JAKARTA – Persoalan kemacetan di kawasan sekitar kawasan pelabuhan Tanjung Priok masih menjadi sorotan berbagai kalangan pebisnis logsitik dan pengguna jasa.
Apalagi, jika kerap terjadi pada waktu-waktu tertentu khususnya saat memasuki clossing time atau batas waktu pengapalan yang dinilai pengguna jasa pelabuhan Priok justru membuat biaya logistik ikut terkerek naik.
Mencermati kondisi tersebut, manajemen IPC/Pelindo II Tanjung Priok, menyatakan terus berupaya melakukan pembenahan dan penataan sisi darat di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu.
“Kami sudah mempunyai program sebagai aksi mengatasi kemacetan di pelabuhan Tanjung Priok,” ujar General Manager IPC Tanjung Priok, Guna Mulyana dalam paparannya saat Dialog Kepelabuhan bertema ‘Penataan Akses Transportasi Darat Pelabuhan Tanjung Priok’, yang digelar Forwami, di Room Terminal Penumpang Nusantara Pelabuhan Tanjung Priok, pada Selasa (23/3/2021).
Guna menyebutkan, terdapat empat faktor penyebab potensi kemacetan di pelabuhan Tanjung Priok.
Pertama, Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelabuhan terbesar di Indonesia dan lebih dari 50% kegiatan pengapalan ekspor impor maupun domestik melalui pelabuhan ini.
Kedua, daerah industri pendukung atau hinterland pelabuhan Priok merupakan Jawa Barat, Jabodetabek dan sekitarnya.
Ketiga, seiring meningkatkan arus kapal dan barang sehingga kepadatan kegiatan bongkar muat di pelabuhan Priok tidak bisa dihindari.
Keempat, kecenderungan kedatangan Truk yang melakukan bongkaran atau muatan di pelabuhan Priok relatif pada waktu-waktu tertentu sehingga menimbulkan antrean dan penumpukan kendaraan di area pelabuhan.
Menyadari potensi faktor kemacetan tersebut, imbuhnya, manajemen IPC Tanjung Priok telah melalukan upaya dalam kurun waktu empat tahun terakhir yakni sejak 2018 s/d 2021, serta rencana-rencananya pada 2022 mendatang.
GM IPC Priok menjelaskan, pada 2018 telah dilakukan Autogate Pas di pelabuhan Priok yakni melakukan perubahan transaksi di Pos 1, 8 dan 9 serta Terminal secara bertahap.
Kemudian pada 2019 menyediakan Fasilitas buffer untuk kendaraan Truk yang akan melakukan bongkar muat di terminal atau non terminal, dan pada 2021 (tahun ini) akan menerapkan single truck identity document (TID).
“Single TID yakni mengidentifikasi setiap kendaraan atau Truk yang akan melakukan bongkar muat di terminal atau non terminal,” ucapnya.
Sedangkan program aksi pada 2021-2022 yaitu terminal booking system (TBS) yakni integrasi data Truk ke terminal untuk mengurangi antrean kendaraan yang akan melakukan bongkar atau muat.
Guna Mulyana mengatakan, program IPC Priok lainnya adalah trafik management yang dilakukan bersama-sama dengan stakholders lainnya dengan cara mengarahkan ke buffer area Trucking terhadap truk yang keluar masuk terminal apabila terjadi antrean atau kemacetan di jalan raya pelabuhan.
Terhadap fasilitas buffer truk di Priok itu, kata dia, pihaknya juga mendorong untuk merealisasikan akses langsung sisi daratnya kedalam pelabuhan (inner road).
“Saat ini kami juga sedang melakukan kajian pengembangan trafic management atau relayout, monitoring dan controling kemacetan serta rekayasa lalu lintas,” ujarnya.
Disamping itu, dia juga berharap pengembangan dan pengoperasian jalan Tol Cilincing-Cibitung atau JTCC sebagai jalan tol strategis yang menghubungan Pelabuhan Tanjung Priok dengan hinterland utama berupa daerah industri diwilayah timur Jakarta.
“Pengembangan Tol JTCC tersebut akan menciptakan jalur distribusi baru untuk angkutan barang dari pusat industri di Belasi, Karawang dan Purwakarta ke Pelabuhan Priok tanpa melalui pusat Kota,” ujar Guna.