yang komprehensif.
“Kajiannya bagaimana. Ada gak atau berapa banyak kapal yang kesana dari luar untuk mau melayani impor tersebut ?. Lalu bagaimana dengan fasilitas sarana dan prasarana pelabuhannya ?. Juga dukungan jaringan distribusi atau multimodanya termasuk depo penopangnya seperti apa ?, tanya Toto.
Untuk itu, Pemerintah harus berhati-hati menetapkan pintu masuk untuk importasi tersebut.
“Lalu bagaimana jika impor itu merupakan bahan baku ekspor ?. Imbasnya, investor Industri garmen, sepatu dan lainnya akan pindah dari Indonesia karena produk kita tidak dapat bersaing di pasar global akibat tingginya biaya logistik nasional. Sekali lagi, apakah sudah di kaji?, tegasnya.
Karenanya, Depalindo justru mendesak agar pengawasan terhadap keluar masuk barang (ekspor maupun impor) lebih efektif melalui sistem IT yang mumpuni lewat alat pemeriksaan seperti X-Ray atau Hi-Co Scan di pelabuhan.
Depalindo justru menginginkan pemanfaatan penggunaan alat pemindai peti kemas atau Hi-Co Scan untuk layanan ekspor impor di 5 pelabuhan utama di Indonesia.
Kelima pelabuhan utama itu yakni: Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Tanjung Perak Surabaya, Tanjung Emas Semarang, Belawan Medan, dan Pelabuhan Makassar.
“Justru anehnya, kenapa sampai sekarang belum di implementasikan (Hi-Co Scan) Peti Kemas tersebut, padahal sudah ada aturannya untuk itu,” ujarnya.
Dia menegaskan, multiplier efek dengan adanya alat pemindai peti kemas, selain bisa memfilter arus barang dari dan ke pelabuhan laut juga menekan praktik penyelundupan yang berpotensi merugikan pemasukan negara.
“Selain menjaga kedaulatan negara dari masuknya barang ilegal, penggunaan Hi-Co Scan peti kemas dapat memberikan dampak positif pada seluruh rantai logistik dan mendukung efisiensi pelayanan bongkar muat di pelabuhan,” ujar Toto.
Pelabuhan Sorong, Bitung & Kupang
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, pemerintah akan memindahkan pelabuhan impor atau entry point untuk sejumlah komoditas industri tertentu ke wilayah Indonesia timur.
Tiga titik yang ditetapkan untuk pelabuhan impor yakni Pelabuhan Sorong di Papua Barat Daya, Pelabuhan Bitung di Sulawesi Utara dan Pelabuhan Kupang di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Hal tersebut bertujuan melindungi industri manufaktur dalam negeri. “Ini sesuai dengan usulan memindahkan pintu masuk barang impor dalam rangka mengamankan pasar domestik bagi produk dalam negeri sekaligus meningkatkan kapasitas logistik di Indonesia,” ujar Agus dilansir siaran pers Kemenperin, Senin (4/11/2024).
Adapun beberapa komoditas yang jadi prioritas program pemindahan itu antara lain elektronik, tekstil dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi, alas kaki, kosmetik, keramik, katup, dan obat tradisional.
Menperin menyebutkan, alasan pemindahan entry point untuk sejumlah komoditas tersebut karena rawan terhadap serbuan barang impor murah atau ilegal.
Pemindahan pelabuhan impor ke kawasan Indonesia bagian timur akan menjadi fokus Kabinet Merah Putih.
“Ini kami jadikan fokus kebijakan pemerintahan Kabinet Merah Putih untuk menetapkan pelabuhan impor di Sorong, Bitung, dan Kupang,” tegas Menperin.
Pemindahan pelabuhan impor ke wilayah Indonesia timur itu merupakan salah satu program quick wins yang dirumuskan Kemenperin untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional sesuai target pemerintah.[redaksi@logistiknews.id]