LOGISTIKNEWS.ID – Pebisnis mengakui kinerja ekspor nasional yang belum mengalami perbaikan hingga di bulan-bulan awal 2024 ini yang dipengaruhi sejumlah faktor kondisi dalam negeri maupun global.
Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) DKI Jakarta, Irwandy MA Rajabasa, mengatakan asosiasinya juga cukup intens menerima keluhan dari eksportir maupun pelaku usaha kawasan industri lantaran melemahnya order sehingga berimbas pada menurunnya volume industri dalam jumlah yang cukup masif.
“Bahkan ada industri yang melaporkan ke GPEI, terpaksa menghentikan sementara aktivitasnya akibat order atau pemesanan dari luar negeri terhadap produk ekspornya dihentikan. Kondisi ini juga berpotensi terjadinya pemutusan hubungan kerja karyawan (PHK),” ujar Irwandy, pada Selasa (27/2/2024).
Selain dipengaruhi melemahnya market global, imbuhnya, regulasi kemudahan ekspor terhadap eksportir nasional masih minim dan justru yang dirasakan saat ini adalah sebaliknya yakni kemudahan untuk impor.
“Makanya kami selalu bilang ke para eksportir, jangan terlalu banyak berharap kepada Pemerintah soal stimulus atau kemudahan ekspor. Semuanya kembali ke kita (dunia usaha), bagaimana mencari peluang untuk penetrasi pasar dan akselerasi ekspor atas komoditi yang kita produksi saat ini,” sergahnya.
Faktor lainnya, dunia usaha nasional kinipun masih cenderung wait and see atau menunggu hasil Pemilu di dalam negeri.
“Adapun pengaruh perang Ukraina-Rusia maupun gonjang-ganjing ancaman resesi ekonomi di Jepang dan Inggris juga tidak bisa dikesampingkan dalam kontribusi pelemahan kinerja ekspor nasional,” ucap Irwandy.
Sebagaimana diberitakan, pada awal tahun ini soal kondisi Jepang dan Inggris yang resmi masuk ke jurang resesi karena pertumbuhan ekonomi yang minus dua kuartal berturut-turut. Ekonomi negara tersebut juga terdampak perang Rusia-Ukraina. Perang telah menekan ekonomi dunia dan kedua negara tersebut.
“Bahkan, kalau mengutip laporan proyeksi beberapa lembaga internasional yang memprediksi bahwa kinerja perekonomian dari negara-negara maju, terutama G7 akan cukup tertekan di tahun ini,” ujar Irwandy.
Laporan BPS
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa, nilai ekspor Indonesia pada Januari 2024 mencapai US$20,52 miliar atau turun 8,34 persen dibanding ekspor pada Desember 2023. Dan jika dibanding dengan Januari 2023 nilai ekspor pada Januari 2024 itu juga turun sebesar 8,06 persen.
Berdasarkan data BPS, ekspor nonmigas Januari 2024 mencapai US$19,13 miliar, turun 8,54 persen dibanding Desember 2023, dan turun 8,20 persen jika dibanding ekspor nonmigas Januari 2023.
Dari sepuluh komoditas dengan nilai ekspor nonmigas terbesar Januari 2024, yakni komoditas dengan penurunan terbesar dibanding Desember 2023 adalah bahan bakar mineral sebesar US$805,9 juta (20,81 persen), sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada lemak dan minyak hewan/nabati sebesar US$208,0 juta (10,36 persen).
Adapun menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari 2024 turun 3,69 persen dibanding bulan yang sama tahun 2023, demikian juga ekspor hasil pertambangan dan lainnya turun 23,54 persen, sedangkan ekspor hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan naik 0,11 persen.
Ekspor nonmigas Januari 2024, menurut data BPS itu, terbesar adalah ke Tiongkok yaitu US$4,57 miliar, disusul Amerika Serikat US$1,99 miliar dan India US$1,79 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 43,64 persen. Sementara ekspor ke ASEAN dan Uni Eropa (27 negara) masing-masing sebesar US$3,26 miliar dan US$1,48 miliar.
Sedangkan menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari 2024 berasal dari Jawa Barat dengan nilai US$2,95 miliar (14,35 persen), diikuti Kalimantan Timur US$2,17 miliar (10,58 persen) dan Jawa Timur US$1,99 miliar (9,68 persen).[redaksi@logistiknews.id]