Jelang ‘Logistik Halal’ 17 Okt: Aptrindo Ancam Mogok, ALFI Desak Comply Gratis

  • Share

LOGISTIKNEWS.ID – Menjelang pemberlakuan Aturan Sertifikasi ‘Logistik Halal’ pada 17 Oktober 2024, pro kontra atas implementasi aturan tersebut kian meruncing.

Meskipun begitu, hingga kini Pemerintah belum menyatakan untuk menunda ataupun membatalkan aturan tersebut.

Bahkan, pengusaha truk logistik yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) mengancam melakukan aksi mogok jika pemerintah tetap menerapkan kewajiban sertifikasi ‘halal logistik’ terhadap perusahaan trucking.

“Ini aspirasi anggota kami (perusahaan truk). Sebagaimana juga tertuang dalam hasil Rakernas Aptrindo beberapa waktu lalu yang salah satu point-nya adalah menolak sertifikasi halal terhadap truk logistik,” ujar Ketua Umum DPP Aptrindo, Gemilang Tarigan kepada Logistiknews.id, pada Jumat (4/10/2024).

Kendati begitu, Gemilang belum bisa memastikan kapan jadwal aksi mogok trucking itu dilakukan mengingat saat ini masih tahap persiapan konsolidasi dengan perusahaan anggota di seluruh Indonesia, dan yang telah siap yakni di DKI Jakarta.

“Yang jelas kami akan mogok nasional menolak aturan sertifikasi halal logistik untuk perusahaan trucking karena sangat membebani usaha kami,” ujar Gemilang.

Ketua Umum DPP Aptrindo, Gemilang Tarigan

Sementara itu dihubungi terpisah, Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Akbar Djohan menyatakan tidak akan melakukan aksi mogok dalam menyikapi persoalan kewajiban sertifikasi logistik halal.

ALFI tetap mendesak agar biaya untuk bisa comply sertifikasi logistik halal itu di gratiskan untuk tahun pertama atau saat perusahaan di awal comply aturan tersebut.

“Apalagi saat ini bisnis logistik kita (nasional) belum sepenuhnya membaik, dan perekonomian nasional serta daya beli masyarakat juga belum menggembirakan,” ucapnya melalui sambungan telpon kepada Logistiknews.id, pada Jumat (4/10/2024).

M Akbar Djohan

Akbar juga mengingatkan agar Pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag), mengevaluasi kembali soal biaya-biaya terhadap sertifikasi halal logistik tersebut.

“Sebab saat ini bukan waktu yang tepat untuk itu (ada cost tambahan) lantaran kondisi pelaku bisnis logistik sedang tidak baik-baik saja,” paparnya.

Added Value

Sementara itu, Dewan Pakar Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) yang juga Anggota Tim Penguji Pedoman Teknis Sertifikasi Halal BPJPH serta aktif di Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Nofrisel mengatakan skala ekonomi perusahaan logistik berbeda-beda untuk bisa comply dengan sertifikasi halal.

Menurutnya, sertifikasi halal semestinya menjadi value added bagi perusahaan logistik untuk bisa memperluas market share nya.

“Namun kita sepakat bahwa untuk bisa comply dengan aturan itu jangan menimbulkan cost yang besar,” ujar Nofrisel.

Diapun menganggap hal yang wajar jika ketentuan sertifikasi logistik halal hingga masih alami pro dan kontra. Dan hal ini sangat dinamis untuk menghasilkan petunjuk pelaksanaanya yang lebih akomodatif dengan pedoman tehnisnya yang lebih mumpuni.

Bahkan, ungkapnya, pada Kamis (3/10/2024), KNEKS telah menyelenggarakan diskusi di Jakarta untuk menerima masukan stakeholders dan asosiasi pelaku usaha, terkait hal itu.

“Dalam diskusi itu mengemuka bahwa sertifikasi logistik halal; jangan sampai memberatkan cost perusahan. Karenanya perlu pematangan-pematangan tehnisnya sebelum di implementasikan,” ucap Nofrisel.

sumber: KNEKS/BPJPH

Berdasarkan data BPJPH, hingga September 2024 sebanyak 825 perusahaan jasa logistik sudah comply dengan sertifikasi halal.

Adapun rinciannya yakni 97 perusahaan jasa penyimpanan, 39 perusahaan jasa pengemasan, dan 689 jasa pendistribusian.

Jaminan terhadap kehalalan suatu produk yang beredar di dalam negeri, juga telah diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).

Disisi lain, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag), juga memastikan bahwa kewajiban sertifikasi halal diberlakukan sesuai ketentuan regulasi Jaminan Produk Halal (JPH) bagi sejumlah jenis produk yang mencakup barang dan jasa.

Adapun sektor jasa yang dikenai kewajiban bersertifikat halal antara lain jasa penyembelihan, jasa pengolahan, jasa penyimpanan, jasa pengemasan, jasa pendistribusian, jasa penjualan dan jasa penyajian. Ketujuh macam jasa tersebut juga hanya dikenakan kewajiban sertifikasi halal jika diperuntukkan bagi makanan, minuman, obat dan kosmetik.

Ketentuan ini diatur di dalam PP 39/2021 maupun di dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 20 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Keputusan Kepala BPJPH Nomor 57 Tahun 2021 tentang Kriteria Sistem Jaminan Produk Halal.

Regulasi ini mengatur bahwa pelaku usaha wajib memisahkan lokasi, tempat dan alat yang digunakan dalam menjalankan Proses Produk Halal yang meliputi proses penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian.[redaksi@logistiknews.id]

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *