Guru Besar UNS: Indonesia Butuh Ekosistem Riset yang Efektif dan Efisien

  • Share
Prof Dr Kuncoro Diharjo ST MT
Prof Dr Kuncoro Diharjo ST MT

LOGISTIKNEWS.ID – Indeks inovasi riset Indonesia terus merosot setiap tahun sejak 2016 di posisi 36 dunia menjadi 50 dunia pada 2021. Bahkan di tingkat Asia Tenggara saja, mengutip data theglobaleconomy.com, Indonesia berada di urutan kedelapan, hanya unggul di atas Myanmar, Laos, dan Kamboja.

Menanggapi kondisi ini, Guru Besar Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Prof. Dr. Kuncoro Diharjo, ST, MT, mengatakan indeks inovasi riset suatu negara dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya institusi, human capital and research, infrastuktur inovasi riset, kecanggihan marketing dan dan kecanggihan bisnis.

“Institusi riset (litbang/universitas) baik negeri maupun swasta harus dikondisikan pada ekosistem riset yang produktif dan cepat. Pimpinan litbang/universitas, sebagai decision maker, berperan dominan dalam menciptakan ekosistem riset yang produktif dan cepat di institusinya,” kata Prof. Kuncoro, Senin (1/8/2022).

Menurut Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi UNS ini, kebijakan yang adaptif dan produktif menjadi salah satu pilihan yang terbaik agar mampu mendorong setiap periset untuk aktif melakukan riset produktifnya.

“Sindiran halus dengan munculnya periset kaliber dunia di luar negeri yang berasal dari Indonesia juga patut dipertimbangkan. Mengapa orang Indonesia yang bekerja di negara maju dapat berprestasi sangat hebat? Salah satu jawabannya adalah karena didukung oleh ekosistem kerja yang baik dan produktif,” ungkap Prof. Kuncoro, yang menyandang gelar profesor di usia 39 tahun.

Hal yang sama juga terjadi ketika para mahasiswa Indonesia belajar S2/S3 di luar negeri, mayoritas berubah menjadi lebih hebat dan produktif. Namun, Ketika pulang ke Indonesia, tidak sedikit yang berubah kembali. “Saya kira sudah waktunya kita harus berubah bersama-sama menjadi cepat dan produktif,” kata profesor kelahiran di salah satu desa di Kebumen ini.

Dekan Fakultas Teknik UNS periode 2011-2015 ini mengatakan SDM riset di Indonesia perlu diperkuat, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Kualitas riset dapat ditingkatkan dengan dukungan ekosistem riset yang lebih baik.

“Kita dapat mencontoh keberhasilan Korea Selatan yang menjadi negara maju pada 2014. Produktifitas riset yang tinggi dapat dilakukan dengan membangun Institusi yang kaya tenaga perisetnya (efektif) dan meminimalkan administrasi (efisien),” ungkap Prof. Kuncoro.

Menurut dia, model riset berbasis output merupakan salah satunya. Ekosistem institusi riset yang produktif, efektif dan efisien ini akan mampu membentuk peneliti hebat.

Selain itu, lanjut Prof Kuncoro, penurunan indeks inovasi riset Indonesia dipengaruhi kuat oleh penguatan kehandalan infrastruktur riset di Indonesia. Peralatan laboratorium riset perlu perawatan dan kalibrasi rutin, serta dimungkinkan juga revitalisasi. Layanan laboratorium yang prima akan mengakselerasi ketercapaian hasil riset dan waktunya menjadi lebih efektif.

“Untuk menjamin keberlanjutan, kecanggihan pemasaran dan membisniskan preralatan riset untuk melayani pengujian dari luar lembaga/swasta juga diperlukan. Kecanggihan ini meliputi sistem layanan online yang termonitor dengan baik dan tarif layanan yang akuntabel. Sistem layanan yang profesional dan transparan akan menambah kepercayaan pelanggan,” paparnya.

Dari paparan tersebut, tutur Prof. Kuncoro, faktor paling dominan yang mampu mengubah menjadi ‘Indonesia Maju dan Hebat’ adalah membangun ekosistem riset yang sehat, produktif dan akuntabel untuk mendukung kemajuan Indonesia.

“Ekosistem ini menjadi kebutuhan bersama antar negara G20, khususnya untuk menyelesaikan masalah dan tantangan secara global bagi negara G20, serta meningkatnya permasalahan yang dihadapi negara-negara G20. Penguatan ekosistem riset dan inovasi bagi negara-negara G20 bisa jadi menjadi kunci keberhasilan G20,” pungkasnya.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *