Indeks Logistik Indonesia 2023 Anjlok & Kini di Bawah Chile, Kok Bisa ?

  • Share
Truk Logistik Pengangkut Peti Kemas saat melintasi Alat Pemindai Kontainer yang di operasikan Bea dan Cukai Tanjung Priok di fasilitas TPFT Graha Segara.-photo:Logistiknews.id/Akhmad Mabrori

LOGISTIKNEWS.ID – Peringkat Logistik Performace Index (LPI) Indonesia pada 2023 berada diangka 3.0 atau menempati posisi ke 63 di dunia berdasarkan data laporan World Bank, baru-baru ini.

Berdasarkan data itu, Score LPI Indonesia masih berada di bawah Chile, Vietnam maupun Brazil. Bahkan jauh tertinggal jika dibandingkan dengan Singapura yang menempati urutan score tertinggi LPI versi World Bank yakni 4.3 dan Hongkong dengan score 4.0.

Laporan itu juga merinci mengenai Custom Score, infrastruktur, International Shipments, Logistic Competent & Quality, serta Tracking and Tracing (lihat tabel).

Padahal disisi lain, selama hampir 10 tahun terakhir Indonesia sangat masif membangun dan mempersiapkan infrastruktur termasuk untuk kelancaran arus barang dan logistik termasuk jalan tol, pelabuhan dan bandar udara (Bandara).

Bukan cuma infrastruktur, berbagai perangkat digitalisasi berbasis informasi dan tehnologi (IT) juga telah siapkan dan di implementasikan demi mendukung kelancaran arus barang dan logistik dengan harapan bisa mendongkrak performance indeks logistik Indonesia.

Sumber dikalangan pebisnis Shipping dan Logistik nasional kepada redaksi Logistiknews.id mengungkapkan, justru menyayangkan atas laporan LPI Indonesia 2023 yang dirilis World Bank tersebut.

Selain dinilai tidak fairnes, indikator laporan tersebut terkesan mengenyampingkan fakta dan upaya Indonesia yang sudah sangat serius membenahi infrastuktur dan tehnologi di sektor logistik, salah satunya yakni National Logistic Ecosystem (NLE).

LPI 2023 World Bank

Karenanya tak bisa pungkiri, ditengah derasnya arus informasi dan digitalisasi saat ini, transformasi di sektor logistik juga menjadi sebuah keharusan agar bisa berdaya saing.

Kondisi itu mesti disikapi cermat oleh pelaku bisnis logistik melalui kolaborasi dengan regulator dan stakeholders terkait agar terwujud ekosistem logistik nasional yang lebih baik.

Bukan hanya itu, berbagai program inovasi digitalisasi, kolaborasi dan integrasi layanan juga telah digiatkan pada aktivitas transportasi, logistik, depo, pergudangan, pelayaran dan jasa kepelabuhanan.

Selain untuk percepatan layanan arus barang dan efiensi logistik, hal itu juga diharapkan mewujudkan transparansi tarif pada semua layanan bisnis disektor tersebut.

Untuk itulah, pemerintah dan stakholders terus menyempurnakan national logistik ecosystem (NLE), bahkan akan memperluas implementasinya-bukan hanya di pelabuhan laut namun juga di bandar udara (bandara) baik domestik maupun internasional.

Persepsi Pengguna Jasa

Secara umum, persepsi pengguna jasa menilai adanya efisiensi program NLE, khususnya layanan SSm Perizinan, SSm QC, Delivery Order, Surat Penyerahan Petikemas Online, Autogate, dan Trucking. Efisiensi waktu dan biaya yang berdasarkan laporan survei Prospera berkisar 24,6 persen sampai 49,5 persen.

Bahkan, berdasarkan data Lembaga National Single Window (LNSW), estimasi penurunan biaya timbun dan biaya penarikan untuk behandle atau pemeriksaan mulai dari awal implementasi SSm Pabean Karantina pada bulan Juni 2020 sampai dengan Desember 2022 sebesar 191,32 miliar atau 33,48 persen. Selain itu, rata-rata efisiensi waktunya sebesar 22,37 persen.

Pada kurun waktu 2023-2024, NLE akan fokus pada tiga aspek, yakni akselerasi penyelesaian target rencana aksi Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 tahun 2020, room for improvement, dan perluasan target pelabuhan implementasi NLE.

Guna mendukung kelancaran implementasi NLE, pemerintah terus menjaring masukan dari semua elemen terkait, baik dari pemerintahan, swasta, maupun pelaku logistik.

Dengan NLE juga diyakini bisa mendongkrak performance logistik nasional sekaligus menargetkan efisiensi biaya logistik di kisaran 60-80%.

Target tersebut karena efisiensi NLE saat ini baru di kisaran 50 persen, sehingga belum cukup untuk Indonesia yang secara geografis menantang karena merupakan negara kepulauan.

Bongkar Muat

Disisi lain, Kementerian Perhubungan mengingatkan bahwa demi mewujudkan pelayanan logistik nasional efisien maupun distribusi barang yang efektif, pelayanan bongkar muat barang di pelabuhan agar akuntabel dan transparan.

Hal ini sejalan dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pelayaran.

Usaha bongkar muat barang adalah kegiatan usaha yang bergerak dalam bidang bongkar muat barang dari dan ke kapal di pelabuhan yang meliputi kegiatan stevedoring, cargodoring, dan receving/delivery. Kegiatan bongkar muat barang dapat juga dapat dilaksanakan dari kapal ke kapal (ship to ship transfer).

Kegiatan bongkar muat barang dilaksanakan oleh pelaksana kegiatan bongkar muat seperti perusahaan bongkar muat yang wajib berkerja sama dengan penyelenggara pelabuhan dan badan usaha pelabuhan yang mendapatkan konsesi, perusahaan angkutan laut nasional, dan badan usaha pelabuhan yang mendapatkan konsesi.

Selain itu, tujuannya adalah untuk mewujudkan pelayanan bongkar muat barang di pelabuhan yang akuntabel dan transparansi dan terjalinnya kolaborasi dan integrasi pelayanan barang di pelabuhan dengan semua stakeholder terkait.

Daya Saing

Kemenhub juga terus mendorong dilakukannya digitalisasi layanan kepelabuhanan di seluruh Pelabuhan di Indonesia, dalam rangka meningkatkan daya saing logistik nasional.

Pasalnya daya saing logistik dan kegiatan ekspor menjadi salah satu ukuran dari pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu, Menhub juga meminta kepada Pelindo untuk terus mengoptimalkan kegiatan ekspor dan impor logistik di pelabuhan-pelabuhan yang dikelolanya, agar daya saing logistik nasional semakin meningkat.

“Semakin besar jumlah barang yang datang dan keluar di suatu pelabuhan, maka biayanya semakin ekonomis. Untuk itu Pelindo harus terus melakukan upaya-upaya peningkatan kinerja,” ucap Menhub Budi Karya Sumadi belum lama ini.

Selain itu, Kemenhub juga telah menerapkan konsep Hub and Spoke pada pelabuhan-pelabuhan di Indonesia, berkolaborasi dengan Kementerian/Lembaga melalui pembentukan National Logistic Ecosystem (NLE), serta melakukan digitalisasi layanan kepelabuhanan, baik itu digitalisasi perizinan dan pelayanan, seperti: SIMLALA, SITOLAUT, dan Inaportnet.

Pemerintah RI melalui Kementerian Keuangan terus memacu peningkatan performance logistik nasional melalui implementasi National Logistics Ecosystem (NLE). Bahkan bukan hanya di Pelabuhan Laut, NLE juga bakal diterapkan di Bandar Udara (Bandara) yang layani internasional maupun domestik.

Terhadap hal ini, pelaku bisnis logistik yang tergabung dalam Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) juga terus mendorong langkah konkret yang telah dilakukan Pemerintah RI dalam rangka memberikan kemudahan berusaha melalui sistem NLE guna mendongkrak kinerja dan performance logistik nasional.

ALFI juga mendorong NLE sebagai program action yang inclusive, collaboratif dan progressive di Indonesia.

Bahkan sejak tahun 2017, ALFI telah ikut terlibat aktif dalam komitmen dan terus mendorong implementasi NLE di Pelabuhan dan Bandara tersebut.

Disisi lain pentingnya peran aktif pelaku usaha dan stakeholders dalam menyukseskan NLE karena pemerintah tidak bisa sendiri dalam mewujudkan penataan NLE yqng secara umum bertujuan meningkatkan kinerja logistik nasional, memperbaiki iklim investasi, serta meningkatkan daya saing perekonomian nasional. Aktivitas logistik merupakan salah satu roda penggerak perekonomian Indonesia.

Implementasi National Logistic Ecosystem (NLE), juga diyakini mampu memperbaiki manajemen Supply Chain atau rantai pasokan, sehingga proses logistik bisa menghasilkan biaya yang lebih efisien dan siklus produksi yang semakin cepat. Pada prinsipnya pelaku usaha logistik nasional mendukung program NLE  guna merangkai semua kegiatan Supply Chain secara nasional.

NLE adalah suatu ekosistem logistik yang menyelaraskan arus lalu lintas barang dan dokumen internasional sejak kedatangan sarana pengangkut hingga barang tiba di gudang.

NLE juga mengenalkan suatu konsep kolaborasi digital yang memungkinkan entitas logistik terhubung dengan pemerintah serta platform logistik lainnya. Selain itu, NLE memperkaya peran Indonesia national single window (INSW).

Investasi

Selain untuk mewujudkan indeks performance logistik RI yang semakin baik, NLE diharapkan mengakselarasi juga daya saing komoditi hingga mendongkrak investasi bisnis di sektor tersebut.

Berdasarkan data Kementerian Investasi/BKPM, realisasi Penanaman modal dalam negeri (PMDN) ataupun penanaman modal asing (PMA) disektor Transportasi, Pergudangan dan Telekomunikasi pada tahun 2022 tercatat Rp.134,3 Triliun.

Pencapaian realisasi investasi Sektor Transportasi, Pergudangan dan Telekomunikasi pada tahun lalu tersebut berada di posisi ketiga setelah Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya yang mencapai Rp.171,2 Triliun yang menempati posisi pertama. Adapun di posisi kedua yakni sektor Pertambangan yang mencapai Rp.136,4 Triliun.

Namun realisasi PMA/PMDN sektor Transportasi, Pergudangan dan Telekomunikasi pada 2022 itu masih melampaui sektor lainnya seperti sektor Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran sebesar Rp.109,4 Triliun, serta Sektor Industri Kimia dan Farmasi yang tercatat Rp.93,6 Triliun.

Pada 2022, realiasi PMA untuk sektor Transportasi, Pergudangan dan Telekomunikasi mencapai US$ 4,1 Milliar dan PMDN-nya sebesar Rp.75,1 Triliun.

Kini, saatnya mesti lebih serius lagi melakukan pembenahan persoalan sektor logistik nasional dengan menjadi fokus bersama pemerintah dan pelaku bisnis didalamnya, apalagi pasca rilis LPI Indonesia 2023 oleh World Bank itu. [tim Logistiknews.id]

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *