LOGISTIKNEWS – Selama sepekan terakhir, Redaksi mencatat sejumlah pemberitaan yang menjadi isue strategis sektor logistik di tanah air, antara lain; Dampak Penetapan PPKM Level 3 Terhadap Aktivitas Logistik, Porsi Swasta pada Invetasi Pelabuhan di Indonesia, serta RI Dinilai Darurat Regulasi Sektor Logistik.
PPKM Level 3
Pada 8 Februari 2022, Pemerintah telah menetapkan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 untuk wilayah aglomerasi Jabodetabek, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Bali, dan Bandung Raya. PPKM level 3 di Jabodetabek, Yogyakarta, Bali, dan Bandung Raya itu berlaku hingga 15 Februari 2022.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, Adil Karim mengungkapkan, sejak awal Pandemi Covid-19 aktivitas logistik tidak ada pembatasan apapun dan berjalan seperti biasa lantaran sektor logistik masuk kategori usaha esensial atau vital.
Kendati begitu, imbuhnya, ALFI tidak bosan-bosannya menghimbau kepada semua perusahaan anggotanya supaya selalu mematuhi protokol kesehatan (prokes) dalam berkegiatan dilapangan.
Dia tetap optimistis kinerja logistik pada tahun ini akan lebih baik ketimbang tahun sebelumnya. Oleh sebab itu, semua pihak termasuk Pelaku usaha, berharap jangan sampai imbas Pandemi gelombang ketiga ini terjadi lagi situasinya seperti di tahun 2020 lalu.
“Seperti kita ketahui, perekonomian nasional mulai bergerak tumbuh memasuki awal tahun 2022 semua kegiatan industri juga telah berjalan normal,” ucap Adil.
ALFI optimistis dengan kinerja sektor industri saat ini berada pada jalur pemulihan yang ditunjukkan sejumlah indikator makro, antara lain purchasing managers index (PMI) manufaktur Indonesia yang kian membaik.
Adil menjelaskan, pertumbuhan sektor logistik nasional pada umumnya didorong oleh kinerja ekspor impor yang ditopang tumbuhnya sejumlah sektor industri di dalam negeri seperti pengolahan, manufaktur, pertambangan, otomotif, pertanian dan perikanan, serta berbagai industri komoditi strategis lainnya.
Porsi Swata di Pelabuhan
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengungkapkan bahwa kedepan porsi investasi swasta di pelabuhan akan semakin besar.
Menhub juga menjelaskan sejumlah manfaat membangun pelabuhan di Indonesia dengan menggunakan skema pendanaan kreatif (creative financing) non APBN.
Hal ini disampaikannya dalam kegiatan Webinar yang diselenggarakan secara daring dan luring oleh Himpunan Ahli Pelabuhan Indonesia (HAPI) dengan tema “Pembangunan dan Pengelolaan Pelabuhan Umum/ Terimnal Di Indonesia: Dikelola Sendiri Vs Partner Strategis (Internasional)” pada Rabu (9/2/2022).
Salah satu manfaatnya adalah, adanya akselerasi atau percepatan pembangunan infrastruktur pelabuhan di tengah terbatasnya APBN. Kemudian adalah masuknya investasi ke Indonesia, dan juga semakin meningkatkan kualitas layanan kepelabuhanan di Indonesia.
Menhub menuturkan, keberadaan pelabuhan bagi Indonesia sangat penting bagi Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan, dalam menghubungkan antar pulau dan mendukung pertumbuhan perekonomian nasional.
Menhub mengungkapkan, dengan luasnya wilayah Indonesia, tantangan yang dihadapi dalam pembangunan infrastruktur termasuk pelabuhan yakni, terbatasnya anggaran APBN.
“Jadi disini peran pelaku atau Badan Usaha menjadi vital, turut serta membantu akselerasi pembangunan pelabuhan yang tidak bisa dipenuhi dengan hanya mengandalkan APBN,” kata Menhub.
Lebih lanjut Menhub menuturkan, pemerintah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada badan usaha baik nasional maupun asing untuk berperan dalam pembangunan pelabuhan di Indonesia, dengan tetap mengedepankan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku terkait pengelolaan pelabuhan.
Darurat Regulasi Logistik
Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi menyatakan pada saat ini sektor logistik Indonesia mengalami darurat regulasi.
Implementasi Perpres 26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Sislognas) sebagai payung hukum sektor logistik yang dikeluarkan hampir 10 tahun lalu berjalan tidak efektif.
SCI menilai, tanpa regulasi yang efektif, berbagai isu dalam sektor logistik akan sulit teratasi, seperti biaya logistik yang tinggi, ketidakseimbangan volume muatan antar wilayah, kelangkaan komoditas tertentu, dan tumpang tindih regulasi.
Selain itu, LPI (Logistics Performance Index) lebih rendah daripada negara-negara ASEAN lainnya. Pada tahun 2018, misalnya, LPI Indonesia pada peringkat 46, di bawah Singapore (peringkat 7), Thailand (32), Vietnam (39), dan Malaysia (41).
Oleh karenanya SCI menyampaikan tiga rekomendasi dalam kaitan ini, yakni ;Pertama, pencabutan Perpres 26/2012 dan penetapan regulasi baru minimal dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) agar lebih kuat implementasinya. Penyesuaian harus dilakukan terhadap dinamika pembangunan, serta perkembangan teknologi dan pola bisnis global.
Kedua, pembentukan Badan Logistik Nasional untuk mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan perbaikan dan pengembangan sistem logistik yang bersifat multisektoral.
Ketiga, pembentukan UU Logistik sebagai regulasi yang kuat karena salah satu faktor penyebab implementasi Sislognas tidak efektif adalah masalah hirarki regulasinya.(*)