Kala Importir Cemas Tercekik Demurage & Trucking Klaim Kerugian ke NPCT-1

  • Share
Truk Barang dan Logistik mengalami kemacetan di akses Tanjung Priok pada Kamis (17/4/2025).

LOGISTIKNEWS.ID – Imbas kemacetan di NPCT-1 kawasan pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, menyisakan persoalan baru. Bahkan, ratusan perusahaan Trucking di Jakarta yang terdampak kemacetan horor di kawasan itu selama 2 hari (16-17 April 2025) akan mengajukan klaim ganti rugi kepada manajemen New Priok Container Terminal One (NPCT-1) mulai Senin (21/4/2025).

Adanya klaim ganti rugi tersebut sebagaimana yang juga pernah dijanjikan manajemen PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) terhadap respon tuntutan pengusaha truk atas kondisi kemacetan yang sempat memporakporandakan aktivitas logistik maupun masyarakat di Jakarta selama 2 hari berturut-turut itu.

“Mulai Senin besok (21/4/2025), secara bertahap pengajuan klaim ganti rugi para pengusaha truk akan kami sampaikan ke pihak NPCT-1,” ujar Dharmawan Witanto, Ketua (Caretaker) DPD Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jakarta, kepada Logistiknews.id, pada Minggu pagi (20/4/2025).

Dia menjelaskan, hingga kini pihaknya masih terus mengumpulkan data-data perusahaan anggota yang terdampak operasionalnya akibat kemacatean tersebut, dengan beberapa indikator antara lain; melonjaknya penggunaan bahan bakar minyak Solar, berkurangnya ritase trucking, hingga keterlambatan order (receiving delivery) yang menyebabkan pengeluaran barang impor yang telah mengantongi TILA terhambat dan pemasukkan barang ekspor tersendat. Belum lagi para Sopir yang kelelahan akibat terlalu lama berada di jalan.

TILA atau Truth in Lending Act merupakan dokumen yang digunakan untuk mengeluarkan barang dari pelabuhan setelah Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) diterbitkan.

Ada aturan yang telah disepakati antar penyedia dan pengguna jasa di Pelabuhan Tanjung Priok apabila barang impor yang telah kantongi dokumen itu namun barangnya tidak segera dikeluarkan, yakni pembebanan tarif penumpukan atau storage progresif masa tertentu.

“Secara bertahap mulai Senin besok akan kami ajukan klaim para perusahaan truk di Priok itu kepada manajemen Pelindo melalui NPCT-1,” tegas Akong panggilan akrab Dharmawan.

Dharmawan Witanto/Akong.(Photo: dok Logistiknews.id)

Saat ini, ungkap Akong, perusahaan trucking anggota Aptrindo Jakarta yang aktif dan tercatat sebanyak 360 perusahaan atau dengan jumlah armada lebih dari 15 ribuan unit atau sekitar 80% dari jumlah armada yang beroperasi di pelabuhan Tanjung Priok.

GINSI Cemaskan Demurage Melambung

Sementara itu, pelaku usaha importir  mempertanyakan soal kebijakan pemberlakuan sistem kuota pengurusan TILA terhadap barang impor di NPCT-1 sejak Sabtu kemarin sampai hari ini.

Sumber: Sistem NPCT-1

Menurut Wakil Ketua Umum BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Erwin Taufan, pihaknya mengkhawatirkan sistem kuota tersebut justru menimbulkan masalah baru kepadatan arus barang di pelabuhan lantaran barang impor akan lebih lama tertahan di lini satu pelabuhan.

“Belum lagi soal biaya demurage-nya (kelebihan waktu penggunaan kontainer) yang bakal dibebankan ke pemilik barang oleh pelayaran pemilik kontainer. Kalau biaya demurage sehari bisa mencapai (katakanlah) Rp 1 juta, coba berapa itu biaya tambahan kalau sampai berhari-hari barang impor tertahan di pelabuhan ?, ” tandas Taufan kepada Logistiknews.id pada Minggu (20/4/2025).

Dia mengatakan, meskipun pihaknya telah mendengar ada pernyataan dari manajemen PT Pelindo yang akan membebaskan biaya storage (penumpukan) atas kondisi darurat tersebut, namun soal biaya demurage itu menjadi persoalan serius pemilik barang karena sangat membebani cost logistik yang ujung-ujungnya akan menjadi beban akhir masyarakat.

“Jadi soal adanya kuota terbatas pengurusan TILA barang impor di NPCT-1 itu pertimbangannya jangan hanya melihat dari satu sisi saja untuk mengamankan yard occupancy ratio (YOR) di terminal tersebut yang masih dalam kondisi padat. Tetapi bagaimana aspek imbas beban biaya logistiknya secara luas ?.” tegas Taufan.

Erwin Taufan Wakil Ketua Umum BPP GINSI

Disisi lain, GINSI juga mengusulkan agar tidak terjadi lagi kemacetan horor di Tanjung Priok, supaya direalisasikan area buffer (penyangga) parkir truk disisi timur (wilayah Cakung maupun Marunda) lantaran pergerakan truk logistik dari dan ke pelabuhan Tanjung Priok dari hinterland-nya (kawasan industri/pabrik) didominasi (sekitar 70 %) dari arah timur seperti Bekasi, Karawang, Cikampek, Bandung maupun Jawa Barat dan sekitarnya. Sedangkan sisanya dari arah barat seperti Tangerang, Bogor dan sekitarnya.

