LOGISTIKNEWS.ID- Pemerintah menargetkan kebijakan zero ODOL (over dimension and over load) terhadap angkutan barang dan logistik dapat berlaku efektif secara nasional mulai 1 Januari 2027.
Untuk itu, Pemerintah juga tengah merancang skema insentif dan disinsentif bagi pihak yang menaati maupun melanggar aturan ODOL sebagai bentuk keseimbangan antara pendekatan edukatif dan penegakan hukum di lapangan.
Adapun skema insentif itu merupakan satu dari kesembilan rencana aksi nasional dalam mewujudkan zero ODOL dan telah tertuang dalam rancangan Perpres Penguatan Logistik Nasional yang saat ini dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum yang ditargetkan selesai pada Oktober 2025.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan hasil survei Badan Pusat Statistik yang menunjukkan sekitar 35 persen perusahaan logistik siap melakukan normalisasi kendaraan over dimension over loading (ODOL).
Menurut AHY, data tersebut menunjukkan adanya peningkatan kesadaran pelaku usaha terhadap pentingnya keselamatan transportasi serta dukungan terhadap kebijakan pemerintah mewujudkan penertiban kendaraan bermuatan berlebih.
“Dan sebetulnya bagus, dari hasil survei ataupun studi yang dilakukan oleh BPS, sebetulnya per hari ini ada 35 sekian persen yang apa namanya, pemilik usaha itu yang siap untuk melakukan normalisasi kendaraan,” ujarnya dalam jumpa pers setelah Rapat Koordinasi Tingkat Menteri terkait Implementasi Rencana Aksi Nasional Penanganan Kendaraan Lebih Dimensi dan Lebih Muatan atau ODOL di Jakarta, Senin (6/10/2025).
AHY menegaskan, normalisasi kendaraan bukan sekadar penyesuaian dimensi, tetapi juga langkah memperkuat tata kelola logistik nasional agar lebih efisien, aman, dan mendukung daya saing industri domestik.
“35 persen per hari ini, dari berapa bulan kita bekerja, sudah ada 35 persen yang menyatakan siap atau ingin melakukan normalisasi (truk ODOL). Apakah mengembalikan kepada kondisi awal atau investasi kendaraan baru,” ujar AHY.
Dia menambahkan, dari hulu ke hilir, seluruh rantai pasok logistik harus dikawal agar penertiban kendaraan tidak hanya dilakukan di jalan raya, tetapi juga di tahap pemberangkatan dan pengawasan karoseri.
“Dengan semakin banyak perusahaan yang siap menormalisasi kendaraan, kami optimistis kebijakan zero ODOL dapat diterapkan efektif sekaligus menghadirkan sistem logistik nasional yang lebih aman dan kompetitif,” ucap AHY.
Dukungan Pelaku Logistik
Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jakarta, Adil Karim, mengatakan praktik ODOL hanya pada kategori angkutan truk non peti kemas atau breakbulk.
Sedangkan untuk angkutan peti kemas- sangat kecil kemungkinan praktik seperti itu. Apalagi jika itu merupakan kargo ekspor impor sudah wajib memenuhi standar berlaku internasional.
Pasalnya, kalau ekspor impor, data berat petikemas menjadi salah satu persyaratan dalam proses sebelum pengapalan. Makanya ada aturan yang namanya VGM kontainer kalau di Pelabuhan.
Verified Gross Mass atau VGM merupakan data mengenai berat total kontainer pengiriman yang sudah termasuk kargo, bahan pengaman, pallet, dan berat tara kontainer itu sendiri. VGM wajib dinyatakan sebelum kontainer dimuat ke kapal, sebagai persyaratan dari peraturan SOLAS (Safety of Life at Sea) yang distandarkan oleh International Maritime Organization (IMO).
Pada prinsipnya, kata Adil, pelaku logistik sangat setuju dengan peniadaan praktik tetsebut (Zero ODOL) dengan mempertimbangkan aspek keselamatan atau safety-nya.
“Banyak aspek kalau bicara safety, bukan cuma menyangkut volume muatanya, atau kompetensi pengemudinya tetapi bagaimana kondisi maintenance armada truknya. Sebab ada juga truk tanpa muatan-pun alami kecelakaan,” ucap Adil, kepada Logistiknews.id, beberapa waktu lalu.
Terkait dengan volume muatan berlebih pada angkutan barang, tegas Adil hanya bisa dilakukan pada kargo non kontainer atau breakbulk, seprti Semen, Besi Baja, air dalam kemasan, hingga pasir, hasil tambang serta kargo kebutuhan pembangunan infrastruktur. Untuk itu, hal ini mesti dibicarakan dengan Industri-nya terlebih dahulu.
Karenanya, Adil menyarankan untuk barang proyek atau breakbulk tertentu seperti barang modal berupa mesin supaya menggunakan truk khusus heavy, seperti lowbet kometo dan sejenisnya yang dikhususkan untuk angkutan heavy sehingga tidak menyalahi aturan yang berlaku.
“Kalau yang dimuat dalam kontainer, bagaimana mau ODOL ?. Karena mau masuk pelabuhan dilakukan penimbangan. Kalau gak sesuai standar (kelebihan berat) gak bisa dilakukan proses pengapalan,” ucap Adil.
Bukan Cuma ODOL
Sebelumnya, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan mengemukakan, penindakan terhadap truk ODOL tidak akan efektif kalau tebang pilih seperti yang terjadi selama hampir sepuluh tahun terakhir.
Untuk itu, Aptrindo pernah menyampaikan lima usulan terkait program Zero ODOL tersebut.
Pertama, yakni menyangkut soal pentingnya ketegasan dan pengawasan menyeluruh dan berkeadilan mengenai aturan Over Load dan Over Dimension (ODOL). Aptrindo meminta soal ODOL ini tidak tebang pilih.
Kedua, perlu segera di ambil action konkret mengenai kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi untuk Truk Logistik di sejumlah daerah. Sebab, banyak truk anggota Aptrindo sulit memperoleh BBM tersebut. Sehingga truk logistik menganggur alias tidak bisa beroperasi dan fenomena ini merimbas pada aktivitas logistik.
Ketiga, Aptrindo meminta Pemerintah agar mendukung program peremajaan kendaraan truk logistik, lantaran usia truk yang beredar hampir diseluruh wilayah Indonesia saat ini mayoritas berusia lebih dari 15 tahun, bahkan ada yang sudah lebih 20 tahun. Adapun program peremajaan truk ini untuk mendukung mewujudkan green transportation and logistics.
Keempat, adanya perbaikan pada sistem perizinan secara online (OSS) untuk usaha sektor transportasi khususnya trucking.
Kelima, Aptrindo mengingatkan Pemerintah untuk tidak melakukan Pembatasan Angkutan Barang dan Logistik terlalu lama terutama saat libur panjang Natal dan Tahun Baru (Nataru) agar aktivitas ekspor impor tidak terganggu.
Jangan Molor Lagi
Pemerhati logistik dan kemaritiman dari Indonesia Logistic and Maritime Watch (IMLOW), Achmad Ridwan Tento, juga menyoroti praktik ODOL lantaran hingga kini praktik tersebut belum mampu diberantas secara penuh.
Padahal, Pemerintah Indonesia, telah memprogramkan bebas praktik ODOL tersebut pada awal 2023. Namun faktanya, hingga kini praktik ODOL masih menjadi persoalan, dan terus memerlukan waktu panjang dalam mengatasinya.
Karena itu, diperlukan ketegasan Pemerintah pusat dan dan daerah tanpa tebang pilih untuk menegakkan aturan bebas truk ODOL di seluruh wilayah Indonesia jika ingin memberantas ODOL. Sehingga Zero Odol tidak molor lagi.
Menurut Ridwan, praktik ODOL dapat dihilangkan jika semua pihak komitmen pada aspek safety atau keselamatan angkutan barang dijalan ketimbang hanya mempertimbangkan aspek keekonomian (efisiensi) logistik.
Program bebas ODOL juga merupakan cara mengurangi beban kerusakan infrastruktur jalan yang saat ini sangat membebani anggaran negara, lantaran praktik ODOL merupakan kendaraan logistik yang mengangkut barang secara berlebihan. Artinya, kendaraan berat yang memiliki dimensi dan muatan berlebih, atau tidak sesuai regulasi yang berlaku.
Praktik ODOL kerap kali menimbulkan masalah, dan berpotensi kecelakaan di jalan raya. Sebab, dengan membawa beban berlebih, potensi truk ODOL mengalami insiden cukup besar, mulai karena rem blong sampai hilang kendali yang tak hanya berdampak kerusakan, namun korban jiwa.
Praktik ODOL juga menimbulkan persoalan sosial lainnya, termasuk biaya bahan bakar yang lebih tinggi, berkontribusi besar pada kerusakan jalan, bahkan pencemaran udara atau polusi.[am]