JAKARTA – Bukan cuma regulator dan stakehorders, kemacetan yang kerap terjadi pada akses dari dan ke pelabuhan Tanjung Priok juga bikin pusing para pebisnis logistik.
Meskipun, berbagai jurus antisipasi guna mengurai kemacetan di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu-pun sudah di upayakan.
Bahkan, manajemen IPC/Pelindo II cabang Tanjung Priok telah menyiapkan buffer (areal parkir) Trucking di sisi Barat yakni tepatnya di jalan Martadinata, Ancol Jakarta Utara.
Pelabuhan Priok juga telah memfungsikan fasilitas lapangan eks-Terminal 2 Jakarta International Container Terminal (JICT) sebagai upaya contingency plan dalam meminimalisir kemacetan trucking di dalam pelabuhan itu.
Namun sayangnya, upaya-upaya tersebut belumlah cukup meredam sepenuhnya imbas kepadatan arus trucking dari dan ke pelabuhan. Bahkan pada jam-jam tertentu jalan-jalan di kawasan pelabuhan itu dipadati truk yang hendak masuk gate terminal peti kemas ekspor impor.
IPC Tanjung Priok diketahui telah menyiapkan buffer trucking disisi barat. Namun hingga kini buffer disisi timur-nya belum tersedia.
Padahal, berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) DKI Jakarta, pergerakan truk dari sisi Timur lebih mendominasi yakni mencapai sekitar 69%, kemudian sisanya dari arah Barat 12% serta dari Pusat 19%.
Sisi Timur selama ini memang menjadi jalur seksi pergerakan trucking lantaran hinterland atau wilayah penyangga industri untuk Pelabuhan Tanjung Priok- mayoritas atau lebih dari 60 persen-nya berada di wilayah Bekasi, Cikarang, Cikampek, Bandung, maupun Jawa Barat dan sekitarnya.
Melihat fenomena tak berimbangnya sebaran pergerakan trucking dari dan ke Priok itu, Aptrindo dan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) pernah bertemu sekaligus berdiskusi soal penyiapan buffer di sisi Timur pelabuhan Tanjung Priok tersebut.
Lokasi yang direncanakan sebagai buffer trukcking untuk konsolidasi ekspor berada di areal fasilitas lahan KBN Cakung Cilincing.
Disisi lain, IPC/Pelindo II dan PT KBN juga diketahui telah melakukan pembicaraan mengenai hal tersebut, meskipun hingga kini pihak Manajemen IPC Tanjung Priok masih irit bicara soal itu.
“Kalau posisi kami, sifatnya menunggu sinyal dari Priok. Yang jelas KBN sangat support dalam kaitan penyiapan buffer truk disisi timur Priok itu,” ujar Direktur Keuangan PT KBN, Ari Henryanto, kepada logistiknews.id, pada Rabu (26/5/2021).
Dia menegaskan apabila program itu sustainable maka KBN berkomitmen segera menggelontorkan investasi untuk penyiapan lahan maupun aksesnya.
“Terkait buffer truk maupun pendukung logistik nasional, KBN sangat support terutama untuk servis eksport. Apalagi area fasilitas KBN di kawasan Cakung sangat ideal untuk buffer sisi Timur Priok. Selain itu sangat dekat dengan gate Tol menuju Priok,” ucap Ari.
Harapan Pebisnis
Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan, juga menyatakan persoalan kesemerawutan logistik yang sesungguhnya itu berasal dari keterbatasan fasilitas pendukung atau buffer di luar pelabuhan.
Diapun mengilustrasikan terhadap kegiatan di pelabuhan Tanjung Priok. Sebagai pelabuhan yang melayani lebih dari 65% aktivitas ekspor impor maupun antarpulau, buffer atau areal pendukung kegiatan di luar pelabuhan Priok tidak sebanding dengan pertumbuhan arus barang yang terjadi di dalam pelabuhan tersebut.
Padahal, imbuh Gemilang, dengan dikeluarkan depo kontainer keluar pelabuhan maka setiap pertambahan satu unit kontainer dipelabuhan memerlukan dua fasilitas diluar pelabuhan yaitu depo dan garasi truk.
Disisi lain, jumlah pergerakan truk ekspor impor memerlukan 20 gerakan mulai dari garasi truk-depo-gate pelabuhan-pabrik dan sebaliknya sehingga kemacetan tidak dapat dihindari.
“Namun dari jumlah gerakan Truk itu, ada 18 gerakan adalah mengangkut petikemas kosong akibatnya cost logistik tinggi,” ujarnya, kepada logistiknews.id.
Oleh sebab itu, Aptrindo menyampaikan enam usulan untuk mengatasi kesemerawutan dan kemacetan angkutan logistik dari dan ke pelabuhan Priok.
Pertama, perlu dibuat lahan buffer area truk di wilayah Timur, yang terkoneksi dengan IT semua terminal di dalam lini satu pelabuhan Priok.
Kedua, mengupayakan supaya pool truck dan garasi berada dalam satu Kawasan.
Ketiga, segera menerapkan sistem IT (Single Truck Identity Document /TID, maupun Terminal Booking System & return cargo).
Keempat, agar disiapkan akses tol langsung ke Pelabuhan, dengan meninjau kembali kebijakan dweling time dan window time yang beroerientasi ahir pekan khususnya kapal yg direct.
Kelima, pihak terkait agar mencabut pembatasan waktu operasional Trucking dijalan Tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) ke Cikampek.
Keenam, menerapkan Standard Pelayanan Minimum sesuai PM 60 tahun 2019 Tentang penyelenggaraan angkutan barang dengan kendaraan bermotor dijalan, berkaitan dengan usia kendaraan.
Gemilang juga menyebutkan, pergerakan trucking dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok mencapai 7.000-8.000 unit perhari dan sekitar 65% s/d 70%-nya berasal dari arah Timur yakni Bekasi, Cikarang, Bandung serta Jawa Barat dan Sekitarnya.
Makanya, menurut Gemilang, hal yang wajar jika berbagai kalangan-pun berharap, agar Pelindo II/IPC dapat berkolaborasi untuk lebih reaktif seiring strateginya mengurai kemacetan Priok termasuk soal buffer trucking di sisi timur pelabuhan tersibuk di Indonesia itu.