LOGISTIKNEWS.ID – Pelaku usaha truk angkutan barang curah yang tergabung dalam Perkumpulan Operator Angkutan Curah Indonesia (TORACI) mendesak Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengevaluasi Surat Keputusan (SK) Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub No: 4413 Tahun 2020 Tentang Angkutan Barang Curah.
Pasalnya, beleid itu kini menjadi momok serius kalangan pelaku usaha angkutan barang (Dump Truk) lantaran tak sedikit armada jenis itu yang tidak bisa melakukan proses pemeriksaan kendaraan berkala (KIR).
Dalam beleid itu, disebutkan bahwa tinggi bak truk angkutan barang hanya maksimal satu meter.
Ketua Umum TORACI, Berman Limbong, mengatakan tidak sedikit armada dump truk yang terlanjur beroperasi memiliki bak truk melebihi ukuran sebagaimana beleid itu.
“Akibatnya seringkali menjadi sasaran operasi atau razia oleh instansi terkait, bahkan tak jarang yang dikeluarkan dari jalan Tol. Dan hal ini sangatlah merugikan pemilik truk. Padahal idealnya, kalau mau penindakan, ya mesti menyeluruh dong, atau lakukan saja amnesti (pengampunan),” ujarnya kepada Logistiknews.id, usai melakukan pertemuan dengan pengurus DPP APTRINDO, pada Kamis (9/9/2024).
Dia menegaskan, TORACI tidak alergi terhadap penindakan praktik over load dan over dimension (ODOL) sepanjang pola penindakannya memenuhi aspek keadilan dan tidak tebang pilih alias ada kepastian dilakukan menyeluruh.
“Lagi pula penindakan ODOL itu mesti jelas dulu targetnya apa? apakah menyangkut keselamatan, menyangkut perbaikan jalan atau apa?. Sebab jika tak jelas based-on nya, ujung-ujungnya yang dirugikan itu, selain pengusaha truk juga pemilik barang atau industri penggunanya. Dan multiplier efeknya memengaruhi harga jual barang dan makin membebani masyarakat konsumen,” tegas Berman.
Disisi lain, imbuhnya, jika harus dilakukan normalisasi terhadap dump truk yang tidak sesuai dengan beleid itu, justru akan membenani cost operator truk. Belum lagi, tarif angkut saat ini jatuh dititik terendah untuk angkutan barang.
“Kalau bak truk hanya berukuran satu meter hanya bisa angkut maksimal 12 ton. Sementara tarif angkutnya sangat minim. Makanya kami minta bak truk maksimal 1,8 meter. Untuk itu SK Dirjen Darat No 4413 tahun 2020 itu di takedown saja,” paparnya.
Keluhan lainnya dari pengusaha truk yang tetgabung di TORACI, ketika armada Dump Truk hendak mengisi bahan bakar minyak atau BBM di SPBU.
“Ada juga pihak SPBU yang bersedia mengisi BBM Dump Truk namun harus kosong (tanpa muatan) terlebih dahulu. Tetapi kalau Dump Truk-nya sedang berisi muatan, maka nggak bisa isi BBM. Ini kan aturan konyol namanya?,” ucap Berman.
Saat ini, ungkap Berman, TORACI mewadahi hampir 10 ribuan armada Dump Truk yang beroperasi di Pelabuhan Tanjung Priok, Marunda dan Sunda Kelapa untuk kegiatan logistik pengangkutan barang curah.
Sementara itu, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) Gemilang Tarigan, mendukung upaya dan perjuangan TORACI soal revisi (SK) Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub No: 4413 Tahun 2020, program amnesti Bak Dump Truk yang melebihi satu meter, hingga penegakan ODOL secara menyeluruh dan tidak tebang pilih.
“Menurut kami, masalah yang disampaikan TORACI itu memang menjadi persoalan kita bersama saat ini. Dan kami telah berdiskusi bersama hari ini soal itu. Intinya APTRINDO support dan semoga Pemerintah melalui Kemenhub bisa memberikan win-win solution atas eksiatensi armada jenis dump truk itu ,” ujar Gemilang kepada Logistiknews.id, pada Senin (9/9/2024).
Bertemu Menhub
Pada 23 Agustus 2024 lalu, Pengurus Aptrindo juga telah beraudiensi dengan Menteri Perhuhungan Budi Karya Sumadi dan jajarannya.
Dalam kesempatan itu, Ketua DPP Aptrindo Gemilang Tarigan menyampaikan dua point krusial kepada Menhub, berkaitan dengan persoalan yang hingga sekarang ini masih dihadapi para perusahaan trucking di seluruh wilayah Indonesia.
Pertama, persoalan truk over loading dan over load (ODOL). Dalam hal ini, Aptrindo menilai bahwa masalah pemberantasan terhadap praktik ODOL cenderung tidak berhasil karena pengusaha truk tidak memiliki bargaining position yang kuat di hadapan pemilik barang.
“Posisitioning pengusaha truk sangat lemah dihadapan pemilik barang saat ini lantaran tidak terkendalinya supply truk yang sudah berlebihan atau over supply,” ujar Gemilang.
Oleh karena itu, imbuhnya, diperlukan peran Pemerintah untuk mengendalikan supply and demand itu guna memberdayakan pengusaha truk yang telah eksis selama ini.
Sebab, kata dia, akibat tidak ada sistem pengendalian supply and demand antara jumlah truk dan volume muatan, maka jumlah armada terus bertambah setiap harinya.
Gemilang mengatakan, disisi lain apabila pengusaha membeli truk baru dan menjual truk lama-nya, maka hal itu merupakan penciptaan persaingan baru karena armada truk lama dibeli oleh pengusaha baru yang akhirnya menjadi kompetisi yang tidak sehat pada bisnis trucking.
“Sehingga diperlukan suatu mekanisme terhadap peremajaan armada truk lama (perlu dimusnahkan) agar terjadi persaingan yang sehat dan kita bisa menerapkan truk yang memiliki teknologi yang terbaru,” ucap Gemilang.
Kedua, sebagian besar pengusaha Truk saat ini kesulitan memenuhi perizinan persyaratan melakukan kegiatan usaha atau PMKU di pelabuhan karena dipersyaratkan untuk memenuhi perusahaan yang telah memiliki sertifikat standar yakni Sistem Manajemen Keselamatan (SMK).
“Padahal untuk bisa comply dengan SMK maka pengusaha truk juga wajib terlebih dahulu mengantongi sertifikat kompetensi para pengemudi (Sopir)-nya yang kompeten. Semua persyaratan itu mesti di apply saat mengajukan PMKU melalui Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS), ucap Gemilanga.
Adapun OSS adalah sistem elektronik terintegrasi yang dikelola dan diselenggarakan oleh Lembaga OSS untuk penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.[redaksi@logistiknews.id]