JAKARTA – Ganguan pada Sistem Customs-Excise Information System and Automation (CEISA) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu, sejak Kamis pekan lalu berimbas pada menumpuknya barang impor di sejumlah pelabuhan Indonesia, termasuk di Pelabuhan Tanjung Priok lantaran dokumennya tidak bisa terproses secara online.
Kalangan importir juga terbebani biaya tambahan seperti penumpukan (storage) petikemas dan demurage, yang jumlahnya tidak sedikit akibat keterlambatan proses layanan itu.
Menanggapi hal tersebut, Sekjen Indonesia Maritime, Logistic and Transportation Watch (IMLOW) Achmad Ridwan Tento, menyarankan supaya komoditi atau kebutuhan barang alat kesehatan (alkes) mendapat prioritas dalam pengurusan manualnya, sebelum sistem CEISA normal kembali.
“Selain Alkes, demikian juga dengan komoditi bahan pangan dan kebutuhan pokok lainnya, mesti diprioritaskan jangan sampai ada hambatan mengingat saat ini kita juga sedang dalam masa sulit Pandemi Covid-19,” ujarnya, pada Rabu (14/7/2021).
Dia juga menegaskan, apabila memungkinkan maka segala biaya yang timbul karena dampak sistem CEISA kepabeanan yang error ini baik diterminal dan di TPS serta demurrage di pelayaran diberikan keringanan secara business to business (B to B) dengan tentunya pihak Bea Cukai di Pelabuhan setempat yang menginisiasi hal tersebut.
“Ini bukan kondisi kahar (force major) karena sudah dapat diprediksi sebelumnya dengan perencanaan dan analisa yang matang, tetapi sebuah kegagalan dari proses yang sedang dikerjakan. Dan sewajarnya pelaku usaha/importir dan ekaportir jangan dibebankan biaya-biaya atas munculnya kondisi tersebut,” ucap Ridwan.
Dia mengatakan, untuk kedepannya apabila ada rencana perawatan atau migrasi sistem CEISA kepabeanan harus sudah disiapkan back-up nya terlebih dahulu.
Gangguan pada sistem CEISA kepabeanan selama enam hari terakhir itu, menyebabkan layanan kepabeanan seperti pengajuan dokumen impor barang (PIB), billing, pengurusan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), nota pelayanan ekspor (NPE) secara online tidak bisa terproses.
“Pihak Bea dan Cukai yang semestinya menyampaikan kepada pihak terminal maupun pelayaran untuk memberikan keringanan biaya storage maupun demurage akibat adanya gangguan sistem tersebut,” ucap Ridwan.
Sebagaimana diketahui, Sistem Customs-Excise Information System and Automation (CEISA) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu, sempat mengalami trouble sejak Kamis pekan lalu, atau berlangsung selama enam hari.
Berdasarkan informasi CEISA Command Centre, pada Selasa, 13 Juli 2021 pukul 17:00 WIB, menyebutkan sehubungan dengan telah aktifnya sebagian besar Sistem CEISA di Disaster Recovery Center (DRC), diberitahukan bahwa Aplikasi CEISA Manifest (Inward dan Outward) akan diaktifkan kembali pada pukul 16.50 WIB.
Demi kenyamanan bersama serta mengantisipasi pannic sending data manifes, maka untuk meminimalisasi dampak pasca downtime CEISA, maka agar data yang dikirimkan hanya data yang belum dilakukan secara manual.
Kemudian, untuk NVOCC yang akan pecah pos dengan jumlah lebih dari 1000 data subpos, diwajibkan berkoordinasi dengan PDAD KPU/KPPBC setempat dan kemudian wajib dilakukan koordinasi terlebih dahulu dengan DIKC untuk memastikan performance Aplikasi Manifest sebelum pecah pos dilakukan. (am)