GINSI: Biaya di Luar Pelabuhan Liar, Efisiensi Logistik Sulit Terwujud

  • Share
Capt Subandi, Ketum BPP GINSI

JAKARTA – Soal biaya logistik yang masih belum efisien di RI lantaran jauh tertinggal dengan negara tetangga sempat disoroti Presiden Joko Widodo saat meresmikan Terminal Multipurpose Wae Kelambu Pelabuhan Labuan Bajo di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), baru-baru ini.

“Biaya logistik kita masih jauh tertinggal dibanding negara tetangga. Biaya logistik mereka hanya 12 persen, tetapi kita masih 23 persen lebih. Artinya ada yang tidak efisien. Maka itu dibangunlah infrastruktur seperti pelabuhan, jalan, bandara dan lain-lain, karena kita ingin barang-barang kita bisa bersaing dengan negara lain,” ungkap Presiden.

Menurut Ketua Umum BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Capt Subandi,  jika Indonesia serius mau menurunkan biaya logistik dari 23% menjadi 17% harus mau dan mampu mengendalikan dan mengatur biaya-biaya di luar pelabuhan.

“Perlu dicatat bahwa sesungguhnya biaya-biaya di pelabuhan saat ini sudah jauh lebih baik karena sebelum di terapkan terlebih dahulu di lakukan kajian, baik oleh konsultan, akademisi maupun praktisi. Tetapi kalau yang menyangkut biaya di luar pelabuhan, terutama biaya di agen cargo/shipping internasional tidak ada kajian dan kontrol,” ucap Capt Subandi melalui keterangan pers-nya pada Senin (25/10/2021).

Dia mengatakan, cukup banyak agen cargo/shipping internasional (pengangkut ekspor impor) di Indonesia yang menerapkan biaya diluar kewajaran dan bahkan mengutip biaya-biaya yang tidak ada pelayananya.

“Fenomena seperti ini apa bedanya dengan ‘pungli’ kepada angkutan barang dari dan kepelabuhan yang marak terjadi dan sudah di berantas setelah di tegur oleh Presiden Jokowi,” tanya Capt Subandi.

Dia juga menyatakan, GINSI seringkali menerima keluhan pebisnis (importir) yang di ‘pungli’ oleh agen cargo/shipping internasional yang nilainya Rp 1-3 jutaan per petikemas.

Oleh sebab itu, GINSI meminta supaya Pemerintah dapat turun tangan termasuk tim saber pungli untuk memberantas biaya yang tidak ada layanannya tersebut yang dikutip oleh mereka yang bernaung di balik perusahaan agen kargo/shipping internasional dan berbadan hukum.

“Pemerintah melalui Kementrian terkait (Kemenhub atau BKPM ) harus memeriksa izin-izin perusahaan seperti ini,” tutur Capt Subandi.

Dia mencontohkan biaya untuk menebus dokumen delivery order (DO) di agen pelayaran asing di Jakarta sampai saat ini masih ada yang mengutip diluar batas kewajaran atau semena-mena.

“Siapa yang bisa mengawasi ini ?, dan apakah agen-agen kapal asing itu juga bernaung di asosiasi ?, lalu apakah ada pembinaan dari asosiasinya selama ini ?. Bukankankah jika tidak ada pelayanan tetapi jika mengutip biaya termasuk kategori pungli atau pemerasan ?, ” papar Subandi.

Dia menyebutkan masih ada agen kapal asing tersebut yang mengenakan komponen biaya EHS Charges, TIS Charges, Cleaning, Congestion Recovery, hingga Deposit Kontainer mencapai puluhan juta rupiah.

“Komponen biaya-biaya seperti itu tidak jelas pelayanannya, namun kok dicantumkan dalam invoice. Kami (GINSI) mendesak Pemerintah untuk bisa menertibkan,” ujar Capt Subandi.(*)

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *