IBC Fokus Utilisasi Armada dan Optimalisasi Operasional

  • Share
Kevin J Sutji, Business Development Manager PT IBC (Photo:Dok Logistiknews.id/Akhmad Mabrori)

LOGISTIKNEWS.ID- Ditengah dinamika industri pelayaran curah domestik yang penuh tantangan, PT Indonesia Bulk Carrier (IBC) memilih jalur berbeda. Ketika sejumlah perusahaan berlomba menambah armada, IBC sedikit menahan diri.

Strateginya jelas, memaksimalkan utilisasi armada yang ada sambil meningkatkan layanan yang ada dalam memperkuat kemitraan jangka panjang dengan para pelanggan strategis.

“Fokus kita saat ini adalah optimalisasi utilisasi armada yang ada. Pengadaan armada baru menunggu momentum yang pas,” ujar Business Development Manager PT IBC, Kevin Joshua Sutji, saat ditemui dikantornya pada Kamis (2/10/2025).

Dia memgungkapkan, kondisi pasar pelayaran saat ini penuh dinamika dan memang sedang tidak mudah lantaran ketidakseimbangan antara pertumbuhan armada dan permintaan pasar atau supply and demand.

Menurut Kevin, lonjakan permintaan global terhadap batu bara pada 2022–2023 mendorong banyak pelaku industri menambah kapal dan tongkang. Namun, ketika permintaan mulai menurun, kelebihan pasokan armada tak terelakkan.

“Pertumbuhan supply jauh melebihi demand. Banyak yang terpancing menambah armada saat harga tinggi, tapi sekarang harus menghadapi kenyataan pasar yang melandai,” jelasnya.

Saat ini, ujar Kevin, cukup banyak kapal baru yang sudah mulai dioperasikan, sehingga berimbas pada keseimbangan pasar dan berdampak pada penurunan tarif angkut. Bahkan untuk di sektor angkutan nikel misalnya, tarif terus mengalami penurunan dan sudah turun sekitar 30% akibat tekanan dari sisi supply sejak awal tahun ini.

“Kondisi seperti ini tentu membutuhkan strategi yang jitu untuk menjaga loyalitas customer pada satu sisi serta untuk tetap menjaga margin yang ada pada sisi lainnya,” jelas Kevin.

Pria muda dan energik ini menjelaskan, selain tekanan karena ancaman oversupply, tekanan lain yang sedang dihadapi terkait dengan penggunaan bahan bakar biosolar lantaran bahan bakar jenis ini tidak sepenuhnya kompatibel dengan mesin kapal (tugboat).

“Mesin harus lebih sering dibersihkan agar performa tetap terjaga. Bio-solar membuat kerja mesin lebih berat karena desain awalnya memang bukan untuk bahan bakar ini,” kata Kevin.

Penggunaan bio-solar merujuk pada regulasi pemerintah melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008, yang mewajibkan pencampuran bahan bakar nabati dalam solar secara bertahap. Jika pada awalnya hanya 2,5 persen (B2,5), kini kadar campuran sudah mencapai 40% (B40). Bahkan,  penggunaan B50 sedang disiapkan.

“Ini tentu menjadi tantangan bagi armada yang belum siap dengan bahan bakar berbasis FAME (Fatty Acid Methyl Ester). Tapi kami tetap berkomitmen mematuhi regulasi sambil terus melakukan penyesuaian teknis,” ucapnya.

Jaga Keberlanjutan Operasi

Kevin menambahkan, meskipun pasar sedang tidak ramah, IBC tetap menunjukkan stabilitas bisnisnya. Salah satu kuncinya, adalah kontrak jangka panjang dengan sejumlah klien utama di sektor pertambangan, khususnya batu bara dan nikel.

Menurutnya, pola kontrak semacam ini memberi kepastian utilisasi armada serta mengurangi risiko volatilitas pasar. “Kami tidak bermain di ruang spekulasi. Investasi kapal adalah investasi jangka panjang. Fokus kami adalah menjaga efisiensi dan keberlanjutan operasional,” paparnya.

Disisi lain, dengan mulai menurunnya permintaan batu bara, IBC pun mulai melihat peluang dari komoditas nikel.

Kevin mencatat bahwa permintaan global terhadap nikel terus meningkat seiring pertumbuhan industri baterai kendaraan listrik. Indonesia, yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, menjadi pemain penting dalam rantai pasok global ini.

“Smelter-smelter nikel di Sulawesi dan daerah lain membuka peluang baru bagi pelayaran domestik. Kami sudah mulai mengalihkan sebagian armada untuk melayani pengangkutan nikel,” ujarnya.

Ekspansi Bertahap, Tunggu Momentum

Sejak berdiri pada 2010 dengan lima unit kapal tunda dan tongkang, IBC kini mengoperasikan 11 armada. Meski kapasitas bertambah, strategi ekspansi tetap dilakukan dengan penuh kehati-hatian.

“Ekspansi tetap ada dalam rencana jangka panjang, tapi selalu kami sesuaikan dengan kebutuhan pasar riil, bukan karena tren sesaat,” tegas Kevin.

Namun, imbuhnya, di tengah tekanan dan tantangan berlapis, IBC tetap berpijak pada prinsip dasar yakni efisiensi, kehati-hatian, dan kerja sama jangka panjang. Perusahaan menilai bahwa disiplin operasional adalah kunci bertahan, lebih dari sekadar ekspansi besar-besaran.

“Perusahaan juga melihat potensi besar di kawasan timur Indonesia. Dengan keterbatasan infrastruktur darat di wilayah tersebut, moda angkut laut, terutama tongkang, menjadi tulang punggung logistik, baik untuk komoditas tambang maupun bahan bangunan,” jelas Kevin.[am]

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *