LOGISTIKNEWS.ID – Pelaku usaha importasi mengapresiasi komitmen Pemerintah untuk segera menyelesaikan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8 tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Wakil Ketua Umum BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) yang juga Pengurus KADIN Indonesia, Erwin Taufan mengatakan, revisi itu akan menjadi moment relaksasi pelaku usaha ditengah melambatnya aktivitas perdagangan internasional pasca pengumuman tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) yang di umumkan Presiden AS Donald Trump, baru-baru ini.
Bahkan pada Jumat, 9 Mei 2025 telah dilakukan Public Hearing terkait revisi Permendag 36/2023 Jo. Permendag 8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor tersebut yang juga mengundang Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Bidang Perdagangan dan sejumlah stakeholders, serta asosiasi pemilik barang, termasuk GINSI.
“Sejak awal kami (GINSI) menginginkan adanya revisi beleid itu, untuk bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat ini guna mendongkrak kinerja impor sekaligus menjaga stabilitas industri (ketersediaan bahan baku) di dalam negeri untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi Pemerintahan Prabowo-Gibran yakni sebesar 7-8% kedepannya,” ujar Taufan, pada Sabtu (10/5/2025).
Dia menegaskan, selama ini GINSI aktif mempertanyakan kepastiannya (revisi) Permendag No 8/2024 itu, supaya ada kejelesan regulasi impor dan tidak lagi ‘abu-abu’.
Bahkan, pada saat forum group diskusi (FGD) yang diselenggarakan Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) di Menara KADIN Indonesia, di Jakarta pada akhir Maret lalu, Taufan juga telah menyampaikan hal itu.
Permendag Nomor 8 Tahun 2024 merupakan peraturan yang mengatur perubahan ketiga dari Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Aturan ini bertujuan untuk menyederhanakan proses impor, mengurangi penumpukan kontainer di pelabuhan, dan memberikan kemudahan atau relaksasi bagi importir.
Taufan mengungkapkan, dalam Public Hearing terkait revisi Permendag 36/2023 Jo. Permendag 8/2024, pada Jumat 9 Mei 2025 itu, terdapat usulan pengendalian impor oleh Kemendag, dimana terdapat sejumlah Komoditas yang tidak termasuk priorotas dalan deregulasi kebijakan tersebut.
Pertama, Barang Strategis yang Telah Ditetapkan Neraca Komoditas (NK) – 454 Pos Tarif/HS, seperti Beras, Gula, Garam, Produk Perikanan, Jagung, Bawang Putih, Minyak Bumi, Gas Bumi, Hewan dan Produk Hewan (Daging Lembu, Sapi, danKerbau Bakalan).
Kedua, Barang Terkait Keamanan, Keselamatan, Kesehatan Dan Lingkungan Serta Moral Hazard (K3LM) – 326 Pos Tarif/HS, seperti Intan Kasar, Bahan Peledak, Nitrocellulose, Bahan Perusak Lapisan Ozon (BPO), dan Minuman Beralkohol.
Ketiga, Barang Strategis dan/atau Industri Padat Karya – 1.715 Pos Tarif/HS antaralain; Tekstil dan Produk Tekstil, Pakaian Jadi dan Aksesoris Pakaian Jadi, Ban, Besi atau Baja, serta Baja Paduan dan Produk Turunannya.
“Intinya, revisi beleid ini diharapkan memberikan kepastian usaha para importir, sekaligus sebagai upaya Pemerintah dalam menekan peredaran produk impor kategori ilegal,” jelas Taufan.
Dia berharap revisi beleid itu juga bisa memberikan ketersediaan atau kepastian bahan baku, sesuai dengan kebutuhan industri, sehingga jangan sampai kesulitan mendapatkannya.
Angin Segar Industri Manufaktur
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengapresiasi rencana penyelesaian revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Hal ini, imbuh Menperin, mengindikasikan kepedulian pemerintah terhadap industri manufaktur. Revisi beleid tersebut diharapkan dapat menjadi angin segar terhadap kinerja manufaktur ke depan sehingga dapat memperketat masuknya barang impor.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Budi Santoso, memastikan revisi beleid itu bertujuan memudahkan masuknya investasi ke dalam negeri.[am]