Kontribusi Importasi Tak Hanya pada Aktivitas Logistik, Juga Pariwisata

  • Share
Terminal Petikemas Teluk Lamong (Photo:Akhmad Mabrori/Logistiknews.id)

LOGISTIKNEWS.ID – Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) mengemukakan, kegiatan importasi berkontribusi dan saling menopang aktivitas bisnis lainnya.

Importasi adalah suatu keniscayaan atau Sunatullah, karenanya tidak mungkin dihilangkan dalam sistem perdagangan global lantaran jika ada aktivitas ekspor tentunya juga ada impor, dimana keduanya saling bergantung.

“Misalkan, dari sisi kontainer eks impor yang kemudian digunakan lagi untuk kegiatan ekspor dari Indonesia. Ini menunjukkan kedua hal itu merupakan salah satu keterikatan sistem perdagangan yang tidak bisa dipisahkan,” ucap Ketua Umum BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Capt Subandi, kepada Logitiknews.id, baru-baru ini.

Disisi lain, kegiatan inportasi juga menopang aktivitas ligistik lainnya seperti usaha trucking dalam pengangkutannya, bahkan multiplier efeknya pada pergerakan ekonomi hingga ke urusan pariwisata.

“Kalau importir mau beli atau melihat barang di suatu negara pastinya kan mengingap di hotel atau sejenisnya. Dan pastinya ada aspek ekonomi pariwisata disitu,” papar Subandi.

Dia menyatakan, pada hakekatnya pelaku usaha importasi tidak mempermasalahkan regulasi pengaturan import sepanjang pada implementasinya aturan itu tidak mempersulit dunia usaha.

“Kami tidak anti untuk diatur tetapi janganlah mempersulit importasi. Sebab impor jangan hanya dilihat dari sisi negatifnya terus tetapi meati juga dilihat sisi positifnya. Sebab, importasi mampu menghidupi sektor usaha lain yang juga membayar pajak dan menyerap tenaga kerja, bahkan berpartisipasi dalam pertumbuhan perekonomian indonesia,” jelas Capt Subandi.

GINSI juga menyoroti mengenai Laporan Survey (LS) yang  seharusnya di evaluasi. Pasalnya, LS ini dinilainya penugasan atau lebih cenderung ke bisnis, karena faktanya barang yang memimiliki LS pun tetap di periksa oleh custom jika masuk kategori jalur merah.

“Sebab dalam kaitan itu,Custom hanya melihat atas produk yang di import ini memiliki LS atau tidak, dan tidak melihat laporan detilnya. Akibatnya, banyak komoditas yang memiliki LS pun ternyata bisa berbeda dengan poroduk yang di importnya. Terlebih saat ini pemeriksaan barang bisa di lakukan di pelabuhan tujuan (Indonesia),” tegasnya.

Capt Subandi menceritakan, cukup banyak contoh komoditas yang telah memiliki LS tetapi kemudian bermasalah seperti contoh yang ramai beberapa waktu lalu terjadi yakni masuknya sejumlah kontainer impor yang diduga berisi sampah atau limbah melalui pelabuhan Tanjung Priok.

“Sampai sekarang sebagian kontainer impor diduga berisi limbah itu masih mengendap di TPP (tempat penimbunan pabean) karena belum direekspor ataupun dimusnahkan. Hal seperti ini jangan sampai lagi terjadi karena itu diperlukan aturan atau regulasi yang lebih pasti bagi dunia usaha khususnya importir,” ucap Capt Subandi.

Disisi lain, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya meningkatkan kualitas produk industri dalam negeri agar dapat berdaya saing melalui upaya standardisasi industri berupa pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara wajib pada produk hasil industri.

Pemberlakuan SNI ini diharapkan dapat mendorong peningkatan kualitas produk industri dalam negeri melalui standar-standar yang telah ditetapkan dan juga untuk melindungi pasar dalam negeri dari produk impor berkualitas rendah (trade barrier).

Nilai Impor

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa nilai impor Indonesia Oktober 2023 mencapai US$18,67 miliar, naik 7,68 persen dibandingkan September 2023 atau turun 2,42 persen dibandingkan Oktober 2022.

Adapun jmpor migas pada Oktober 2023 senilai US$3,21 miliar, turun 3,66 persen dibandingkan September 2023 dan turun 4,68 persen dibandingkan Oktober 2022.

Impor nonmigas Oktober 2023 senilai US$15,46 miliar, naik 10,37 persen dibandingkan September 2023 dan turun 1,94 persen dibandingkan Oktober 2022.

Sedangkan peningkatan impor golongan barang nonmigas terbesar Oktober 2023 dibandingkan September 2023 adalah mesin/perlengkapan elektrik dan bagiannya senilai US$386,8 juta (21,06 persen). Sementara penurunan terbesar adalah besi dan baja US$47,4 juta (5,30 persen).

Tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari–Oktober 2023 adalah Tiongkok US$51,03 miliar (33,09 persen), Jepang US$13,92 miliar (9,02 persen), dan Thailand US$8,55 miliar (5,55 persen). Impor nonmigas dari ASEAN US$25,78 miliar (16,72 persen) dan Uni Eropa US$11,80 miliar (7,65 persen).

Menurut golongan penggunaan barang, nilai impor Januari–Oktober 2023 terhadap periode yang sama tahun sebelumnya terjadi peningkatan pada golongan barang modal senilai US$2.749,3 juta (9,32 persen) dan barang konsumsi US$1.138,6 juta (6,96 persen). Sementara impor bahan baku/penolong turun US$19.317,3 juta (12,65 persen).[redaksi@logistiknews.id]

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *