Oleh: Agus Pratiknyo
Wakil Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo)
PERSOALAN truk overdimensi dan over load atau yang lebih sering di sebut ODOL, masih menjadi sorotan tersendiri. Apalagi, telah ada rencana lanjutan penanganan ODOL 2025 dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Tetapi pertanyaan mendasarnya adalah apa yang sebenarnya baru dari program ini?. Apakah sekadar pengulangan dari pola lama yang gagal, atau ada niat sungguh-sungguh untuk berbenah ?
Kita semua setuju bahwa keselamatan jalan itu penting. Tetapi menyederhanakan masalah ODOL seolah hanya tentang ‘menyelamatkan nyawa dari truk ODOL’ tanpa menyentuh akar persoalan justru kontraproduktif.
Pasalnya, narasi ini terlalu dangkal dan menyudutkan pelaku usaha. Faktanya, banyak pengusaha juga ingin patuh, tapi sistem dan regulasinya tidak memberi ruang.
Disisi lain, belum ada kejelasan soal legalisasi kendaraan overdimensi, bahkan tidak ada skema transisi yang adil, dan yang muncul justru penegakan hukum yang semakin masif.
Bahkan yang lebih membingungkan sekarang ini ketika Korlantas Polri justru tampil paling depan dalam urusan ODOL ini, dan seolah mengambil alih peran utama dari Kemenhub. Bukannya berkoordinasi untuk memperbaiki sistem, malah terkesan akan berlomba memperbanyak penindakan dan publikasi.
Makanya tak heran jika para pengusaha Truk bertanya. Sejak kapan penegakan hukum jadi satu-satunya solusi dalam memberantas truk obesitas itu ?. Lalu, dimana terobosan kebijakan teknis dari Kemenhub yang seharusnya punya otoritas utama ?.
Pasalnya, selama ini pengawasan overload pun masih pakai cara lama (penimbangan manual). Padahal, di era digital saat ini, cara seperti itu bukan hanya tidak efektif, tapi membuka celah penyimpangan. Seharusnya, sistem pengawasan sudah berbasis data digital, manifes barang, GPS tracking, dan integrasi dengan sistem KIR dan jalan tol.
Program penanganan kendaraan lebih dimensi dan lebih muatan (over dimension over load / ODOL) sudah dicanangkan oleh pemerintah sejak tahun 2017, dengan harapan mewujudkan bahwa Indonesia dapat bebas dari kendaraan angkutan barang yang sangat membahayakan dan merugikan masyarakat (ZERO ODOL).
Program yang sangat mulia untuk mewujudkan angkutan barang yang berkeselamatan dan menjaga infrastruktur jalan agar tetap terjaga serta membantu negara dalam penghematan biaya pemeliharaan infrastruktur jalan.
Namun realita pelaksanaan dilapangan penanganan kendaraan lebih dimensi dan lebih muatan belum mencapai hasil yang memuaskan.
Banyaknya regulasi aturan yang tumpang tindah dan kontraproduktif sehingga cenderung menyulitkan untuk diikuti dan menyuburkan praktek pungutan liar yang dilakukan oleh para oknum petugas membuat rendahnya antusiasme pelaku usaha untuk mendukung implementasi program pemerintah tersebut.
Karenannya, Aptrindo menilai bahwa diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan penanganan kendaraan lebih dimensi dan lebih muatan (over dimension over load / ODOL), termasuk peninjauan ulang regulasi teknis yang bersifat kontraproduktif, serta perlunya melakukan terobosan kelembagaan yang dapat menjadi solusi nyata dalam situasi stagnan ini.
Lalu Apa yang seharusnya dilakukan
Pertama, melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program ODOL 2017–2023. Jangan hanya melanjutkan implementasi apa yang sudah terbukti tidak efektif.
Kedua, memberikan kejelasan status kendaraan overdimensi. Dalam kaitan ini perlu regulasi legalisasi dan sertifikasi ulang (KIR Amnesti, SRUT Transisi).
Ketiga, hentikan pendekatan perang publikasi di media sosial dan segera membuka ruang dialog serta kolaborasi nyata dengan pelaku usaha atau stakeholders terkait dalam hal ini pengusaha Truk.
Keempat, menegaskan kembali peran Kemenhub sebagai pembuat kebijakan dan solusi, bukan sekadar pelengkap dari operasi penindakan.
Kelima, mendorong digitalisasi sistem pengawasan. Sekarang ini bukan zamannya lagi menggunakan metode lama yang tidak efisien.
Oleh karenanya, kalau hanya terus menekan pelaku usaha tanpa solusi konkret, maka ODOL hanya akan berganti wajah, dari truk jalan raya ke truk yang sembunyi, dari penindakan ke pelanggaran sistemik.
Konkretnya, kita butuh keberanian nyata dari Kemenhub dan Korlantas, bukan sekadar pencitraan. Sebab, program ODOL 2025 seharusnya jadi momentum perbaikan menyeluruh, bukan sekadar perpanjangan penindakan. #Salam Satu Aspal#