LOGISTIKNEWS.ID – Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) menyatakan, pemindahan pelabuhan impor ke wilayah Indonesia timur akan membuat produk tertentu semakin mahal dijangkau masyarakat.
Pasalnya, kecil kemungkinan kapal-kapal ocean going akan direct (pengapalan langsung) ke pelabuhan Indonesia timur mengingat infrastruktur pelabuhannya masih belum mumpuni sehingga kapal asing tidak akan mau direct ke sana.
“Selain biaya logistik menjadi melambung, masyarakat di pulau Jawa dan Sumatera akan mengalami kesulitan mendapatkan produk-produk tersebut kecuali dengan harga yang lebih mahal dari biasanya jika pintu masuk pelabuhan impor dipindahkan ke kawasan timur,” ujar Ketua Umum BPP GINSI, Capt Subandi, kepada Logistiknews.id pada Selasa (5/11/2024).
Dia menegaskan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebagai kementrian yang mengurusi perindustrian harusnya mendorong tumbuhnya industri-industri dengan melakukan pembinaan pada industri nasional bukan justru mengatur pintu masuk impor.
“Sebab, jangan sampai nanti akan ada industri atau pabrik di Pulau Jawa dan Sumatra yang mengalami nasib serupa dipailitkan seperti Sritex akibat banjir barang-barang ilegal lantaran demand-nya tinggi tetapi supply-nya terhalang atau mahalnya bahan baku yang di butuhkan untuk industri padat karya itu,” ucap Capt Subandi.
Oleh karena itu, imbuhnya, Kemenperin harus terukur kinerjanya dengan me-mapping ada berapa banyak industri baru, baik kecil maupun besar. Kemudian, ada berapa banyak industri yang tutup akibat kesulitan berbagai hal.
“Lalu, bisakah Kemenperin membina sehingga industri tersebut tidak colaps ?. Dan, ada berapa banyak industri kecil naik kelas menjadi industri menengah, dan ada berapa banyak industri menengah yang naik kelas menjadi industri besar, dan seterusnya,” papar Subandi.
Ketum GINSI menyarankan, ketimbang memindahkan pintu masuk impor sebaiknya perlu ada pembagian quota untuk aktivitas impor yang melalui Indonesia bagian timur dan Indonesia bagian barat.
“Sebab, apabila demand-nya tinggi sementara supply-nya rendah bisa mendorong terjadinya praktik penyelundupan. Apalagi, kita juga faham kok, kalau petugas Kepabeanan dan Cukai juga bukan malaikat, masih saja ada oknumnya yang nakal,” ujar Subandi.
Entry Point
Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, pemerintah akan memindahkan pelabuhan impor atau entry point untuk sejumlah komoditas industri tertentu ke wilayah Indonesia timur.
Tiga titik yang ditetapkan untuk pelabuhan impor yakni Pelabuhan Sorong di Papua Barat Daya, Pelabuhan Bitung di Sulawesi Utara dan Pelabuhan Kupang di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Menurut Agus, hal tersebut bertujuan melindungi industri manufaktur dalam negeri.
“Ini sesuai dengan usulan memindahkan pintu masuk barang impor dalam rangka mengamankan pasar domestik bagi produk dalam negeri sekaligus meningkatkan kapasitas logistik di Indonesia,” ujar Agus dilansir siaran pers Kemenperin, Senin (4/11/2024).
Beberapa komoditas yang jadi prioritas program pemindahan itu antara lain elektronik, tekstil dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi, alas kaki, kosmetik, keramik, katup, dan obat tradisional,” ungkapnya.
Agus menyebutkan, alasan pemindahan entry point untuk sejumlah komoditas tersebut karena rawan terhadap serbuan barang impor murah atau ilegal.
Dengan demikian, pemindahan pelabuhan impor ke kawasan Indonesia bagian timur akan menjadi fokus Kabinet Merah Putih.
“Ini kami jadikan fokus kebijakan pemerintahan Kabinet Merah Putih untuk menetapkan pelabuhan impor di Sorong, Bitung, dan Kupang,” tegas Agus Gumiwang.
Adapun pemindahan pelabuhan impor ke wilayah Indonesia timur itu merupakan salah satu program quick wins yang dirumuskan Kemenperin untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional sesuai target pemerintah.[redaksi@logistiknews.id]