Mengenai  kuota pengurusan TILA di NPCT-1 itu, hingga kini belum ada penjelasan resmi dari manajemen NPCT-1. Saat coba dikonfirmasi Logistiknews.id melalui sambungan teleponnya,  Direksi NPCT-1 Irwan Setiabudi, belum merespon.

Namun sebelumnya, kepada awak media, Direktur Utama Pelindo Arif Suhartono mengatakan, pihaknya memutuskan untuk membatasi jumlah kontainer yang akan masuk dan keluar Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, khususnya di NPCT-1 untuk sementara, hingga kondisi kembali normal.

“Untuk sementara, kami memutuskan membatasi jumlah kontainer yang akan masuk dan keluar sampai dengan situasi normal,” ujar Arif, di Jakarta, pada Jumat (18/4/2025).

Selain melakukan pembatasan jumlah kontainer, Pelindo juga menghentikan sementara operasi kapal. Penghentian operasi kapal bertujuan agar terminal fokus melayani operasional lapangan.

Dirut Pelindo menyampaikan bahwa penyebab utama dari kemacetan adalah meningkatnya jumlah kendaraan yang akan mengambil dan mengirim peti kemas atau receiving dan delivery (R/D).

“Jika di terminal NPCT1 masih penuh maka kegiatan kapalnya diputuskan untuk digeser ke terminal lain,” kata Arif.

Seperti diketahui, saat ini di pelabuhan Tanjung Priok terdapat lima fasilitas terminal peti kemas yang layani ekspor impor yakni; Jakarta International Container Terminal (JICT), TPK Koja, New Priok Container Terminal One (NPCT-1), Terminal Mustika Alam Lestari (MAL) dan Terminal 3 Tanjung Priok yang dikelola IPC-TPK.

Market Share Petikemas Pelabuhan Priok

Sebagai pintu gerbang ekonomi nasional, pelabuhan Tanjung Priok yang terletak di Jakarta Utara menjadi pelabuhan tersibuk di Indonesia dengan aktivitas ekspor impor yang setiap tahunnya cenderung alami pertumbuhan.

Makanya tak heran, jika saat-saat tertentu kondisi akses distribusi dari dan ke pelabuhan Tanjung Priok mengalami kemacetan parah imbas padatnya layanan receiving dan delivery pada terminal peti kemas ekspor impor di pelabuhan tersebut.

Progres Revitalisasi Terminal eks JICT-2 di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok (Photo:Logistiknews.id/Akhmad Mabrori)

Berdasarkan data yang dihimpun Logistiknews.id, selama tahun 2024 arus peti kemas ekspor impor melalui pelabuhan Tanjung Priok mencapai 5.231.727 twenty foot equivalent units (TEUs) atau tumbuh 7,21% dibanding tahun.2023 yang tercatat 4.879.795 TEUs.

Realisasi arus peti kemas ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok pada tahun lalu itu sekaligus menjadi acuan market share para pengelola fasilitas terminal peti kemas di pelabuhan tersebut. Berikut rincian throughput dan market share-nya.

Untuk produktivitas dan market share, Jakarta International Container Terminal (JICT) hingga kini masih diposisi teratas dengan berhasil menghandle peti kemas pada 2024 mencapai 2.236.869 TEUs. Jumlah itu tumbuh 5.29% dibanding tahun 2023 yang tercatat 2.124.004 TEUs. Pencapaian ini, memposisikan JICT meraih 42,74% market share peti kemas ekspor impor sepanjang tahun lalu melalui pelabuhan tersibuk di Indonesia itu.

Sedangkan arus peti kemas internasional (ekspor-impor) melalui New Priok Container Terminal (NPCT-1) pada 2024 mencapai 1.322.086 twenty foot equivalent units (TEUS) atau tumbuh 25,27% dibanding realisasi 2023 yang tercatat 1.081.917 TEUs. Dengan pencapaian itu, NPCT-1 sekaligus meraih 22,20% market share peti kemas ekspor impor di pelabuhan Tanjung Priok.

Posisi selanjutnya yakni, Terminal Peti Kemas (TPK) Koja yang pada tahun 2024 berhasil menghandle 1.034.711 TEUs peti kemas ekspor impor atau tumbuh 7,10% dibanding realisasi tahun 2023 yang tercatat 966.100 TEUs. Pencapaian ini memposisikan TPK Koja meraih market share 19,78% terhadap market share peti kemas ekspor impor di pelabuhan Tanjung Priok.

Kemudian, Terminal 3 yang dikelola IPC TPK  Tanjung Priok, yang pada 2024 menghandle 338.898 TEUs peti kemas ekspor impor atau alami penurunan 12,61% dibanding tahun 2023 sebanyak 387.794 TEUs. Posisi ini menorehkan market share 6,48% peti kemas ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok.

Adapun Terminal MAL menghandle 299.744 TEUs petikemas ekspor impor pada 2024 atau turun 6,32% ketimbang 2023 yang tercatat 319.980 TEUs, yang sekaligus memposisikan meraih market share 5,74% terhadap peti kemas ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok pada tahun lalu.

Melihat kondisi lapangan saat ini, dan data empiris yang tersaji, semestinya sudah bisa dilakukan antisipasi dan mitigasi sebelumnya agar kemacetan horor di kawasan pelabuhan tersibuk di Indonesia itu tidak perlu terjadi. [am]

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *