LOGISTIKNEWS.ID – Di tengah perlambatan ekonomi global yang terus berlanjut, Indonesia menutup tahun 2022 dengan pertumbuhan ekonomi yang solid sebesar 5,31 persen.Sepanjang tahun 2022, kinerja pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh faktor global dan domestik.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, bahwa secara global, Indonesia diuntungkan dengan relatif tingginya harga komoditas ekspor unggulan di pasar global yang memberikan windfall dan mendongkrak kinerja ekspor serta surplus neraca perdagangan. Namun demikian, harga komoditas unggulan Indonesia di pasar global sudah mulai menunjukkan tren penurunan.
Ketua Umum DPP Indonesia National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto, juga mengingatkan agar para pelaku usaha di sektor logistik dan pelayaran dituntut lebih peka dalam melihat perkembangan dunia, dan tangkas menghadapi situasi sulit di tahun ini.
“Kondisi global saat ini akan berdampak bagi Indonesia, tetapi melihat perkembangannya, rasanya kita boleh optimistis bahwa Indonesia bisa melewati masa sulit ini,” ujar Carmelita, kepada Logistiknews.id, pada Rabu (15/2/2023).
Lembaga dunia maupun pemerintah sendiripun juga terlihat masih menempatkan ekonomi Indonesia pada jalur positif di tahun 2023 ini.
“Mungkin kita tidak sampai resesi, tapi hanya akan mengalami pelambatan ekonomi saja. Dan ini yang mesti tetap kita waspadai. Berkaitan dengan situasi tahun ini, ada beberapa isu di domestik yang berkait dengan sektor logistik dan pelayaran kita,” ucapnya.
Ketum DPP INSA yang akrab disapa Memei itu melihat ada kemungkinan penurunan perdagangan dunia saat ini meskipun harapannya hal itu tidak terjadi karena kondisi itu berpotensi berimbas pada angkutan ekspor dan import.
Namun, imbuhnya, untuk logistik transportasi di dalam negeri, kembali lagi, selama produksi serta daya beli masyarakat dan konsumsi kita di dalam negeri tetap baik, maka muatan kapal kontainer nasional di domestik masih akan tetap terjaga pertumbuhannya.
Nilai Tukar
Isu lainnya adalah melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD yang memberikan efek tidak kecil bagi pelayaran. Untuk perusahaan pelayaran yang memiliki hutang dalam bentuk USD tentu akan alami beban yang lebih berat kalau nilai tukar rupiah melemah.
“Belum lagi nanti akan ada penaikan biaya maintenance perusahaan pelayaran karena spare part pada kapal itu 70 persen masih impor,” papar Carmelita.
Persoalanya lainnya, kata dia, adalah masalah klasik pelayaran nasional yang masih belum berdaya saing lantaran jika dilihat pada kegiatan ekspor impor, hingga kini masih didominasi oleh kapal asing.
“Ini menjadi tantangan karena memang beban pelayaran lebih berat,” ungkapnya.
Ocean Freight
Carmelita juga mengemukakan, walaupun kini ocean freight sudah turun dan mendekati saat sebelum pandemi, namun bukan berarti hal ini akan memicu kenaikan volume eksport nasional.
Sebab, imbuhnya, bagaimanapun demand atau permintaan komoditi kita akan terpengaruh dengan kondisi ekonomi dunia akibat global resesi 2023.
“Yang menjadi berat adalah ketika Tiongkok sebagai partner dagang strategis Indonesia juga akan alami pelambatan ekonomi. Mungkin ekspor kita akan terkoreksi, tapi saya kira ekonomi nasional masih akan tetap bisa bertahan, selama daya beli masyarakat tetap terjaga, maka kegiatan logistik di domestik akan lebih ‘aman’. Maka permintaan pada pasar kapal kontainer juga akan tetap tumbuh berbanding lurus dengan kegiatan dan pertumbuhan ekonomi nasional di 2023.,” ujarnya.
Atas dasar itu, Carmelita memandang penting bagi Pemerintah RI untuk memberikan bantalan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat. Disamping itu, agar pemerintah tetap bisa menjaga iklim usaha tetap kondusif, menjaga laju inflasi nasional serta penguatan nilai Rupiah.
“Serta tak henti-hentinya kita berharap equal treatment di bidang fiskal dan moneter bagi pelayaran nasional, untuk bisa menaikkan daya saing,” kata Carmelita.
Menguat
Sepanjang tahun 2022, BPS mencatat kinerja pertumbuhan ekonomi secara spasial juga terus menguat di berbagai wilayah, khususnya kelompok provinsi di Pulau Jawa (5,31 persen), Sulawesi (7,05 persen), dan Maluku & Papua (8,65 persen). Namun demikian, struktur ekonomi Indonesia secara spasial masih didominasi kelompok provinsi di Pulau Jawa (56,48 persen) dan Sumatera (22,04 persen).
Adapun ekspor barang dan jasa tumbuh sebesar 16,28 persen pada tahun 2022. Dengan pertumbuhan ini, komponen ekspor barang dan jasa menyumbang sumber pertumbuhan (source of growth/SoG) sebesar 3,60 persen. Jika dirinci lebih dalam, ekspor barang menyumbang 3,04 persen sedangkan ekspor jasa menyumbang 0,56 persen.
Seluruh komponen pengeluaran mengalami pertumbuhan di 2022, kecuali Konsumsi Pemerintah yang mengalami kontraksi sebesar 4,51 persen.
BPS juga mencatat, komponen Ekspor-Impor mengalami pertumbuhan tinggi. Ekspor didorong oleh windfall komoditas unggulan. Sementara peningkatan Impor didorong kenaikan impor barang modal dan bahan baku.[am]